Jakarta, beritalima.com – Sejak pukul 08.00 Wib dari markas Gekanas sampai patung kuda silang monas barat daya, Gerakan Kesejahteraan Nasional (Gekanas) yang tergabung dalam 17 federasi serikat buruh termasuk akademisi dan peneliti bersepakat untuk melakukan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi UU No.11 tahun 2020 tentang Omnibus Law Cipta Kerja.
“Tidak mungkin serta merta melakukan gugatan JR ke MK tanpa kajian, Jadi Gekanas itu terdiri dari serikat buruh, akademisi dan peneliti termasuk LSM. Insya Allah kajiannya konfrehensif,” tutur R. Abdullah, Senin (7/12/2020) usai menyerahkan berkas ke Mahkamah Konstitusi, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.
Hal ini dilakukan sesuai hasil kajian dari Gekanas karena menurut hasil kajiannya ada beberapa indikasi yang layak untuk dilakukan Judicial Review, yang salah satu diantaranya adalah undang – undang ini gradasi dibanding Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003.
“Sebagai karya besar yang pernah dibuat pasca reformasi oleh ibu Megawati, yang pertama gradasi jadi kualitasnya turun baik dari aspek perlindungan, kesejahteraan, aspek upah maupun jaminan sosial,” tandasnya.
Yang kedua menurut Abdullah, ada indikasi yang bertentangan dengan nilai – nilai yang terkandung dalam Pancasila maupun undang -undang dasar 1945, yang ketiga menurut pandangannya bahwa undang – undang omni bus pada cluster ketenagakerjaan Bab IV, sebetulnya ada ketidaklaziman karena undang – undang ketenagakerjaan pada hakekatnya undang-undang yang bersifat perlindungan.
“Tetapi dijadikan satu tentang perijinan, pembebasan lahan, dan investasi dan lain – lain,” kata Abdullah.
Atas dasar itu ungkap Ketum FSP KEP SPSI, bahwa hasil kajiannya dari tim kajian menyatakan layak untuk diadakan JR ke Mahkamah Konstitusi, oleh karena itu diterangkan Abdullah telah menyerahkan 14 box container ke MK.
Yang kedua, pemohonannya tercatat sebanyak 650, pemohonnya tersebar dari sabang sampai merauke. Temen – temen pekerja dari elemen masyarakat tingkat bahwa, tingkat menengah, sampai tingkat atas. “Baik dari unsur serikat buruh maupun dari elemen masyarakat lain yang tergabung dalam Gekanas itu,” terangnya.
Sedangkan kuasa hukumnya kata Ketum FSP KEP SPSI, sedikitnya 16 advokat dalam rangka gugatan hari ini, oleh sebab itu melalui gugatan ini bisa secepatnya disidangkan dan mengharapkan Mahkamah Konstitusi untuk menyidangkan dalam waktu segera. “Mudah-mudahan dalam cluster ketenagakerjaan bisa dibenahi sesuai dengan nilai – nilai keadilan yang ada di Indonesia,’ tandasnya.
Lebih lanjut perbedaan pendapat dengan pemerintah, menurut asumsi Ketum FSP KEP SPSI menyatakan bahwa dari persepektif pemerintah sah – sah saja bahwa ini ada sebelas cluster, dari sebelas cluster itu ada yang baik untuk kepentingan masyarakat dan bangsa Indonesia. “Tapi ada cluster yang merugikan yang salah satunya adalah pada cluster ketenagakerjaan dan ketenaga kelistrikan itu,” tegasnya.
Sedangkan untuk cluster lain, masih diungkapkan R. Abdullah, belum bisa melihat, namun menurutnya pemerintah memiliki spirit untuk membuat undang-undang untuk kebaikan bangsa, “Saya pikir hal yang normal itu dan wajar untuk kewajiban negara, tapi yang jelas dari 11 cluster itu diantaranya adalah cluster ketenagakerjaan dan ketenaga kelistrikan yang kita gugat yang kita anggap turun dibanding dengan undang – undang sebelumnya,” imbuhnya.
Oleh karena diajukannya JR ke MK, kata Abdullah tidak mungkin serta merta melakukan gugatan tanpa kajian, “Jadi Gekanas itu terdiri dari serikat buruh, akademisi dan peneliti termasuk LSM. Insya Allah kajiannya konfrehensif,” tuturnya.
Reporter : Dedy Mulyadi