JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Dr H Mulyanto prihatin mendengar berita pesawat N250 karya anak bangsa, Presiden Burhanuddin Jusuf (BJ) Habibie dimuseumkan.
Setelah dua dekade tidak tersentuh, akhirnya PT Dirgantara Indonesia (DI) menghibahkan pesawat bernama Gatot Kaca itu kepada TNI Angkatan Udara untuk dijadikan salah satu koleksi Museum Pusat Dirgantara Mandala (Pusdirla) Yogyakarta. Serah terima rencananya dilakukan 25 Agustus 2020.
“Padahal 10 Agustus lalu, insan iptek bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperingati 25 tahun Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas), yakni hari dimana diterbangkan pertama kali N-250 Gatot Kaca yang 100 persen made in Indonesia. Cukup memilukan hati,” ujar Mulyanto kepada Beritalima.com, Senin (24/8).
Mulyanto yang meraih gelar doktor di Tokyo Institute of Technology Tokodai) Jepang menilai, keputusan memuseumkan pesawat N250 adalah sebuah ironi dalam pencapaian iptek dan inovasi nasional. Pesawat N250 yang semula digadang-gadang sebagai produk unggulan inovasi Indonesia, kini ternyata berakhir tragis menjadi barang koleksi semata.
“Pemuseuman tersebut dapat dipandang sebagai ujung gelap dari dunia Iptek dan inovasi. Seperti isyarat kepada masyarakat ilmiah, bahwa Iptek dan inovasi itu bukanlah sesuatu yang penting.
Produk yang dihasilkannya kelak hanya akan mengisi museum, yang indah dipandang mata. Bukan produk yang secara ekonomi, Hankam dan sosial kemasyarakatan bermanfaat secara luas”, tegas Mulyanto.
Penilaian itu, kata wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Baten itu, bukan tanpa alasan. “Sekarang coba tengok, apakah program pengembangan produksi pesawat sejenis ini masuk ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN)? Tidak kan?!”
Pesawat R-80 dan pesawat N-245 dicoret dari program PSN. Bandingkan antara anggaran riset vaksin Corona dengan biaya jasa para buzzer dan influencer, tidak ada apa-apanya. “Apalagi dibandingkan dengan APBN 2021 yang disiapkan untuk membeli vaksin impor Rp 25 triliun. Sangat jomplang. Kita masih senang menjadi bangsa pembeli, ketimbang menjadi bangsa pembuat,” imbuh Mulyanto.
Wakil Ketua Fraksi PKS bidang Industri dan Pembangunan itu sangat menyayangkan sikap Pemerintah pimpinan Presiden Jokowi yang tidak fokus dalam pengembangan Iptek dan inovasi nasional, baik dari aspek kelembagaan maupun pendanaan. Pemerintah dinilai lebih senang pada program-program populis meskipun tidak strategis.
“Soal Esemka misalnya. Sampai sekarang kita belum pernah melihat wujudnya seperti apa. Padahal awalnya produk ini digadang-gadang akan menjadi mobil nasional,” tukas Mulyanto.
Untuk itu, Mulyanto mendesak Pemerintah membangun ekosistem pengembangan iptek dan inovasi nasional secara lebih serius, agar pembangunan iptek terintegrasi dengan pembangunan ekonomi.”Bikin pesawat itu susah. Tapi nyatanya kita mampu dan bisa.”
Dikatakan, sudah banyak tenaga ahli yang kita miliki. Jadi, soalnya bukan pada kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) secara teknologis. N-250 si Gatot Kaca, kita buat dan terbang.
“Persoalan utamanya pada ekosistem inovasi yang belum terintegrasi dan utuh dari hulu ke hilir, dari ide, invensi, inovasi, sampai produk unggul yg diserap pasar secara bekelanjutan. Ekosistem pembangunan inovasi ini sangat penting, agar iptek yang dikembangkan di dalamnya tumbuh subur dan berbuah bagi kemanfaatan ekonomi, sosial kemasyarakatan dan hankam,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)