SURABAYA, Beritalima.com-
Setiap tahun ajaran baru, para orang tua disibukkan dan dibuat pusing oleh PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) system zonasi.
Bahkan banyak dari mereka sampai harus memindahkan KK anaknya ke saudara, teman, bahkan orang tak dikenal yang rumahnya berdekatan dengan sekolah, hanya karena ingin anaknya bersekolah di SMAN dan SMKN.
Ribetnya mendapatkan Sekolah Menengah Atas negeri ataupun Sekolah Menengah Kejuruan Negeri membuat para orang tua bertahun-tahun melakukan demo, mereka memprotes kebijakan kementerian pendidikan yang tidak relevan dengan keadaan di lapangan.
Menanggapi polemik tersebut, anggota DPRD provinsi Jatim Fuad Bernardi menyatakan setuju ketika mendapat informasi bahwa PPDB System Zonasi ditiadakan.
“Saya sebenarnya setuju kalau system zonasi ini dievaluasi dan ditiadakan. Kita kembali pada kemampuan prestasi akademik dan non-akademik. Sehingga anak-anak benar-benar belajar untuk meraih prestasinya. Tidak bergantung pada orang tua yang mencari cara-cara yang kadang kebablasan, hanya karena anaknya ingin bisa masuk ke sekolah negeri,” ujar putra sulung calon gubernur Jatim Tri Rismaharini ini.
Namun politisi PDI-P ini mengakui bahwa PPDB System Zonasi yang digagas oleh mantan menteri Pendidikan Muhajir Efendi ini juga memiliki banyak kelebihan.
“Saya sebenarnya tidak menyalakan 100% kebijakan zonasi, asalkan kebijakan zonasi itu juga diiringi dengan kebutuhan sekolah ataupun fasilitas kebutuhan infrastruktur sekolahnya itu yang memadai. Karena lulusan SMP tidak semuanya tertampung di SMAN dan SMKN ataupun swasta. Lalu larinya kemana, ya ke pondok pesantren,” sambung anggota komisi E DPRD provinsi Jatim ini.
Menurut Fuad, pihaknya akan coba mendorong bagaimana pembangunan infrastruktur sekolah, terutama di Kota Surabaya, baik SMAN atau SMKN nya bisa ditambah jika kebijakan yang terkait zonasi dipertahankan oleh menteri Pendidikan.
Bukan hanya di kota Surabaya, tetapi di daerah terpencil di wilayah Jawa Timur ini, Fuad juga akan mengawal dan mendorong pemerintah agar menyediakan dan memfasilitasi infrastruktur sekolah di setiap kecamatan, untuk memudahkan anak-anak mendapatkan fasilitas pendidikan di tingkat sekolah menengah atas.
“Setiap saya ketemu dengan tokoh-tokoh masyarakat, baik di kota maupun di daerah pedalaman yang terpencil, seperti
di Tulungagung, mereka selalu menyampaikan persoalan yang sama terkait kebijakan PPDB System Zonasi. Karena di banyak kecamatan tidak terdapat sekolah negeri, baik SMP, SMA dan SMK. Ini yang membuat saya prihatin. Karena kemudian, banyak anak-anak usia sekolah terpaksa tidak sekolah karena jarak sekolah nya terlalu jauh yang memakan banyak biaya, dan mereka terpaksa bekerja membantu orang tuanya,” keluhnya.
Kemudian Fuad menceritakan perihal ibundanya Tri Rismaharini yang pernah menjadi walikota Surabaya dua periode.
Tri Rismaharini pernah membuat kebijakan sekolah itu untuk menampung anak-anak yang memang mereka itu juga membantu orang tuanya bekerja.
Di sekolah itu, ada kebijakan bahwa anak-anak pinggiran yang harus membantu orang tuanya bekerja ini, mendapatkan dispensasi khusus, yaitu dalam seminggu mereka boleh bersekolah selama 2-3 kali saja. Sehingga kedua orang tuanya tidak keberatan karena anak-anak mereka tetap bisa membantu mencari nafkah untuk kebutuhan sehari-hari mereka.
“Konsep seperti itu mungkin perlu diadopsi oleh Pemkab lain, sehingga memang akhirnya anak-anak tersebut bisa bersekolah dan mendapatkan ijazah, terutama yang paling penting bisa lulus dan dapat ijazah untuk kebutuhan bekerja di perusahaan, yang pada akhirnya bisa mensejahterakan kehidupan keluarga mereka,” pungkasnya.(Yul)