JAKARTA, beritalima.com – Gubernur Jawa Timur Dr. H. Soekarwo mengusulkan perlunya pelibatan kalangan non pemerintah dalam pembahasan rancangan pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN). Alasannya, selain era saat ini yang menuntut partisipatoris dari civil society, juga karena arti penting kontribusi kalangan non pemerintah bagi pembangunan.
Hal tersebut disampaikan Pakde Karwo-sapaan Gubernur Jatim pada diskusi Review Pencapaian Pelaksanaan RPJPN 2005-2026, di ruang rapat SG 1, lt dasar, gedung Utama Bappenas, Jum’at (24/2). Kehadiran Pakde Karwo dalam pertemuan ini sebagai salah satu narasumber. Nara sumber lainnya adalah Prof. Jimly Assidiqie pakar hukum tata negara UI.
Arti penting kalangan non pemerintah dalam pembangunan, dijelaskan Pakde Karwo, antara lain terlihat dari produk domestik regional bruto Jatim tahun 2016 sebesar Rp. 1.850 trilyun. Dari nilai tersebut, pemerintah hanya menyumbang 9,16% baik dari dana pemerintah pusat, provinsi, maupun kab/kota se-Jawa Timur, sementara selebihnya merupakan kontribusi pelaku swasta.
Selain pelibatan kalangan non pemerintah, dalam kegiatan yang sama Pakde Karwo juga mengusulkan pengaturan-pengaturan yang tidak terlalu rigid dalam RPJMN. “Ini dimaksudkan agar daerah dapat melakukan inovasi-inovasi,” ujarnya.
Namun demikian, lanjutnya, Bappenas perlu lebih mendetailkan cluster-cluster teknis, misalnya di bidang pertanian. Dicontohkan, saat ini jaringan irigasi ditangani oleh tiga instansi yang berbeda, yaitu irigasi primer ditangani oleh kementerian pekerjaan umum untuk sumber daya air lebih dari 3000 hektar. Jaringan irigasi sekunder yang berkisar antara 1000-3000 hektar oleh pemerintah provinsi, dan antara 0-1000 hektar oleh kementerian pertanian, yang diserahkan kepada himpunan petani pengelola air (HIPA), yang secara teknis kurang memahami teknis. “Aliran air yang seharusnya 40cm, karena ketidaktahuan teknis, dijadikan 1,5 meter yang menjadikan air tidak bisa mengalir ke areal sawah,” ujarnya yang menjadikan peserta tertawa. Tidak terpenuhinya spesifikasi teknis tsb tentu saja berpengaruh terhadap produktivitas hasil-hasil pertanian.
Sementara itu, Prof. Jimly Assidiqie menyampaikan dukungannya terhadap rencana pembuatan garis-garis besar haluan negara (GBHN). Menurutnya, GBHN tersebut cukup berupa satu lembar yang berisi pokok-pokok tentang ideologi, politik, sosial, dan budaya yang menjadi panduan 25 tahun mendatang. “Selebihnya adalah lampiran tentang rencana pembangunan jangka panjang (RPJPN),” ucap Ketua Dewan Kehormatan Mahkamah Konstitusi ini.
Ditambahkan, hanya ada dua jenis undang-undang, yaitu undang-undang materiil yang berisi substansi dan undang-undang baju- hanya satu lembar, yang melampirkan subtansi sebagai hal yang tidak terpisahkan dari undang-undang tsb. “GBHN masuk dalam kategori undang-undang jenis kedua,” ucapnya didepan peserta yang terdiri dari para pejabat eselon I dan Ii di Bappenas dan Kemendagri,diantaranya Sekjen Kemendagri Yuswandi Tumenggung dan dan staf ahli Bappenas Bambang Prijambodo. (**)