Gubernur Jatim Dr. H. Soekarwo fokus mengembalikan fungsi sungai sebagaimana mestinya. Hal itu penting dilakukan karena saat ini kerusakan sungai cukup tinggi, sehingga pemerintah berkomitmen memfasilitasi dan mengawal revitalisasi sungai.
“Kerusakan ekosistem sungai disebabkan tingginya pencemaran, sehingga peruntukan sungai menjadi tidak sesuai ketentuan dan mengakibatkan matinya biota yang menjadi menjadi parameter kesehatan sungai” urai Pakde Karwo sapaan akrab Gubernur Jatim saat membuka Kongres Sungai Indonesia II Tahun 2016 di Bendungan Selorejo, Kab. Malang, Jumat (23/9).
Ia menjelaskan, pencemaran sungai di Jatim 55% diakibatkan oleh limbah domestik, termasuk buang air besar secara langsung ke sungai, dan 45% nya dari limbah industri dan pertanian. Selain itu masyarakat juga masih membuang sampah serta limbah rumah tangga secara langsung ke sungai. “Kami bahkan telah mengeluarkan peraturan untuk menutup sebuah pabrik gula yang terbukti membuang limbahnya ke sungai dan mengakibatkan pencemaran,” terangnya.
Ditambahkan, berdasarkan penelitian di Surabaya sebesar 86% ikan yang dilahirkan berjenis kelamin betina, hal ini sebab sebagian besar sampah domestik yang dibuang di sungai adalah pil KB. Setelah dilakukan pembenahan pengelolaan salah satunya dengan pemberlakukan sanitasi komunal secara perlahan saat ini komposisinya menjadi 60% betina dan 40% jantan. “Peran serta masyarakat bersama pemerintah untuk bersama-sama memperbaiki ekosistem sungai sangat diperlukan tentunya dengan didukung peraturan yang tegas bagi pelaku penyebab kerusakan sungai,” tukasnya.
Dalam mendukung upaya pelestarian dan mempertahankan habitat sungai Provinsi Jatim juga telah mengeluarkan Pergub mengenai Kawasan Suaka Ikan. Kawasan ini mencakup kawasan Sungai Brantas yang melintasi Nglirip Mojokerto hingga Driyorejo Kab. Gresik. Metoda suaka ikan ini diharapkan bisa mempertahankan habitat ikan tidak berubah, kalaupun berubah diupayakan pengelolaannya tetap ramah lingkungan. “Peraturan suaka ikan ini merupakan sebuah kemajuan, meskipun dalam penerapannya bukanlah hal yang gampang,” ungkapnya.
Lebih lanjut disampaikan, Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) di Jatim mencapai 68,69%. IKLH itu ditunjang oleh Indeks Kualitas Udara yang mencapai 91,09%, Indeks Kualitas Air (IKA) sebesar 52,51%, dan Indeks Tutupan Lahan sebesar 64,01%. Namun demikian persoalan air tetap menjadi masalah serius bagi Jatim karena kebutuhan air di Jatim sebesar 21,9 juta meter kubik, namun yang dipenuhi hanya 19,8 juta meter kubik.
“Jatim sebenarnya daerah kering sehingga sungai sangat penting. Karenanya keberadaan air harus mampu didayagunakan untuk memenuhi kesejahteraan masyarakat karena mempengaruhi kedaulatan pangan,” imbuhnya.
Beberapa program yang dilakukan oleh Pemprov Jatim untuk ketersediaan air dalam rangka mendukung kedaulatan pangan diantaranya ialah dengan penyediaan tampungan air baku baru dan pengurangan lahan puso akibat banjir melalui peningkatan kapasitas sungai. “Pembangunan tampungan air baru diantaranya yakni Waduk Gonggang di Magetan dan Bojonegoro Barrage,” katanya.
Selain itu, gerakan normalisasi sungai juga telah dilakukan di 453 desa pada 162 ruas sungai. Normalisasi sungai ini merupakan salah satu upaya untuk mengendalikan banjir yang dilakukan Pemprov Jatim. Sedangkan untuk menanggulangi kekeringan pemeliharaan dan normalisasi waduk atau embung juga terus dilakukan secara berkelanjutan.
Ia berharap, melalui Kongres Sungai Nasional II bisa dihasilkan sebuah komitmen bersama dan menjadi masukan bagi pemerintah dalam membuat regulasi. “Setelah berakhirnya kongres ini jangan langsung buyar namun harus segera berkoordinasi dengan lembaga terkait sehingga bisa memunculkan entitas baru. Dari sungai dan air ini semua sektor bisa dihidupkan baik pertanian, perikanan, industri, hingga ekowisata karenanya semua pihak harus serius menanganinya,” pungkasnya.
Sementara itu Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menegaskan, kesadaran dan gerakan bersama seluruh elemen masyarakat diperlukan untuk mengatasi persoalan kerusakan ekosistem sungai di Indonesia. Ia meyakini gerakan revolusi sungai itu bisa membantu mengembalikan kondisi sungai menjadi lebih baik.
Ia mengatakan, setelah Kongres Sungai Nasional I yang digelar pada Agustus 2015 lalu di Banjarnegara, telah memunculkan gerakan orang tua asuh sungai oleh anak-anak SMA, sampai sekolah sungai. “Sekarang ada perilaku orang yang meneriaki bagi yang buang sampah sembarangan, atau melakukan pencemaran sungai. Saya berharap di seluruh Indonesia akan muncul gerakan-gerakan yang sama sehingga bisa memperbaiki kondisi sungai yang rusak dan mempertahankan kondisi sungai yang baik,” jelas Ganjar sapaan akrab Gubernur Jateng
Turut hadir Bupati Malang Rendra Krisna, Kepala Badan Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Sumatra dan Jateng, Kepala BBWS Brantas, Kepala BBWS Bengawan Solo, Kepala SKPD terkait di Prov. Jatim, dan beberapa Komunitas Peduli Lingkungan.
(^^).