JAKARTA, Beritalima.com– Amandemen terbatas yang bakal dilakukan MPR RI 2019-2024 bisa mengembalikan kewenangan MPR RI dalam menyusun TAP MPR RI. Ini karena dengan TAP MPR RI itu arah pembangunan nasional bisa dievaluasi sehingga presiden dalam menjalankan visi misnya tidak keluar dari TAP MPR RI itu.
Hal tersebut dikatakan Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) MPR RI, Saleh Partaunan Daulay dalam Diskusi Empat Pilar MPR RI bertema ‘Optimalisasi Pelaksanaan Sidang Tahunan MPR RI’ di Press Room Gedung Nusantara III Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (12/8).
Dalam acara itu juga tampil sebagai pembicara anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) MPR RI, Iskan Qolba Lubis dan Pakar Komunikasi Politik Universitas Bengkulu dan Ketua Program Magister Komunikasi Universitas Jayabaya Jakarta, Lely Arrianie
Menurut Saleh yang juga pimpinan Komisi IX DPR RI tersebut, Sidang Tahunan MPR RI beberapa tahun belakangan ini hanya seremonial. “Untuk itu, dengan TAP MPR RI dan haluan negara atau GBHN, MPR RI bisa mengevaluasi arah pembangunan yang sudah dijalankan presiden dalam sidang tahunan,” tegas Saleh.
Untuk itu, lanjut Saleh, perlu penguatan kewenangan MPR RI, yang tidak hanya sekadar melantik presiden dan wapres terpilih, dan sosialisasi empat pilar MPR RI, melainkan membuat haluan negara semacam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), dan TAP MPR RI. “Dengan begitu, MPR bisa melakukan evaluasi atas program dan kerja presiden.”
Kalau masih dengan Rancangan Pembangunan Jangka Pendek dan Menengah Nasional (RPJPMN) dari presiden ke presiden akan selalu berubah. “Saat kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berimbang antara SDM dan infrastruktur, tapi ketika Jokowi lebih besar ke infrstruktur. Jadi, setiap ganti presiden, arah pembangunannya berubah dan jalan sendiri-sendiri,” kata Saleh.
Selain itu dia berharap MPR RI memiliki kewenangan untuk menafsirkan UU, agar hasil legislasi yang sudah disahkan DPR RI, itu tak mudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). “Penting MPR memiliki kewenangan menafsirkan UU, agar tak mudah dibatalkan MK. Masa amandemen yang dilakukan dengan susah payah itu bisa dibatalkan sembilan orang di MK,” demikian Saleh Partaunan Daulay. (akhir)