JAKARTA, beritalima.com – Dua Warga Negara Asing Singapura ditetapkan penyidik KLHK sebagai tersangka atas kasus impor limbah tanpa izin. Dua WNA tersebut diantaranya berinisial LSW dan KWL Direktur PT ART sebagai tersangka kasus memasukan 87 kontainer limbah berupa skrap plastik yang terkontaminasi limbah B3 ke wilayah NKRI.
“Berdasarkan keterangan tersangka, 87 kontainer limbah diimpor dari Hongkong, Spanyol, Kanada, Australia, dan Jepang. Masuk ke Pelabuhan Tanjung Priok 13 Juni 2019 lalu,” ujar Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Kamis (3/10/2019) di Lantai IV, Gedung Manggala Wanabakti, Senayan, Jakarta.
Ia pun menyatakan, yang berjumlah 24 kontainer berada di Kawasan Berikat PT. Advance Recycle Technologu (ART), di Cikupa Tanggerang, sedangkan yang 63 kontainer lagi masih di Pelabuhan Tanjung Priok. Namun saat memproses barang bukti, penyidik menemukan skrap plastik terkontaminasi limbah B3 berupa Printed Circuit Board (PCB), remote control bekas, baterai bekas, dan kabel bekas.
Ditegaskan Roy panggilan akrabnya Rasio Ridho Sani, akan menindak tegas pelaku yang memasukan limbah B3 ke wilayah NKRI tanpa izin. “Kita tidak boleh menjadikan negara kita tempat untuk pembuangan sampah, limbah B3 karena berdampak terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup. Pelakunya harus dihukum seberat – beratnya, harus ada efek jera agar tidak terjadi lagi,” ucapnya.
Ia pun menandaskan bahwa penetapan tersangka WNA Singapura dalam kasus impor limbah tanpa izin, pertama kali dilakukan Gakkum KLHK sejak UU No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ditetapkan. Roy pun menambahkan, kejahatan ini merupakan kejahatan yang sangat serius. Ancaman pidana dan denda bagi pelaku yang memasukan limbah B3 ke Indonesia tanpa izin.
“Paling berat dibandingkan dengan kasus – kasus pidana lingkungan lainnya mencapai 15 tahun penjara dan denda Rp15 miliar,” jelasnya.
Rasio Ridho Sani pun menegaskan bahwa penyidik KLHK tengah mendalami dugaan pidana lainnya yang dilakukan LSW sebagai Direktur PT. AST terkait dengan pengelolaan limbah B3 tanpa izin yang ditemukan di lokasi PT. ART di kawasan Berikat di Cikupa Tanggerang. Jumlah limbah B3 yang dikelola tanpa izin oleh LSW sebanyak 580 ton yang dikemas dalam Nickel Coumpound dan Batu Cu.
“Apabila terbukti maka pelaku dikenakan ancaman pidanan lainnya, yaitu setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin dipidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar,” tandasnya kepada awak media.
Sementata diterangkan Yazid Nurhuda, Direktur Penegakan Hukum Pidana mengatakan bahwa terungkapnya kasus ini berawal dari permohonan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean A Tangerang kepada Direktorat Verifikasi Pengelolaan Limbah BB, agar bersama-sama memeriksa limbah yang sudah berada di Kawasan Berikat Tangerang itu.
“Permintaan itu berkaitan dengan Permendag No.31 Tahun 2016 tentang Ketentuan impor Limbah Non-B3 yang menetapkan persetujuan impor dapat diterbitkan setelah mendapat rekomendasi dari KLHK dan Kementerian Perindustrian. Namun sampai 22 Agustus 2019, KLHK belum pernah menerima pengajuan rekomendasi impor limbah non-B3 dari PT ART,” imbuhnya. ddm