SURABAYA – Dua pedagang Pasar Turi yakni Suchaimi da Syech diperiksa secara terpisah sebagai saksi pada kasus dugaan penipuan dan penggelapan dengan terdakwa Henry J Gunawan. Dalam kesaksiannya, pedagang mengakui sendiri tidak ingin menerima stand Pasar Turi dan menolak jalan perdamaian atas kasus ini. Rabu (8/2/2018).
Pada keterangannya, Suchaimi mengaku pertama kali mengenal Henry pada pertemuan antara para pedagang dengan dengan perwakilan investor Pasar Turi di Hotel Mercure pada Februari 2013. Ia mengaku awalnya memiliki 6 stand di Pasar Turi. Namun sekarang tinggal 3 stand saja. “Tiga stand lain sudah saya jual,” katanya pada sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Surabaya.
Pada sidang ini, Agus Dwi Warsono, kuasa hukum Henry mencecar Suchaimi dengan pertanyaan perihal pengumuman serah terima stand Pasar Turi di salah satu surat kabar oleh PT GBP. “Di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Anda menerangkan bahwa PT GBP tidak pernah melakukan serah terima stand ke pedagang. Apakah Anda pernah membaca pengumuman serah terima stand.? tanya Agus.
Menurut Agus, PT GBP sudah mengumumkan serah terima stand Pasar Turi di salah satu surat kabar di Surabaya. “Saya tegaskan lagi, jadi bukan PT GBP yang tidak menyerahkan stand, tapi Anda yang tidak mau menerima stand? Betul begitu?” tanya Agus kepada Suchaimi.
Atas pertanyaan Agus, Suchaimi langsung membenarkannya dan menyebut bahwa dirinya yang menolak untuk menerima stand Pasar Turi. “Iya benar, saya yang tidak mau terima,” jawab Suchaimi.
Suchaimi juga membenarkan bahwa selama ini kuasa hukum pedagang Pasar Turi yaitu Abdul Habir (pelapor) tidak pernah menjelaskan bahwa sesuai perjanjian, Pemkot Surabaya memiliki kewajiban untuk mengubah hak pakai menjadi hak pengelolaan Pasar Turi. “Tdak pernah cerita soal itu. Saya tidak tau soal itu,” katanya.
Padahal menurut Agus, kewajiban Pemkot Surabaya kepada PT GBP terkait perubahan status tanah menjadi pengelolaan hak pakai tersebut belum dipenuhi sehingga saling berkaitan karena tercantum dalam perjanjian. “Jadi anda tidak tahu soal isi perjanjian antara Pemkot Surabaya dan PT GBP serta kewajiban yang belum dipenuhi?” tanya Agus yang kemudian dibenarkan oleh Suchaimi.
Pada sidang kali ini, ketua majelis hakim yang diketuai Rochmad juga menganjurkan agar Suchaimi sadar dan memilih jalan damai untuk menyelesaikan masalah Pasar Turi untuk kebaikan kedua belah pihak. “Pernah dari Pemkot Surabaya memfasilitasi untuk jalan perdamaian, tapi saya tidak ingin berdamai,” terangnya.
Sementara itu, dalam kesaksian pedagang lainya, Syech membenarkan bahwa uang Rp 10 juta digunakan untuk biaya pencadangan sertifikat dan biaya pencadangan BPHTB. “Iya benar, biaya itu untuk pencadangan biaya sertifikat dan BPHTB.” ungkapnya.
Selain itu, Syech juga membenarkan bahwa Abdul Habir selaku kuasa hukum para pedagang tidak pernah menceritakan detail isi perjanjian antara Pemkot Surabaya dengan PT GBP. “Tidak pernah diceritakan soal apa saja kewajiban Pemkot Surabaya sesuai dalam perjanjian,’ jelasnya.
Atas keterangan itu, Agus lantas kembali menanyakan dasar keterangan BAP Syech yang menuduh Henry dengan sengaja melawan hukum. “0’Kalau anda sebagai pedagang yang membayar sudah mengetahui itu biaya pencadangan, lalu dasarnya apa kalau Pak Henry melakukan perbuatan melawan hukum.?” tegas Agus.
Usai sidang, Agus Dwi Warsono menjelaskan bahwa ada kesesuaian keterangan antara Suchaimi dan Syech. “Keterangan kedua saksi (Suchaimi dan Syech) membenarkan bahwa perjanjian antara Pemkot Surabaya dengan PT GBP masih berlaku sampai saat ini isi terkait kewajiban kedua belah pihak,’ katanya.
Ia juga menjelaskan, dari keterangan Syech yang membenarkan soal pencadangan sertifikat dan biaya pencadangan BPHTB membuktikan bahwa para pedagang sebenarnya sudah mengetahuinya sejak awal. “Artinya para pedagang sudah mengetahui bahwa ini bukan untuk kepentingan PT GBP, tapi murni untuk kepentingan para pedagang,” tegasnya.
Menurut Agus, jika kuasa hukum menjelaskan seluruh isi perjanjian secara detail ke para pedagang, maka tidak akan terjadi kasus ini. “Hakim tadi tanya ke Suchaimi bagaimana mengubah hak pakai menjadi strata title dan dijawab tidak tahu. Seharusnya ini menjadi kewajiban kuasa hukum untuk menerangkan secara detail ke pedagang. Jika hal ini dijelaskan detail ke pedagang, maka tidak akan ada masalah ini,” bebernya.
Ia menegaskan, tidak ada peristiwa pidana dalam masalah PT GBP dengan para pedagang terkait Pasar Turi. “Jika Tri Pemkot benar tidak mau memberikan hak strata title itu hanya ketakutan saja. Apakah Bu Risma sudah pernah membaca keseluruhan isi perjanjian? HGB dirubah jadi HPL, “HPL kan atas nama Pemkot, jadi tanah negera tidak hilang kok,”” tegas Agus. (Han)