Gelora Minta PT Empat Persen dan Ambang Batas Presiden 20 Persen Dipertahankan

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia meminta ambang batas parlemen atau Parlementary Treshold (PT) DPR RI dan ambang batas presiden (Presidential Treshold) tidak dinaikkan.

Ambang batas parlemen empat persen dan ambang batas Presidential (PT) 20 persen dinilai sudah ideal, bisa mewakili representasi serta legitimasi rakyat. “Dari pengalaman berbagai macam pemilu, kita akan mengusulkan untuk mempertahankan empat persen PT dan Treshold Presiden 20 persen,” kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Partai Gelora Indonesia, Muhammad Anis Matta dalam keterangan tertulis yang diterima Beritalima.com, Sabtu (30/1).

Menurut Anis, untuk mencari satu atau dua kursi DPR tidak mudah, butuh kerja keras untuk meraih hati dan simpati masyarakat agar bisa terpilih sebagai wakil rakyat. “Pemilu pada dasarnya pertarungan, sehingga orang tidak perlu dibatasi dalam kompetisi. Siapa pemenangnya, akan terjawab dengan sendirinya. Kenapa harus dibatasi dengan Parlementary Treshold,” kata politisi senior ini.

Karena itu, Wakil Ketua DPR RI 2009-2014 tersebut meminta semua pihak memahami arti filosofi Parlementary Treshold, dimana PT itu merupakan kelompok sosial yang ada di masyarakat. “Jadi, partai tengah dan kecil juga merepresentasikan kelompok sosial tertentu yang tidak akan tereprestasikan melalui partai besar itu. Kalau kita lihat, representasi itu sebenarnya tidak akan diperoleh dengan Parlementary Treshold,” kata dia.

Namun, beda dengan ambang batas Presiden yang butuh legitimasi rakyat, diwakili partai politik yang mendapatkan kursi di DPR sehingga ambang batas untuk Presiden jauh lebih tinggi dari ambang batas parlemen.

“Presidential Treshold adalah legitimasi, karena itu tresholdnya tinggi, 20 persen, sehingga siapanpun yang kita calonkan memiliki legitimasi. Partai Gelora sepakat untuk mempertahankan yang ada, PT empat persen dan 20 persen untuk Presiden.”

Partai Gelora, lanjut dia, menolak jika PT dinaikkan menjadi lima persen atau lebih, seharusnya malah diturunkan menjadi 0 persen karena pada prinsipnya Pemilu adalah pertarungan yang merepretasikan rakyat sehingga siapapun bisa menjadi pemenang dan pihak yang kalah.

“Kalau dinaikkan, kita pasti keberatan karena prinsip dasar dari Parlementary Treshold tidak diperoleh, yaitu representasi. Bagi partai besar sebanarnya tak masalah PT-nya tetap 4 persen, bisa menang 30, 40 dan 50 persen tergantung kerja keras partai tersebut.”

Anis berharap partai besar tidak menghambat partai tengah, kecil maupun partai baru untuk memperoleh kursi di DPR. “Partisipasi partai lain jangan dihambat. Untuk mendapatkan kursi itu berat. Justru, harus didorong partispasinya dipermudah. Jadi, masalahnya bukan di RUU Pemilu, tapi untuk mendapatan kursi itu saja berat,” kata putra kelahiran Bone itu.

Dengan PT empat persen saja, lanjut Anis, andaikata partisipasi rakyat yang memiliki hak suara 132 juta dari 200 jutaan rakyat Indonesia, hal itu hanya merepresentasikan sekitar 60 persen saja.

Perhitungan itu setelah dikurangi surat suara yang rusak, suara partai yang tidak lolos parlementary treshold. “Jadi, kursi parlemen yang didapat hanya merepresentasikan 60 persen. Biarkan saja, toh nanti mereka mendapatkan suara melalui pertarungan,” jelas Anis.

Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera ini mengingatkan partai besar, Pemilu 2024 berbeda dengan situasi dengan pemilu sebelumnya atau pemilu era reformasi. Pemilu 2024 berada dalam situasi krisis berlarut akibat wabah pandemi virus Corona (Covid-19).

Bisa jadi, partai yang lolos ke DPR pada Pemilu 2019 lalu, tidak lolos ke Senayan karena tidak memenuhi ambang batas parlemen empat persen. Bahkan partai pemenang pun, dengan situasi pandemi Covid-19, bisa menjadi partai yang kalah.

“Pemilu 2024 ini akan menjadi peta politik yang membedakan seluruh pemilu era reformasi. Situasinya akan sangat berbeda dengan pemilu sebelumnya, tidak gampang bagi kita untuk memprediksi pemenang Pemilu,” ujar dia.

Anis menambahkan, Pemilu di Indonesia berbeda dengan di Malaysia. Pemilu di Indonesia, jadwalnya sudah jelas, tapi pemenangnya tidak jelas, sementara di Malaysia jadwalnya tidak jelas, namun pemenangnya jelas.

“Di kita ini jadwalnya jelas, tapi pemenannya tidak jelas. Sementara situasi makro kita akibat pandemi ini bener-benar berbeda dengan Pemilu sebelumnya. Jadi, saya kira tidak gampang untuk memprediksi pemenang Pemilu 2024,” demikian Muhammad Anis Matta.

Seperti diketahui, Draf revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu dan Pilkada yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Polegnas) prioritas DPR 2021 menyebutkan soal kenaikan ambang batas parlemen DPR RI menjadi lima persen dari sebelumnya empat persen.

Dalam Revisi UU Pemilu ini, DPR menggunakan dua istilah baru yaitu Pemilu Nasional dan Pemilu daerah. Sebelumnya, dalam UU No: 7/2017 tentang Pemilu menetapkan ambang batas parlemen untuk tingkat DPR empat persen. UU yang sama membebaskan semua parpol untuk ikut dalam penentuan kursi di DPRD Provinsi dan Kabupaten/kota alias tanpa ambang batas.

RUU Pemilu juga menyebutkan soal ambang batas perolehan suara bagi parpol untuk mendapatkan kursi di DPRD Provinsi sebesar empat persen. Acuannya adalah perolehan suara untuk Pemilu Legislatif (Pileg) periode sebelumnya.

Jika hanya mendapat suara empat persen dalam Pileg DPR sebelumnya, partai itu tidak berhak mendapatkan kursi DPR tetapi berhak mendapat kursi DPRD Provinsi. Tak hanya itu, draf RUU Pemilu juga mengatur tentang ambang batas perolehan suara bagi parpol untuk mendapatkan kursi di DPRD Kabupaten/Kota tiga persen.

Dalam ambang batas presiden atau Presidential Treshold, Draf RUU Pemilu tetap mencantumkan 20 persen. Angka ini tak berubah dari ketentuan UU No: 7/2017 tentang Pemilu.

Presidential Treshold sendiri merupakan syarat minimal jumlah suara atau kursi partai politik di parlemen yang harus dikumpulkan oleh calon presiden-wakil presiden untuk bisa maju di pemilu presiden. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait