FPPN Kecewa Terhadap Sikap Pemerintah Aceh

  • Whatsapp

ACEH,Beritalima.com-Forum pemuda peduli Nusantara FPPN sangat kecewa terhadap sikap pemerintah Aceh, hal tersebut disampakan Ketua FPPN Muda Jauhari melalui Sekjennya Agustiar SE,saat melakukan kegiatan Diskusi Publik yang mengambil Tema, Kawal Kebijakan Alokasi Dana Otonomi khusus Agar Mencapai Sasaran Sesuai Maksud dan Tujuan, Kamis, 26-04-2018 di Provinsi Aceh.

Menurutnya,kami kecewa atas ketidak ada konfirmasi terhadap Undangan salah Seorang Nara sumber dari pihak pemerintah Aceh, pada hal pihak nya sudah melayangkan surat undangan kepeda mereka.

Informasi yang di terima FPPN tindak lanjut dari disposisi Sekda kepada kepala BAPPEDA sebagai perwakilan pemerintah Aceh untuk Narasumber, tetapi kami tidak tau kenapa pihak BAPPEDA pun tidak kunjung hadir ke Acara Diskusi Publik yang kami adakan.

‘’Pelaksanaan otonomi khusus Sejak 2008 pemerintah Aceh kelola anggaran Rp.65 Trillion itu kami merasakan belum terlihat hasil pembangunan yang monumental di Aceh, dan Pelaksanaan otonomi khusus sejak 2006 memberikan kesempatan untuk penyediaan dana besar pelayanan public ini sangat penting di bahas oleh perwakilan pemerintah, tapi mereka tidak hadir, ucapnya,

Disamping itu tambah Agus, yang hadir dalam diskusi Publik tersebut, Rafli anggota DPD RI Utusan Aceh, Rustam Efendi, pengamat ekonomi yang peduli pada perekonomian rakyat Aceh, Abdurahman Ahmad anggota DPR Aceh, mereka membahas dengan berbagai hal tentang Pelaksanaan otonomi khusus oleh pemerintah Aceh.

Sementara itu Anggota DPR Aceh Abdurahman Ahmad menjelaskan, Diskusi ini agak terlambat di lakukan, karena sudah 10 tahun otonomi khusus berjalan baru sekarang didiskusikan, Dana otonomi khusus di atur dalam UU 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh pada pasal 183. Saya bagian dari anggota pansus rakan UU 11/2006 itu. kami terinsipirasi dengan dana tambahan dari dana otonomi khususnya Papua dan Jogja. Mekanismenya setiap tahun pemerintah papuan dan jogja mengajukan proposal ke pemerintah pusat.

Aceh menempuh cara lain yaitu memasukkan perintah UU dalam pasal di UU Pemerintahan Aceh itu tentang dana otonomi khusus itu. Saat itu kita minta 15% dari APBN bukan dari DAU seperti sekarang ini. Kemudian Tim Pansus DPR RI membahasnya menjadi dana otonomi khusus bukan dana tambahan seperti yang kita maksudkan tadi. Hasilnya Pansus 5% mengusulkan dari DAU disamping pajak, zakat dan bagi hasil termasuk migas juga.

Sekarang keputusannya seperti yang kita rasakan saat ini. Kita semua hampir sepakat dengan dana yang banyak di Aceh ini menjadikan Aceh masih tetap termiskin, terbodoh dan paling menganggur. Dengan fungsi yang kami miliki saat ini hak kami sudah di amputasi pemerintah Aceh yaitu hak budgeting. Jangan salahkan kami kalau ada program yang tidak cocok di hati Masyarakat.

Anggota DPD RI Utusan Aceh Rafli mengatakan, Dana yang besar tidak berorintesi pada peningkatan perekonomian rakyat. Setelah konflik dan bencana tsunami Aceh telah membuka isolasi Aceh.

Pemerintah Aceh saya lihat satu titik saja yaitu pariwisata, kita ingin Aceh itu menjadi destinasi yang viral di dunia ini. Banyak program besar yang telah dilaksanakan di Sabang, tapi tidak memperlihatkan dampak besar peningkatan kunjungan wisata kesana. Program yang dikemas untuk formalitas saja, lalu menjadi laporan yang tidak ada urusannya.

Sabang Marine Festival, Sabang Sail, penyebabnya gagal adalah kita tidak membangun itikad untuk meningkatkan ekonomi masyarakat. Tapi itikad kita adalah agar laporannya tidak jelek. Lalu kita lihat bidang pendidikan, ada 3 lembaga besar di Aceh untuk peningkatan mutu pendidikan yaitu MPD, Badan/Dinas Pendidikan Dayah dan Dinas Pendidikan Aceh. Tapi tetap saja kita paling buruk dibawah, ujar Rafli.

Pengamat Ekonomi Rustam Efendi, dalam diskusi tersebut juga menjelaskan, kebijakan dari sisi perencanaan adalah asas, konsep pelaksanaan. Posisinya sangat penting, kalau betul maka betul hasilnya, kalau salah maka salahlah hasilnya. Otonomi khusus kita sudah 75%, komposisinya semakin meningkat.

Apa yang bisa kita andalkan bank tidak bisa karena paling banyak adalah pinjaman, deposito sedikit, yang menetap itu tidak ada, potensi lain tidak ada, pengguna uang bank adalah konsumtif. Swasta tidak mampu untuk menyerap. Dimana salah kita.

Capaian sangat jelek selama 5 tahun yang lalu, ekonomi tumbuh rendah, deviasinya semakin jauh karena ada mavia-mavia ekonomi. Maka pola kebijakan yang baik untuk memperbaikinya. Kita kaya dengan pertanian, 3% sumbangsih pertanian dalam ekonomi Aceh, tapi kondisi petani yang nasibnya semakin jelek, nilai tukar petani itu dibawah 100, yang dijual hasil panen adalah untuk menutup pinjaman. Artinya petani kita tidak alokasi untuk membuat mereka kuat.

”IPM, hanya 0,4 sekian persen perbaikannya dengan dana otonomi khusus, dibanding jumlahnya besar. Angka kesempatan kerja semakin kecil peluangnya, maka harus kreatif sarjana kedepan membuka lapangan kerja sendiri, menjalankan strategi sebagai fungsinya, untuk menjalankan isu dari hasil analisis kondisi. Aceh selama ini salah strategi, tidak dianalisis isu itu dengan baik. Data harus dipakai, lihat existingnya, tidak boleh diatas meja membuat rencana. Kebijakan diperbaiki dengan analisis yang kuat dan data yang kuat,’’(A79)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *