Fenomena Childfree, Ekonom Unair: Jangka Panjang Bakal Pengaruhi Ekonomi Negara

  • Whatsapp

Caption:
Ekonom Universitas Airlangga (Unair), Prof Dra Ec Dyah Wulansari MEcDev PhD.

SURABAYA, beritalima.com|
Beberapa waktu belakangan, keputusan untuk tidak memiliki anak atas kesadaran sendiri atau childfree menjadi topik perbincangan di media sosial.

Perkara tersebut akibat pernyataan kontroversial influencer Gita Savitri Devi alias Gitasav. Fenomena childfree sebenarnya bukan fenomena baru yang ada di dunia, hal tersebut sudah banyak menjangkiti beberapa negara maju.

Nyatanya, childfree bukan hanya berdampak bagi permasalahan sosial saja, beberapa aspek, seperti ekonomi pun juga terkena.

Ekonom Universitas Airlangga (Unair), Prof Dra Ec Dyah Wulansari MEcDev PhD, menyebutkan bahwa bagi masyarakat Indonesia, fenomena childfree masihlah sangat tabu. Dengan budaya yang mengakar, memiliki anak masih dianggap sebuah kebutuhan, bahkan penarik berkah tersendiri.

“Kita ini bela-belain ya untuk punya anak. Kalau sulit, bahkan bela-belain untuk menggunakan bayi tabung sampai ke luar negeri yang biayanya cukup mahal,” ujarnya.

Dalam perspektif ekonomi, childfree tidak selamanya buruk. Bahkan bagi beberapa pihak justru akan menguntungkan. Wanita yang memilih untuk tidak punya anak, akan bertambah keproduktifannya dalam bekerja. Tentu saya, hal tersebut akan menguntungkan perusahaan tempat ia bekerja.

“Bagi pengusaha itu seneng juga ya, karena si wanita tidak punya anak, dia bisa bekerja dan tidak cuti melahirkan. Itukan ada undang-undangnya, bahwa wanita yang bekerja, dan dia melahirkan, maka berhak mendapatkan cuti. Itu sisi pengusaha,” tambahnya.

Namun, fenomena tersebut juga telah mempengaruhi demografi beberapa negara, sebut saja Jepang dan Korea Selatan. Kedua negara ini bahkan memberikan insentif untuk mendorong warganya agar memiliki anak karena tingkat kelahiran yang semakin turun.

Tren angka kelahiran yang rendah dalam jangka panjang dapat menyebabkan krisis sumber daya manusia dan memengaruhi ekonomi sebuah negara.

“Kalau di luar, negara yang penduduknya sedikit, mungkin boleh dikatakan krisis sumber daya sehingga harga tenaga kerja mahal. Mereka akan diganti oleh mesin-mesin, itukan akan berkembang seperti itu,” ucap Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unair tersebut.

Sebenarnya, banyak hal yang bisa dilakukan dan menjadi solusi bagi wanita yang ingin tetap bekerja walaupun mempunyai anak. Misalnya, dengan menitipkan anak di childcare hingga meminta bantuan kepada orang dekat.

Selain itu, memiliki pun anak tidak bisa dibandingkan dan disetarakan dengan hal bersifat.

“Kalau ingin bahagia itu tidak harus tidak punya anak, ya. Banyak sekali alternatif yang bisa dilakukan, seperti hidup sehat, bagaimana menyikapi diri, olahraga, makan yang teratur, dan keseimbangan dalam hidup,” tutupnya. (Yul)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait