Jakarta -– Fraksi PKB DPR menilai. Kekerasan seksual dikalangan masyarakat sudah sangat memprihatinkan. Karenanya Muktamar NU yang akan berlangsung di Lampung pada 22-23 Desember 2021 membahas secara khusus.
“Kami berharap pada muktamirin untuk membahas secara khusus persoalan kekerasan seksual yang kian meningkat dengan beragam modusnya. Kami berharap ada rekomendasi khusus terkait persoalan ini agar menjadi energi perjuangan kami di forum legislasi,” ujar Ketua Fraksi PKB DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal, dalam jumpa press di ruang Fraksi PKB di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (16/12/2021).
Hadir dalam kesempatan itu Sekretaris Jenderal DPP PKB M Hasanuddin Wahid yang juga anggota Komisi X DPR dan Ketua Umum PP Fatayat NU Anggia Erma Rini yang juga Waki Ketua Komisi IV DPR RI. Selain itu hadir Sekretaris Fraksi PKB Fathan Subchi dan beberapa anggota fraksi PKB DPR RI.
Cucun mengatakan peningkatan kekerasan seksual yang terjadi akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Kasus asusila tersebut terjadi hampir di semua sektor masyarakat. Baik di lingkungan kampus, perusahaan, hingga di tengah masyarakat umum. Para pelaku pun beragam dari dosen, bapak rumah tangga, anak sekolah, bahkan para mahasiswa. “Situasi ini tentu tidak bisa kita biarkan. Kami berharap ada penyelesaian secara sistematis melalui aturan dan regulasi yang lebih jelas,” katanya.
Dia mengungkapkan rekomendasi dari Muktamar NU terkait kasus kekerasan seksual sangat diperlukan oleh Fraksi PKB sebagai representasi politik kaum nahdliyin. Diharapkan arahan para masyayikh, para ulama, para pengurus nadhliyin di semua level dari seluruh Indonesia akan mampu merumuskan secara komprehensif rumusan masalah kekerasan seksual dan alternatif solusinya. “Kekerasan seksual ini kan banyak faktor pemicunya baik dari unsur sosiologis, ekonomi, maupun budaya. Kami memohon ada kajian khusus terkait penyebab dan alternatif solusi yang ditawarkan,” katanya.
Cucun menegaskan kajian dan bahasan di forum Muktamar NU terkait kekerasan seksual akan sangat lengkap jika benar-benar dilakukan. Dalam forum tersebut kekerasan seksual akan dibahas dari kajian fiqh, sosiologis, hingga unsur budaya masyarakat. “Kajian ini tentu akan sangat penting menjadi patokan kami dalam memperjuangkan pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasa Seksual (TPKS) yang saat ini belum juga selesai dilakukan,” katanya.
Salah satu penganjal pengesahan RUU TPKS, kata Cucun adalah perbedaan cara pandang perumusan definisi kekerasan seksual di antara fraksi-fraksi di DPR. Perbedaan cara pandang ini cukup dalam karena dipengaruhi cara pandang keagamaan masing-masing fraksi.
“Jika Muktamar NU sebagai forum tertinggi organisasi keislaman terbesar telah merumuskan cara pandang keagamaan dalam menyikapi RUU TPKS ini maka dampaknya akan sangat besar baik bagi kami fraksi PKB maupun masyarakat umum, sehingga bisa mempercepat pengesahan RUU TPKS,” katanya.
Anggota Komisi III DPR RI ini menegaskan PKB sejak awal dalam posisi mendukung pengesahan RUU TPKS. Posisi tersebut untuk memastikan jika para korban kekerasan seksual mendapatkan perlindungan dan kasus kekerasan seksual bisa dicegah sedini mungkin. Selain itu Undang-undang existing seperti KUHP dan KUHAP harus diakui mempunyai beberapa kelemahan mendasar untuk melindungi korban kekerasan seksual.
“Oleh karena itu sesuai amanat dari Ketum DPP PKB Gus Muhaimin Iskandar kami all out mendukung pengesahan RUU TPKS,” katanya.(ar