SURABAYA, beritalima.com – Masih banyaknya pekerja di Surabaya yang belum terlindungi jaminan sosial mendorong pihak-pihak terkait di Surabaya mengadakan rapat koordinasi.
Rapat koordinasi pelaksanaan program BPJS Ketenagakerjaan yang digagas Kejaksaan Negeri Surabaya selaku Jaksa Pengacara Negara (JPN) ini melibatkan para SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) se-Surabaya.
Dari 8 SKPD yang diundang dalam rakor tahap pertama, Senin (25/4/2016), hadir 6 SKPD, yakni Dinas Pendidikan, Dinas Perhubungan, Dinas Kominfo, Disbudpar, Dinas Pertanian, dan Dinas Koperasi. Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial tidak hadir.
Empat Kepala Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan seSurabaya Raya, yakni Kakacab Karimunjawa, Darmo, Rungkut, dan Perak, semua hadir dalam pertemuan ini. Sedangkan dari pihak kejaksaan, selain Kejari Kota Surabaya juga Kejari Tanjung Perak.
Rakor ini dipimpin Kasi Datun Kejari Perak, Agus Chandra SH MH selaku JPN. Agus mengatakan, sangat berharap pada para SKPD untuk membantu kelancaran tugas BPJS Ketenagakerjaan dengan memberikan data tentang lembaga-lembaga yang ada dalam naungan SKPD masing-masing.
“Sebenarnya BPJS Ketenagakerjaan Surabaya Raya sudah mempunyai data lembaga-lembaga itu. Akan tetapi, kevalidtannya ada di SKPD-SKPD,” tukas Agus.
Dia melanjutkan, setelah para SKPD memberikan data lembaga-lambaga yang dimaksud, lembaga-lembaga ini akan diundang untuk diminta menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Di sela acara, pada beritalima.com, Agus juga mengungkapkan fungsi SKPD sebagai pengawas lembaga-lembaga yang dinaungi. Maksudnya, dengan perannya itu SKPD diharap mau mengarahkan lembaga-lembaga yang dinaungi untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
“Kita butuh kerjasama dengan SKPD-SKPD sebagai peran serta dari pemerintah daerah untuk membantu memberikan pemahaman pada lembaga-lembaga yang dinaungi,” tandas Agus.
Kepala Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Karimunjawa, Heru Prayitno SH, mengatakan, dari 1.475.980 tenaga kerja yang ada di Surabaya, baik pekerja penerima upah (formal) maupun bukan penerima upah (informal), yang terlindungi jaminan sosial atau jadi peserta BPJS Ketenagakerjaan baru 34,24% atau 505.331 pekerja.
Padahal, lanjut Heru, menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan itu hukumnya wajib bagi semua pekerja. Padahal pula, tambahnya, manfaat program-program BPJS Ketenagakerjaan sangat besar bagi pekerja yang mengalami kecelakaan kerja, buat kelanjutan hidup keluarga yang ditinggal pekerja meninggal, dan untuk bekal hidup di masa tua.
Bahkan tidak hanya itu, bagi pemberi kerja yang tidak mendaftarkan pekerjanya menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, menurut undang-undang juga bisa dikenai sanksi. Sanksi itu diantaranya teguran tertulis, sanksi denda, dan sanksi tidak mendapt layanan publik.
Untuk menunjukkan bahwa manfaat program BPJS Ketenagakerjaan cukup besar, dalam rakor tersebut diawali dengan penyerahan santunan kepada ahli waris tiga peserta yang meninggal dunia. Yang pertama kepada ahli waris peserta Prihudoyo, yang meninggal di waktu kerja, mendapat santunan sebesar Rp 319.607.140,-.
Berikutnya kepada ahli waris peserta Wawan Iswanto, meninggal dalam perjalanan pulang kerja, mendapat sejumlah Rp 152.275.830,-. Dan yang terakhir kepada ahli waris peserta almarhum Nur Rahmad, yang meninggal karena sakit, menerima santunan Rp 34.985.980,-.
Heru menuturkan, itulah manfaat program BPJS Ketenagakerjaan. Maksudnya, ketika peserta meninggal, keluarga yang ditinggalkan tidak sampai jatuh miskin. (Ganefo)