SURABAYA, beritalima.com|
Gaduh pernyataan Menkes Budi Gunadi Sadikin soal BPJS Kesehatan orang kaya dalam rapat kerja Komisi IX DPR RI sempat menjadi sorotan publik beberapa waktu lalu. Dalam klarifikasinya, Budi menyebut bahwa layanan BPJS Kesehatan adalah hak semua elemen masyarakat, baik kaya ataupun miskin.
Pernyataan tersebut ditanggapi oleh Komisi IX DPR dari Fraksi PDI-P Rahmad Handoyo yang menuturkan bahwa BPJS Kesehatan memang ditujukan untuk semua warga, tanpa terkecuali. Menurutnya, akar persoalan BPJS Kesehatan bukan perihal kaya atau miskin, melainkan banyak ditemukannya orang kaya dalam sistem Penerima Bantuan Iuran (PBI) karena salah sasaran.
Merespons hal itu, Pakar Kebijakan Publik Universitas Airlangga (UNAIR) Dr Antun Mardiyanta Drs MA mengatakan bahwa data membuktikan bahwa selama ini BPJS Kesehatan menanggung beban pengobatan orang-orang kaya atau bahkan konglomerat. Maka, pemerintah perlu mengadakan evaluasi dan penyempurnaan kebijakan tentang permasalahan tersebut.
“Tetapi harus diingat bahwa sejak awal, BPJS Kesehatan memang ditujukan untuk semua warga tanpa kecuali. Karenanya, semua warga diwajibkan menjadi peserta BPJS Kesehatan sesuai kondisi dan status masing-masing,” ucapnya.
Pemutakhiran Data Kemampuan Ekonomi
Menyinggung persoalan Penerima Bantuan Iuran (PBI), Antun menyarankan agar pemerintah memiliki data terkait kemampuan ekonomi seluruh warga Indonesia beserta kategori statusnya yang relevan dengan PBI.
“Data by name by adress yang dinamis. Artinya selalu di-update tiap tahun. Penerima PBI harus diputuskan berdasar pada data yang benar, valid, dan update dari waktu ke waktu. Tentu data ini tidak hanya berguna untuk PBI BPJS Kesehatan, tetapi juga sangat bermanfaat untuk berbagai kebijakan pemerintah yang lain, seperti bantuan sosial, berbagai kebijakan afirmasi, dan sebagainya. Ini adalah masalah yang selalu berulang dan belum ditangani secara serius,” jelas Antun.
Lebih lanjut, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) itu menuturkan, jika pemerintah berniat untuk menyelesaikan persoalan ini dengan sungguh-sungguh, maka data PBI harus segera dipersiapkan dan harus tetap sasaran.
“Di samping itu, pemerintah juga perlu mendesain kebijakan yang proper dengan menggunakan instrumen-instrumen kebijakan yang inovatif-solutif berbasis data (evidence based public policy).
Nilai gotong-royong dan keadilan harus tercermin dalam setiap kebijakan pemerintah. Perdebatan rancangan alternatif kebijakan berbasis data perlu diberi ruang agar publik yakin bahwa kebijakan yang dipilih akuntabel,” tukasnya. (Yul)