Gandeng Stakeholder, Petrokimia Gresik Cari Solusi, Antisipasi Peningkatan Pangan Nasional

  • Whatsapp
BOD PG berfoto bersama para pembicara di Kegiatan FGD Journey of National Food Security

GRESIK,beritalima.com-Petrokimia Gresik menggandeng sejumlah stakeholder untuk mencari solusi bersama atas kebutuhan pangan nasional yang terus meningkat melalui Forum Group Discussion (FGD) bertajuk “Journey of National Food Security: Current Status & Future Perspective” di Gresik, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.

Direktur Utama Petrokimia Gresik, Dwi Satriyo Annurogo yang hadir sebagai salah satu narasumber menyampaikan bahwa, pada momen Indonesia Emas tahun 2045 diproyeksikan kebutuhan beras nasional mencapai 35,5 juta ton/tahun, atau meningkat 5,5 juta ton dari kebutuhan beras nasional saat ini, yakni 30 juta ton/tahun.

“Indonesia selama tiga tahun terakhir memang tidak melakukan impor beras karena kebutuhan beras mampu dipenuhi dari produksi dalam negeri. Tapi bukan berarti kita bisa santai-santai, swasembada beras ini justru harus kita pertahankan untuk menghadapi kebutuhan pangan nasional yang akan terus melonjak,” ujarnya.

Peningkatan kebutuhan beras sebanyak 5,5 juta ton di tahun 2045 ini, disampaikan Dwi Satriyo, setara dengan produktivitas beras tertinggi untuk provinsi di Indonesia, dalam hal ini Jawa Timur. Sehingga dapat diasumsikan butuh tambahan lahan sekitar 1,2 juta Hektare atau seluas lahan pertanian di Jawa Timur untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut di tahun 2045.

Padahal berdasarkan data Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), tren luas lahan pertanian di Indonesia justru semakin menurun dari tahun ke tahun. Untuk itu, Dwi Satriyo mendorong adanya terobosan melalui strategi intensifikasi atau optimalisasi lahan pertanian yang sudah ada guna peningkatan produktivitas beras dalam negeri. Sesuai hasil penelitian, produktivitas beras di tanah air masih bisa digenjot hingga 77 persen melalui strategi intensifikasi.

“Penelitian ini diperkuat dengan hasil demplot (demonstration plot) kami dimana produktivitas padi di Indonesia yang rata-rata 5,2 juta ton per Hektare, di beberapa daerah bisa meningkat hingga 8 sampai 9 juta ton per Hektare,” ungkap Dwi Satriyo.

Sebagai solusi untuk peningkatan produktivitas pertanian, di usia ke-50 tahun ini Petrokimia Gresik kembali menghadirkan sederet pupuk non subsidi berkualitas, seperti NPK Phonska Alam yang diperuntukkan untuk pertanian organik, ZA Plus, Phosgreen, dan Petroganik Premium sebagai alternatif substitusi pupuk ZA, SP-36 dan Petroganik yang saat ini tidak lagi disubsidi oleh pemerintah.

“Harga pupuk nonsubsidi terbaru milik Petrokimia Gresik terbilang terjangkau, dibanding harga pupuk komersial pada umumnya. Dan kualitasnya pun tidak perlu diragukan lagi, karena telah teruji mampu meningkatkan produktivitas pertanian di beberapa daerah,” ujar Dwi Satriyo.

Lebih lanjut Dwi Satriyo mengungkapkan, untuk meningkatkan produktivitas pertanian dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan yang akan terus meningkat, selain dibutuhkan sarana produksi pertanian yang memadai, tentunya juga dibutuhkan SDM pertanian yang handal. Oleh karena itu, isu regenerasi petani juga menjadi salah satu tantangan yang harus dicari solusinya saat ini.

Hal ini diamini Senior Executive Vice President (SEVP) Marketing Operation Pupuk Indonesia, Gatoet Gembiro Nugroho. Ia mengatakan, dengan kondisi saat ini mau tidak mau peningkatan produktivitas pertanian dan regenerasi petani harus berjalanan beriringan.

Untuk itu, Pupuk Indonesia dan anak usahanya, termasuk Petrokimia Gresik, terus melakukan upaya-upaya untuk menjadikan sektor pertanian menjadi lebih prospektif dan menguntungkan bagi petani, salah satunya melalui Program MAKMUR.

Program MAKMUR merupakan ekosistem pertanian terintegrasi dari hulu hingga hilir, dengan menggandeng banyak stakeholder, mulai dari petani, pemerintah daerah, perbankan sebagai penyedia modal, produsen pupuk untuk menjamin ketersediaan pupuk dan mengawal budidaya pertanian, serta lembaga asuransi hingga offtaker untuk menjamin pembelian hasil pascapenen.

Melalui ekosistem pertanian yang terintegrasi, program MAKMUR tidak hanya bertujuan untuk menggenjot produktivitas pertanian, tetapi bermuara pada peningkatan kesejahteraan atau Nilai Tukar Petani (NTP). Apabila sektor pertanian menjadi sangat menguntungkan atau prospektif, maka akan lebih mudah untuk menarik minat generasi muda terjun ke sektor ini.

“Dengan demikian, Program MAKMUR ini selain dapat menjadi solusi atas kebutuhan pangan nasional melalui peningkatan produktivitas pertanian, juga dapat menjadi solusi keberlanjutan dan masa depan pertanian Indonesia apabila semakin banyak generasi muda yang terjun ke sektor ini karena dianggap prospektif dan menguntungkan,” tandas Gatoet.

Sementara itu, narasumber lain yang hadir dalam FGD ini antara lain Sekretaris Lembaga Pengembangan Pertanian (LPP) PBNU, Tri Chandra Aprianto; Sekretaris Dewan Pengarah Komunitas Alumni Perguruan Tinggi (KAPT), Bambang Sutrisno; dan Kepala Balai Penelitian Tanah, Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, Ladiyani Retno Widowati.

Retno mengatakan salah satu kunci peningkatkan produktivitas pertanian adalah pupuk yang memiliki porsi 25 hingga 40 persen dari keberhasilan pertanian, di samping unsur lain seperti air. Oleh karena itu, peranan Petrokimia Gresik dalam menghasilkan produk berkualitas sehingga mampu meningkatkan produktivitas pertanian akan mampu menjadi salah satu solusi kebutuhan pangan nasional,.

Selain itu, Retno juga menyoroti masalah produktivitas pertanian juga dipengaruhi unsur tanah yang mengalami degradasi karena pengelolaan yang kurang tepat. Sehingga dibutuhkan edukasi bagi petani terkait pemupukan berimbang. Dalam hal ini, Petrokimia Gresik juga telah memiliki layanan Mobil Uji Tanah yang bisa dimanfaatkan secara gratis oleh petani untuk mendapatkan formulasi pemupukan yang tepat bagi tanaman sesuai dengan kondisi lahan pertanian yang dimiliki petani.

“Intinya diperlukan dukungan semua pihak sesuai peran dan porsinya masing-masing agar produktivitas pertanian di Indonesia bisa terus meningkat, mulai dari petani, produsen pupuk, pemerintah maupun stakeholder lainnya,” tandas Retno.(*)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait