Fraksi PKS Resmi Gulirkan Pansus Skandal PT Asuransi Jiwasraya dan Interpelasi BPJS Kesehatan

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI resmi menggulirkan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) skandal PT Jiwasraya yang diperkirakan merugikan keuangan negara sekitar Rp 13,7 triliun dan Hak Interpelasi kenaikan iuran Badan Penyelenggara (BPJS) khususnya premi kelas III mandiri.

Peresmian pembentukan Pansus skandal PT Asuransi Jiwasraya dilakukan dengan penandatangan dokumen pembetukan Pansus yang dilakukan seluruh Anggota Fraksi PKS DPR RI di Ruang Fraksi PKS DPR RI, lantai Tiga Gedung Nusantara I Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, (Rabu, 15/1).

Menurut Ketua Fraksi PKS DPR RI, Jazuli Juwaini inisiatif Fraksi dilakukan berdasarkan aspirasi rakyat yang diserap anggota saat mereka melakukan kunjungan konstituen pada masa Reses DPR RI lalu . Rakyat menginginkan agar DPR serius menyelidiki kasus Jiwasraya dan merespon kenaikan iuran BPJS kelas III mandiri yang sangat memberatkan sebagian besar rakyat Indonesia.

Kami Fraksi PKS, jelas Jazuli, mendapat banyak aspirasi dari masyarakat selama masa reses kemarin untuk membongkar kasus Asuransi Jiwasraya yang bernilai triliunan, juga menangkap keberatan rakyat atas kenaikan iuran BPJS khususnya untuk kelas III mandiri.

“Dua kasus tersebut mengancam perekonomian serta merugikan negara dan masyarakat, khususnya rakyat kecil. Jika borok-borok ini dipelihara, dia akan merongrong kesatuan republik Indonesia yang kita cintai ini,” kata wakil rakyat dari Dapil Provinsi Banten tersebut.

Untuk itu, lanjut anggota Komisi I DPR RI tersebut, Fraksi PKS memutuskan secara resmi untuk mengajukan pembentukan Pansus Asuransi Jiwasraya dan penggunaan Hak Interpelasi yang dimiliki anggota dewan terkait kenaikan iuran BPJS khusunya untuk kelas III mandiri karena senyatanya telah berdampak dan memberatkan rakyat.

Secara konstitusional, berdasarkan Pasal 20A UUD 1945, DPR memiliki Hak Interpelasi, Angket, dan Menyatakan Pendapat. “Pembentukan Pansus Jiwasraya dan penggunaan Hak Interpelasi BPJS sangat penting agar dapat mengungkap kasus Jiwasraya secara terang benderang dan komprehensif serta agar dalam penyelesaian kasus ini tidak salah sasaran, tidak salah ungkap dan salah tangkap.”

Selanjutnya, Fraksi PKS akan memperjuangkan dan mengajak sebanyak mungkin Anggota DPR lintas Fraksi untuk mendukung pembentukan Pansus Jiwasraya dan Interpelasi BPJS sehingga dapat segera disahkan di Paripurna DPR RI.

Anggota Fraksi PKS yang juga Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid, yang turut hadir dalam konferensi pers menegaskan, anggaran negara harus diperuntukan buat rakyat dan tidak membebani rakyat. “Jadi, kalau ada penyimpangan dan korupsi harus dibongkar,” tegas politisi senior ini.

Ada beberapa alasan mengapa kasus Asuransi Jiwasraya dan BPJS harus diusut. PT Jiwasraya misalnya, memiliki potensi kerugian negara yang sangat besar, hingga mencapai Rp 13,7 Triliun. “Ini jauh lebih besar dari skandal Bank Century,” ujar Sekretaris Fraksi PKS DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah.

Jiwasraya masih memiliki utang dan liabilitas yang terus meningkat dimana September 2019 kewajibannya mencapai Rp. 49,6 triliun. Ada sekitar 5,2 juta orang yang terdampak dengan kerugian yang dialami PT Asuransi Jiwasraya. Apalagi, ada indikasi kejahatan sistematis dalam kasus ini.

“Kami mencium adanya indikasi fraud yang terorganisir (organized crime) dan kecurangan di balik kasus Jiwasraya sejak tahun 2013,” jelas Ledia yang juga Ketua DPP Bidang Kewanitaan PKS ini

Indikasi fraud yang sudah berlangsung lama tersebut terkait akibat dari lemahnya pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Dengan demikian, kasus yang melilit PT Asuransi Jiwasraya itu bersifat kompleks dan multidisiplin sehingga Fraksi PKS DPR RI akan mendorong terbentuknya pansus untuk mengusut kasus ini.

Selain itu, Fraksi PKS sangat menyayangkan adanya kenaikan iuran BPJS, khususnya pada premi kelas III Mandiri yang diperuntukkan buat masyarakat bukan penerima gaji atau berpenghasilan rendah. Kementerian Kesehatan dan Komisi IX DPR RI sebelumnya sepakat tidak menaikkannya.

Bahkan pemerintah mengusulkan tiga alternatif jika premi untuk peserta kekompok mandiri ini naik. “Dari ketiga alternatif itu, pemerintah memilih alternatif kedua yakni menggunakan surplus pembayaran klaim PBI untuk mencegah kenaikan premi kelas III Mandiri” ujar Wakabid Kesra Fraksi PKS DPR RI, Netty Prasetyani.

Namun, pemerintah malah mengingkari keputusan dan kesepakatan yang dibuat dengan DPR. “Kalau kita analogikan pakai lagu, kau yang memulai kau pula yang mengakhiri. Kenaikan itu tetap berlaku mulai 1 Januari 2020, termasuk untuk kelas III Mandiri,” demikian Netty Prasetyani. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *