JAKARTA, Beritalima.com– Ketua bidang Kebijakan Publik Dewan partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Achmad Nur Hidayat mengingatkan Pemerintah hati-hati merancang Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Soalnya, kenaikan pajak dapat berdampak buruk bagi pemulihan ekonomi Indonesia. RUU Perpajakan yang didalamnya berisi kenaikan pajak PPN 15 persen dan tambahan layer baru PPh perorangan dipastikan menjadi beban masyarakat di tengah pandemi Covid-19. Pemerintah harus cermat.”
Menurut Achmad, kurva pemulihan ekonomi akan berlarut seperti huruf L, bila waktu pembahasan RUU reformasi pajak itu terburu-buru. Alih-alih ingin menambah penerimaan negara, isu kenaikan pajak dalam draf RUU KUP, malah menyebabkan pemulihan ekonomi tersendat.
“Kurva krisis ekonomi bisa berbentuk L daripada V, yang rugi tentu bangsa Indonesia,” ujar pria yang akrab disapa Matnoer atau ANH tersebut dalam keterangan pers yang diterima awak media, Selasa (25/5).
Partai Gelora, lanjut ANH, konsen pada percepatan ekonomi masyarakat. Sebab itu, kebijakan pemerintah yang merencanakan kenaikan pajak harus dievaluasi sampai ekonomi pulih sebagaimana posisi sebelum Pandemi Covid-19.
Bila ekonomi Indonesia bisa pulih tahun depan, 2023 pada dinilai waktu yang tepat bicara RUU Reformasi Pajak. “Bukan saat ini. Pemerintah masih dapat melonggarkan defisit diatas 3 persen sampai 2022 sesuai UU No: 2/2020 sehingga 2023 waktu yang tepat bicara RUU KUP dan reformasi perpajakan,” ujar ANH.
Dalam kondisi Pandemi Covid-19 masih berlangsung, Gelora Indonesia berharap, jangan bebani masyarakat dengan pajak. Sebab, akan membuat kehidupan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehar-sehari semakin sulit.
“Jangan bebani pikiran rakyat dengan pajak. Pemerintah harus bijak di tengah tekanan ekonomi yang membesar dan resesi yang belum berakhir akibat krisis pandemi Covid-19 ini,” kata dia yang juga pengamat kebijakan publik Narasi Institute ini.
Seperti diketahui, RUU Perpajakan kembali mengemuka di publik. RUU Perpajakan sudah masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021 yang diitetapkan Maret lalu.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Presiden Jokowi sudah mengirim surat kepada DPR untuk segera membahasnya. “Presiden sudah kirim surat kepada DPR untuk bahas ini dan diharapkan bisa segera dilakukan pembahasan,” ungkap Airlangga dalam Halal bi Halal virtual, Rabu (19/5).
Dikatakan, ada beberapa perubahan ketentuan jenis mulai dari perubahan tarif PPN, tarif pajak penghasilan (PPh) pribadi, pengurangan PPh badan, hingga perubahan ketentuan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) pajak barang dan jasa (goods and services tax/GST), hingga penetapan pajak karbon.
Selain sejumlah jenis pajak itu, Pemerintah juga akan menuangkan aturan terkait pengampunan pajak (tax amnesty). Namun, belum ada rincian mengenai perubahan ini. Kabar yang sudah beredar di publik, Pemerintah berencana mengerek tarif PPN dari 10 persen pada menjadi 15 persen.
Ini sejalan dengan ketentuan UU No: 42/2009 terkait PPnBMP yang memberi ruang tarif PPN hingga 15 persen. Berdasarkan UU No: 46/2009 tentang PPN, Pemerintah diberi wewenang menaikkan tarif PPN sampai 15 persen, tetapi itu belum pernah dilakukan. (akhir)