SURABAYA – beritalima.com, Sidang dugaan penipuan penjualan tanah di desa Tambakrejo, kecamatan Waru, kabupaten Sidoarjo memasuki tahap pemeriksaan terdakwa yaitu Mochamad Fauzi.
Dalam keterangannya, Fauzi mengaku tidak pernah sedikitpun bermaksud menipu, sebab sejak awal bertemu dengan Jusuf Novendri Behuku, dia sudah paparkan semua dokumen dan surat kuasa menjual tanah Sertifikat Hak Milik (SHM) No 1017 yang dia dapatkan dari H. Mustofa.
Kata dia dokumen itu dia peroleh tidak gratisan, melainkan setelah dirinya berhasil mengembalikan uang muka 1,5 miliar yang diterima H. Mustofa dari Stevanus Sulaiman, termasuk menyelesaikan persoalan pidana antara keduanya di Polda Jatim.
“Apabila saya bisa mencarikan uang Rp 1,5 miliar untuk mengembalikan uangnya Stevanus Sulaiman, maka saya diberi kuasa menjual dibawah tangan sama H.Mustofa dengan harga Rp 24 miliar. Sebelumnya harga jual H.Mustofa kepada Stevanus Rp 35 miliar dan H.Mustofa sudah diberi uang muka Rp 1,5 miliar oleh Stevanus. Setelah saya bisa mencarikan uang Rp 1 miliar. H. Mustafa memberi kebebasan seolah-olah tambak itu milik saya pribadi,” paparnya dalam persidangan secara teleconfrence di PN Surabaya. Senin (19/10/2020).
Ditanya JPU Suwarti soal kenapa kesepakatan antara Stevanus Sulaiman dengan H.Mustafa dari Rp 1,5 miliar berubah menjadi Rp 5 miliar,? Fauzi mengaku tidak tahu.
“Saya tidak tahu itu, saya hanya dalam posisi mengembalikan uang muka Rp 1,5 miliar yang diterima H.Mustofa dari Stevanus Sulaiman. Urusan lainnya antara H.Mustofa dengan Steven diluar kewenangan saya,” jawabnya.
Dalam sidang Fauzi juga mengungkapkan bahwa dirinya pernah menerima uang kontan dan transferan dari Victor Salay sebanyak lima sampai enam kali dengan jumlah keseluruhan mencapai Rp 7.725 miliar. Kata dia, yang dibayar cash 50 juta dan 100 juta, sedangkan yang via transfer ke rekeningnya adalah 5 miliar, 1 miliar dan Rp 300 juta.
“Namun penerimaan uang tersebut bukan permintaan atau inisiatif saya. Justru mereka sendiri yang mendesak saya saat bertemu di warung soto Cak Har setelah sepakat membeli tanah SHM No 1017 dengan harga Rp 40 miliar,” ungkapnya.
Dalam sidang Fauzi menjelaskan secara terperinci untuk apa saja uang Rp 7.725 miliar yang dia terima dari Victor Salay tersebut.
“Yang Rp 1,5 miliar saya serahkan ke Stevanus Sulaiman, yang Rp 1,5 miliar lagi ke H.Samsul Mustofa. Sedangkan sisanya yang Rp 4 miliar saya pakai sendiri. Saya punya bagian hak atas uang itu sebab saya sudah memberikan jaminan 70 Petok D. Penggunaan uang Rp 4 miliar tersebut diantaranya untuk pengembalian batas tanah,” jelasnya.
Ditambahkan Fauzi, penyerahan 70 Petok D tersebut sebagai jaminan pribadi yang diminta Victor Salay dan Jusuf Novendri Behuku sebelum mentransferkan uangnya Rp 5 kepada dirinya.
“Meski Victor dan Jusuf bersikukuh membeli, namun demi keamanan keduanya tetap minta jaminan tambahan. Lalu saya jaminankan 70 Petik D dan saya tambahi dua sertifikat. Namun yang diambil hanya Petok Dnya saja. Jaminan itu diterima langsung oleh Victor dan Jusuf sebelum saya mendapat transferan 5 miliar,” tambahnya.
“Saya baru ditransfer 5 milar, setelah malam harinya memberikan jaminan dan setelah keesokan harinya mereka memastikan SHM No 1017 ada di Notaris Maria Baroroh,” tambahnya lagi.
Ditanya apakah Victor dan Jusuf pernah mendefinisikan secara khusus soal jaminan tambahan yang diminta,? Fauzi menjawab tidak.
“Untuk jaminan, Jusuf atau Vicky tahu betul kondisi tanah di Medokan Ayu. Bahkan di obyek tersebut pernah dipasang umbul atasnama PT Bumi Propertindo,” pungkasnya.
Setelah terdakwa Mochamad Fauzi memberikan keterangan, JPU berencana akan membacakan tuntutannya pada Kamis 22 Oktober 2020 mendatang. (Han)