JAKARTA, Beritalima.com– Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta plafon Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan dinaikkan dari yang semula Rp 50 juta menjadi Rp100 juta. Plafon KUR buat Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang sebelumnya Rp 500 juta hingga Rp10 miliar ditingkatkan menjadi Rp 20 miliar.
Itu dikatakan Menko bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto usai rapat terbatas dengan Jokowi, seperti dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Senin (5/4). Namun, langkah itu menurut Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Anis Matta perlu dibarengi dengan penurunan suku bunga UMKM dari perbankan BUMN dan sejumlah relaksasi administrasi kredit lainnya.
“Keinginan Presiden tersebut adalah berita gembira bagi UMKM Indonesia, namun hal tersebut tidak cukup untuk memacu geliat UMKM ditengah pandemi Covid-19,” kata Anis Matta dalam keterangan pers yang diterima awak media, Selasa (6/4).
Anis melihat program stimulus UMKM dari pemerintah masih parsial sebab persoalan melesunya kredit UMKM bukan berarti perbankan tidak punya likuid kredit. Tetapi karena pelaku UMKM takut tidak mampu bayar kredit di tengah suku bunga UMKM yang masih tinggi. “Suku Bunga KUR enam persen efektif pertahun masih terbilang tinggi di tengah suku bunga kebijakan BI7DR sudah turun di level 3,5 persen,” kata Anis.
Menurut mantan Wakil Ketua DPR RI ini, ada juga kuota KUR membatasi pelaku UMKM untuk mendapatkan kredit. Jika kuota KUR habis, UMKM harus ikut suku bunga ritel yang besarnya masih berkisar 9.7-10.1 persen.
Ketua Bidang UMKM dan Ekonomi Keluarga (Ekkel) DPN Partai Gelora Indonesia, Srie Wulandari mengatakan, stimulus untuk UMKM harus didesain komprehensif, bukan secara parsial. “Salah satu akar masalah lesunya kredit karena pelaku usaha dan UMKM melihat suku bunga masih tinggi dan penjualan belum membaik,” kata perempuan yang akrap disapa Wulan tersebut
Seperti diketahui, bank-bank milik negara (Himbara) sudah menurunkan suku bunga kredit, begitu juga beberapa bank swasta seperti BCA/ Namun, perbankan nasional masih termasuk ekosistem berbunga tinggi dibanding dengan Bank cabang asing yang ada di Indonesia.
Berdasarkan Asesmen BI, Februari 2021, suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) bank cabang asing 6,17 persen paling rendah dibandingkan bank plat merah putih seperti Himbara 10,79 persen, BPD 9.80 persen dan Bank Swasta Nasional 9,67 persen.
Masalah lain, UMKM mayoritas belum bankable, belum punya pencatatan keuangan, belum punya izin usaha dan mereka feasible tetapi tak mampu memenuhi syarat perbankan (bankable).
Dampaknya, pelaku UMKM tergoda dalam aplikasi teknologi finansial (tekfin) peer to peer lending berbunga tinggi karena persyaratan fintek itu mudah. Namun, karena berbunga tinggi, tak jarang pelaku UMKM akhirnya harus gulung tikar karena aset UMKM mereka diambil paksa debt collector dari aplikasi tekfin itu. Ini yang harus juga diperhatikan Pemerintah.
Karena itu, kata Anis, apabila pemerintah hanya parsial menyelesaikan persoalan UMKM, tambahan anggaran subsidi bunga KUR 2021 sampai Juni Rp 7,6 triliun akan menuai kekecewaan. Tidak akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi dari sektor UMKM karena bantuan tersebut tidak komprehensif, too little, too late.
“Pemerintah harus memperbaiki kebijakannya, tidak hanya meningkatkan porsi kredit 30 persen untuk UMKM, menambah plafon KUR menjadi Rp100 juta. Tetapi pemerintah juga harus berani menyakinkan perbankan untuk menurunkan suku bunga dan relaksasi administrasi kredit UMKM sepanjang tahun 2021 ini,” demikian Anis Matta. (akhir)