JAKARTA, Beritalima.com– Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono meminta Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui kementerian terkait mempercepat serapan anggaran kesehatan.
Selain itu, Ibas sapaan putra bungsu keenam RI, Presiden Susilo Bambang Yudhotono ((SBY) juga meminta distribusi peralatan kesehatan juga harus dimaksimalkan.
‘’Distribusi peralatan kesehatan belum maksimal. Kami merasakan keprihatinan tenaga medis. Mereka bagaikan tentara di garis perbatasan yang hendak berperang tetapi tidak dibekali dengan senjata,’’ papar Ibas ketika menerima audiensi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) di Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta akhir pekan lalu.
Keterangan pers yang diterima awak media, Minggu (12/7), Ibas kepada IDI menegaskan, Fraksi PartaiDemokrat DPR RI akan terus mengawal kebijakan penanganan Covid-19 yang belum sesuai harapan. Penyarapan dana Covid-19 yang belum maksimal, jiga disebutkan Ibas sebagai concern FPD yang terus disampaikan kepada pemerintah.
Dalam kesempatan audiensi ini, Ketua IDI Dr Daeng M Faqih antara lain menjelaskan, realisasi pencairan insentif baru Rp 437,3 miliar untuk 99.309 tenaga medis yang menangani Covid-19 per 2 Juli 2020. Rincian 99.309 orang yang menerima insentif ini terdiri dari 43.952 tenaga medis pusat dan 55.357 tenaga medis daerah.
‘’Baru 7,80 persen dari dana insentif yang dianggarkan pemerintah Rp5,6 triliun. Pemerintah mengalokasikan Rp 3,7 triliun melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) dan dikucurkan bertahap. Itu untuk insentif tenaga kesehatan di daerah dan Rp 1,9 triliun tenaga kesehatan di pusat serta santunan kematian Rp 60 miliar. Perlu upaya akselerasi proses verifikasi pencairan insentif tenaga kesehatan,’’ kata Daeng.
Terkait hal ini, anggota Fraksi Partai Demokrat yang juga Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf mengatakan, anggaran untuk penanganan Covid-19 merupakan concern bersama.
’Kami coba merelokasi dana pendidikan Rp 5 triliun untuk mendambah relawan tenaga medis, terutama mahasiswa semester akhir yang ditugaskan di berbagai rumah sakit dan membantu pemerintah daerah. Kita pengen tahu juga apakah itu sudah benar dilakukan? Karena dana itu lumayan besar. Saat merelokasi, hampir semua anggaran dipotong untuk penangananCovid-19,” kata Dede.
Hal lain, Kemenkes menetapkan batas tertinggi pemeriksaan rapid test antibodi untuk mendeteksi virus corona (Covid-19) Rp. 150.000 yang tertuang dalam Surat Edaran Nomor HK. 02.02/I/28755/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi rapid test antibodi.
‘’Namun, belum ada standarisasi harga untuk tes swab yang saat ini harganya cukup mahal dengan besaran yang variatif. Padahal pasar semakin kompetitif, harusnya harganya menjadi lebih murah, jangan sampai tes ini menjadi ladang bisnis. Untuk itu, HET dan tata niaga untuk tes swab juga perlu ditetapkan guna memberikan kepastian harga pada masyarakat,’’ kata Daeng.
Mengenai masalah ini, anggota Fraksi Partai Demokrat di Komisi IX DPR RI, Aliyah Mustika mengatakan bakal menyampaikan ‘keluhan’ IDI ke komisi yang membidangi kesehatan dan tenaga kerja ini. ’Kita juga miris dengan masalah rapid test ini. Banyak keluarga tidak mampu yang harus diprioritaskan karena sedang hamil, misalnya,’’ kata Aliyah.
Aliyah juga menyatakan prihatin terkait banyaknya korban meninggal dari tenaga kesehatan (nakes). ’Kami juga ikut menyalurkan santunan kematian untuk nakes dan sudah tersalur senilai 294 miliar. Khusus untuk santunan kematian sudah diterima oleh 32 orang. Tentu kami tidak berharap hal ini tidak meningkat.’’
Dalam audiensi itu IDI mengungkapkan positif per 8 Juli bertambah 1.853 kasus baru yang merupakan angka tertinggi dengan total akumulatif mencapai 68.079 orang. Ada beberapa faktor yang mendorong kenaikan jumlah positif Covid-19 yang terkonfirmasi yaitu pemeriksaan orang yang datang ke rumah sakit dan orang terlacak dalam pelacakan dari kasus positif meningkat, ada peningkatan di lokasi tertentu, kemampuan laboratorium untuk memeriksa jumlah sampel meningkat.
Proses diagnostik kasus covid-19 juga lamban, ini menjadi kelemahan penanganan Covid-19 di Indonesia. ‘’Kemampuan laboratorium sangat terbatas, sehingga antrean sampel banyak dan butuh waktu kisaran 1-2 minggu hingga sampel atau diagnosanya bisa diketahui. Persoalan ini mesti segera ada solusinya dalam menghadapi kondisi yang penuh keterbatasan,’’ kata Daeng.
Pada kesempatan itu IDI menyampaikan, ketika pemerintah melonggarkan pembatasan di berbagai wilayah, jumlah tenaga medis yang meninggal juga meningkat. IDI mencatat, 48 dokter tutup usia di tengah wabah hingga 8 Juli 2020.
Daeng mengaku prihatin munculnya kasus terbaru, yakni 200 orang Calon Perwira TNI AD di Jawa Barat yang positif Covid-19. Kasus lain, 84 tenaga medis yang bertugas di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jayapura juga diketahui positif terinfeksi selama melayani pasien di RSUD Jayapura. (akhir)