JAKARTA, Beritalima.com– Legislator Dapil II Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) di Komisi V DPR RI, membidangi Infrastruktur, Transportasi dan Perumahan Rakyat, Suryadi Jaya Purnama mendesak pihak terkait yakni PT Adhi Karya (Persero) dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menuntaskan permasalahan tiang monorel yang berdiri di sepanjang jalan Asia Afrika dan Kuningan, Jakarta.
Soalnya, keberadaan tiang monorel tersebut mengganggu pengguna jalan. “Dan, bahkan September lalu pengendara kendaraan roda dua menjadi korban akibat menabrak tiang yang berdiri di tengah jalan raya tersebut,” ungkap Suryadi dalam keterangannya kepada Beritalima.com, Jumat (23/10) pagi.
Seperti diketahui sejarah tiang monorail itu dimulai 2004. Ketika itu terjadi kesepakatan kerjasama antara Pemprov DKI Jakarta dengan PT ITC sebagai pihak investor. Selain sebagai investor, PT ITC bersama Hitachi juga bertugas membangun dan menyediakan sarana monorail, kemudian mengelola operasional transportasi masssal itu untuk 30 tahun.
Sesuai dengan kesepakatan, kata Suryadi, setelah 30 tahun, aset Monoreil diserahkan kepada Pemprov DKI Jakarta. Namun, tahun itu juga, proyek berpindah tangan ke konsorsium PT Jakarta Monorail (JM) dan Omnico Singapura.
Tahun berikutnya, PT Omnico gaga; menyetor modal monorel dan membuat proyek itu terhenti sehingga tiang pancang yang sudah terbangun menjadi terbengkalai hingga saat ini.
Pada masa jabatan Gubernur DKI Jakarta dipercayakan kepada Fauzi Bowo, proyek monorel ini akhirnya dihentikan karena tidak kunjung membuahkan hasil.
Pemberhentian proyek ini membuat PT JM menuntut ganti rugi investasi kepada Pemprov DKI Rp 600 miliar. Agar tidak berlarut-larut Pemprov DKI meminta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit dan memberikan rekomendasi untuk memberikan ganti rugi proyek kepada PT JM maksimal Rp 204 miliar.
Sayangnya, PT JM menolak angka yang ditawarkan BPKP, sehingga nasib monorail terkatung-katung hingga kini. Pada sisi lain Ortus Holding, selaku pemegang saham mayoritas PT JM dan PT Adhi Karya masih terlibat dalam sengketa harga ganti rugi tiang pancang tersebut.
PT Adhi Karya meminta Ortus melunasi pembayaran tiang senilai Rp 193 miliar. Ortus hanya bersedia membayar ganti rugi tiang Rp 130 miliar. Sesuai keputusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan 2012, status kepemilikan tiang-tiang monorel itu menjadi hak PT Adhi Karya.
Akibat adanya proyek LRT yang melewati Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, PT Adhi Karya berencana membongkar dengan biaya sendiri beberapa tiang monorel yang mangkrak tersebut. Kenyataannya tiang-tiang monorel masih berdiri di jalan tersebut dan di Jl. Asia Afrika kawasan Senayan.
Melihat kronologi pembangunan LRT tersebut, Suryadi mengatakan, sebaiknya tiang monorel yang masih tersisa segera dicabut pemiliknya, yaitu PT Adhi Karya. Soalnya, keberadaan tiang yang mangkrak tersebut tidak sedap dipandang.
Selain itu, tiang monorel ini juga membahayakan keselamatan pengguna lalu lintas seperti kejadian tewasnya pengendara sepeda motor 27 September 2020 karena menabrak tiang monorel di Jl HR Rasuna Said.
Hal ini membuat segala usulan estetika apapun tanpa mencabut tiang-tiang monorel tersebut adalah mustahil. Alternatif lain, mengingat pada 2010, BPKP melakukan audit terakhir terhadap tiang-tiang monorel. Kala itu nilainya mencapai Rp 130 miliar dan diperkirakan mengalami penyusutan.
Karena itu, tiang itu harus dicabut. Namun, karena masih ada nilainya, dapat dimanfaatkan untuk keperluan lainnya. Perlu adanya kajian dan ketentuan peraturan dari Pemprov DKI Jakarta dengan PT Adhi Karya agar tiang-tiang itu dimanfaatkan untuk keperluan lainnya sehingga tak terlalu membuat kerugian lebih besar bagi PT Adhi Karya.
Seperti pada Asian Games 2018 yang lalu, kata Suryadi, tiang-tiang monorel menjadi display promosi Asian Games. “Namun, tak diketahui, ke mana uang pemasukan iklan-iklan tersebut,” demikian Suryadi Jaya Purnama. (akhir)