GRESIK,beritalima.com- Dinas Kesehatan (Dinkes) Gresik, berkomitmen akan terus menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan stunting di Kabupaten Gresik.
Pernyataan itu disampaikan Kepala Dinkes Gresik, Mukhibatul Khusnah saat acara talkshow bersama dengan Komunitas Wartawan Gresik (KWG) talkshow, Senin, di Gedung Nasional Indonesia (30/9/2024).
Kegiatan tersebut juga dihadiri Plt Bupati Gresik, Aminatun Habibah, Anggota Fraksi Gerindra DPRD Gresik, Lutfi Dawam, Kabid Kesmas Dinkes Gresik, Anik Luthfiyah dan Kepala puskesmas se-Kabupaten Gresik dan anggota KWG.
Acara yang bertajuk ‘Strategi Penurunan AKI (Angka Kematian Ibu), AKB (Angka Kematian Bayi) dan Stunting, Melalui Pendekatan Integrasi Layanan Primer di Kabupaten Gresik’ tersebut, Kadinkes berkomitmen akan terus berupaya maksimal dalam menekan angka AKI, AKB dan stunting.
Seperti mengajak ibu hamil untuk memeriksa kandungan di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) sesuai usia kehamilan trimester dengan ANC terstandar (10T).
Bagi ibu hamil (bumil), kata Khusnah, bisa melakukan K6 yakni kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi untuk mendapatkan pelayanan antenatal terpadu, dan komprehensif sesuai standar, selama kehamilannya minimal 6 kali dengan distribusi waktu: 1 kali pada trimester ke-1 (0-12 minggu), 2 kali pada trimester ke-2 (>12 minggu-24 minggu), dan 3 kali pada trimester ke-3 (>24 minggu sampai kelahirannya).
“Jika Dinkes menemukan ada kasus kematian Ibu dan Anak pasti kita lakukan Audit Maternal Perinatal Surveilans dan Respon. Kita hadirkan pakar-pakar apa saja rekomendasi yang diberikan untuk kita evaluasi. Misalnya, terlambat dirujuk kita intervensi dan perbaiki. Perbaikan mulai dari prosedur, kapasitas SDM, hingga sarpras, agar masalah-masalah atau kejadian-kejadian yang pernah terjadi tidak terulang lagi di masa yang akan datang,” ujarnya kepada wartawan.
Soal anggaran, dia megangkui bahwa anggaran dari APBD belum mencakup semua kebutuhan. Karena itu, Dinkes Gresik mendapatkan alokasi dari sejumlah sember pendanaan untuk penangan AKI, AKB dan stunting, di antaranya dari Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), dan Dana Desa (DD).
“Kita juga menggandeng pihak ketiga sebagai bapak asuh, misal gandeng perusahaan, alhamdulilah jalan,” jelasnya.
“Alhamdulillah trend kasus stunting di Kabupaten Gresik terus turun. Jika tahun 2021 berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) turun sebesar 12,8% dari 23,5%, di tahun 2021 menjadi 10,7% tahun 2022. Tahun 2023 9,4 persen. Target kami tahun 2024 turun dibawah 1 digit atau dibawah 10 persen. Lebih rendah dari Jawa Timur dan nasional yang ditargetkan 14 persen,” pungkasnya.
Sementara itu, Plt Bupati Gresik, Aminatun Habibah, terkait dengan permasalahan tersebut, meminta semua pihak berkolaborasi untuk menekan angka AKI, AKB dan stunting.
“Untuk penanganan AKI, AKB, dan stunting tidak bisa berdiri sendiri. Butuh kolaborasi, butuh sinergi dengan semua stake holder. Kerjasama oentahelix melibatkan pemerintah, akademisi, pengusaha, komunitas dan media atau ABCGM sangat dibutuhkan,” ujarnya.
Perempuan yang biasa dipanggil ini Bu Min juga meminta petugas Puskesmas, baik kepala UPT, perawat untuk turun lakukan sosialisasi, pendampingan kepada masyarakat untuk mencegah dan mengurangi AKI, AKB, dan stunting.
“Tenaga kesehatan terbesar kedua setelah guru, Di jantung-jantung permukiman masyarakat banyak ditemui stunting. Silahkan turun lakukan sosialisasi, dan pendampingan,” lanjutnya kepada wartawan.
Anggota Fraksi Gerindra DPRD Gresik, Lutfi Dawam, mengungkapkan bahwa faktor penyebab AKI, AKB dan stunting tidak melulu kemiskinan. Sebab, banyak anak orang kaya kena stunting karena tak terurus dengan baik karena kesibukan orangtua bekerja.
“Saya contohkan anak orang kaya kena stunting. Anak dirawat pembantu karena kesibukan orangtua. Dibelikan susu orang tua seharga Rp 1 juta susu dijual pembantu dan dibelikan susu lain. Makan anak tidak mengandung gizi berimbanga,” katanya.
Ia juga mengungkapkan, banyaknya stunting di Pulau Bawean karena mereka tidak paham baik pola asuh anak, layanan kesehatan dan lainnya.
“Karena itu, saya minta Kepala.UPT Puskesmas, perawat, bidan turun berikan penyuluhan, beri pendampingan, jangan duduk di kantor saja,” sebutnya.
Dawam menambahkan, DPRD Gresik telah memberikan alokasi anggaran cukup untuk penangan AKI, AKB, dan stunting.
“Saya minta jangan selalu anggaran jadi alasan. Anggaran cukup saya rasa,” ucapnya.
Pada kesempatan ini, Dawam juga mengungkapkan banyak masyarakat yang belum tahu soal program Universal Health Coverage (UHC) atau berobat gratis.
“Banyak itu masyarakat berobat pakai umum di Puskesmas dan RSUD. Ada yang bayar Rp3 juta. Padahal ada UHC, gratis,” tuturnya.
Ia juga menyoroti rusaknya sejumlah bangunan di RSUD Umar Masud Bawean dampak gempa bumi yang tak kunjung dilakukan perbaikan.
“Saya juga menyorot minimnya tenaga medis di Bawean, khususnya dokter spesialis, sehingga layanan kesehatan di Bawean tak makisimal,” katanya.(Ron)