JAKARTA, Beritalima.com– Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Fahri Hamzah menegaskan, kaum milenial adalah generasi baru yang menyaksikan negara maupun dunia mengalami perubahan, termasuk dalam krisis berlarut akibat wabah pandemi virus Corona (Covid-19) yang juga melanda Indonesia.
Saat ini peran generasi milenial sangat diperlukan dalam perjalanan suatu negara dan transisi demokrasi guna menciptakan negara yang sejahtera. Terlebih lagi, saat ini teknologi mengalami disrupsi yang dahsyat. Bahkan, sekarang ada disrupsi baru yang bukan saja teknologi, tetapi juga karena pandemi Covid-19
Wakil Ketua DPR RI Koordinator bidang Kesra 2014-2019 ini dalam siaran pers yang diterima awak media, Senin (2/11) menegaskan, disrupsi oleh pandemi Covid-19 dan teknologi sekaligus itu menciptakan kegalauan yang masif bagi generasi milenial.
Dikatakan, generasi milenial sekarang ini sebenarnya lagi mencari siapa panutannya yang harus didengar, dan menentukan ke mana menuju dan melangkah.
“Ada baiknya untuk memahami dan menyadari bahwa jangan-jangan kegagalannya ada pada generasi yang seharusnya menjadi suri teladan. Contoh yang setiap hari ditiru dan dilihat baik itu kata-katanya, aksi, maupun polanya di dalam berbangsa dan bernegara. Sebab itu, introspeksi paling besar harus dilakukan politisi,”
Dia melanjutkan, kalau politikuslah yang diberi amanat untuk menjadi pendidik politik dan bangsa, diberi anggaran, akses kekuasaan, maupun uang negara untuk melakukan itu, harus menjadi panutan bagi generasi mileneal, bukan sebaliknya.
“Jadi amanat pertama adalah kepada para pemimpin politik. Kalau sekarang ini menyaksikan milenial galau dan tidak sesuai dengan pandangan-pandangan politisi, di satu sisi itu adalah watak dari sebuah perubahan. Namun, yang penting adalah apakah kita (politisi) sudah memberi contoh yang cukup sehingga ekspektasi tentang kaum milenial itu memadai,” ungkap aktivis mahasiswa 1998 itu.
Ditambahkan, amanat yang kedua adalah kepada tokoh dan agamawan. Sebab, kata dia, tokoh dan agamawan juga punya mekanisme dan medium untuk membimbing kaum milenial supaya mereka memegang jati dirinya, maupun tuntunannya di dalam melangkah ke depan. “Jadi, kaum milenial itu tidak bisa disalahkan. Mereka tumbuh zaman, ada kompleksitas yang mempengaruhi mereka,” kata dia.
Karena itu, politikus senior kelahiran Sumbawa ini mengingatkan, politisi tidak boleh menanyakan apa yang sudah generasi milenial lakukan. Sebab, kata dia, generasi milenial akan bertanya balik, apa yang sudah dicontohkan kepada mereka.
“Apakah politisi sudah berbuat cukup untuk menjelaskan kepada kaum milenial tentang mimpi bersama, beginilah cara melangkah ke depan. Saya kira, kalau pemimpin juga mengalami disorientasi, politisi mengalami kegalauan, maka tentu kegalauan itu akan lebih masif ke bawah,” kata Fahri.
Menurut Fahri, faktanya sekarang kaum milenial tidak mau mendengar siapa pun sekarang ini. Kaum milenial lebih memilih gadget mereka. Sebab, di dalam gadget itu ada ribuan fitur yang bisa dipilih kaum milenial.
“Kaum milenial punya hak pilih untuk menentukan siapa pun yang ingin mereka dengarkan. Sebagiannya mendengar orang-orang yang produktif dan positif, sebagiannya mendengar orang-orang yang negatif dan orang-orang yang destruktif,” kata dia.
Dijelaskan, kesalahan elite adalah tak mendominasi cuaca kehidupan dengan alternatif yang baik. Padahal, politik diselenggarakan supaya orang punya alternatif pilihan yang baik, dan bahkan kekuasaan itu diselenggarakan agar kaum milenial memiliki alternatif yang baik untuk menyongsong masa depan mereka.
“Bukan kemudian alternatif yang kosong atau bahkan yang berkembang adalah alternatif yang negatif. Jadi bila ada yang harus disalahkan maka salahkan pemimpin. Dia akan bertanggung jawab terhadap keadaan rakyatnya maupun bangsanya. Ini introspeksi bagi semua, terutama yang senior,” demikian Fahri Hamzah. (akhir)