JAKARTA, Beritalima.com– Ketua bidang Rekrutmen Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Endy Kurniawan menilai, tahun depan (2021-red) perhatian dan energi masyarakat akan terfokus kepada pemulihan dan bertahan dari dampak wabah pandemi virus Corona (Covid-19), bukan hasil Pilkada atau perombakan Kabinet Indonesia Maju (KIM) yang dilakukan Presiden Joko Wiodo (Jokowi) beberapa waktu lalu.
“270 Pilkada usai, reshuffle kabinet juga selesai. Tapi masyarakat masih terbelit masalah sosial dan ekonomi gara-gara pandemi, maka ‘political hard selling’ (strategi pemasaran politik, red) tidak laku di 2021,” kata Endy dalam keterangan pers, Sabtu (26/12).
Menurut Endy, ‘mesin atau profil publik’ setahun terakhir masyarakat kita menampilkan wajah kesedihan, kemarahan dan antisipatif. “Setelah vaksin datang, muncul respon kewaspadaan. Artinya, terjadi bandul ‘mood’ masyarakat, kondisinya labil,” kata dia.
Sebagai akibat, program partai politik akan dianggap sepi dan tidak laku bila dijual publik atau masyarakat meski sedemikian rupa agar terkesan menarik. Kecuali bila partai tersebut berhasil membranding program itu saat pandemi Covid-19 masih berlangsung. “Kecuali yang bisa melakukan emphatic marketing,” kata Endy.
Hal senada diungkap Direktur Eksekutif Open Parliament Institute (OPI), Putra Adi Surya. Gagalnya banyak langkah politik untuk menangani pandemi Covid-19 selama ini membuat masyarakat kehilangan kepercayaan kepada instrumen demokrasi, yaitu partai politik secara besar-besaran yang saat ini berkuasa di eksekutif maupun legislatif.
Putra mengatakan, masyarakat akan mencari alternatif partai politik baru seperti Partai Gelora yang dikenal memiliki ide-ide segar seperti Arah Baru Indonesia menjadikan kekuatan lima besar dunia sejajar dengan AS, Uni Eropa, Rusia dan China. “Akan dicari saluran alternatif partai politik baru yang segar dan punya ide besar. Jika tidak ketemu, jalan revolutif,” kata Putra.
Direktur Eksekutif OPI ini menilai alih-alih menggunakan kontrol ketat kepada eskekutif untuk mengatasi pandemi, representasi politik rakyat yaitu parlemen telah mengambil keputusan yang tak berpihak pada rakyat.
Belakangan, kasus dua menteri ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena kasus korupsi dari dua partai besar yang tengah beerkuasa juga membuat publik semakin hilang kepercayaan kepada eksekutif.
“Hak budgeting DPR telah dirampas eksekutif. RAPBN 2021 yang disusun Presiden menggunakan asumsi keadaan negara pulih tahun depan, padahal menurut banyak kajian, akibat virus ini akan berumur lebih lama dibanding yang kita duga” demikian Putra Adi Surya. (akhir)