SALATIGA, berialima.com | Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengajak seluruh pihak dan masyarakat untuk melibatkan generasi Z dalam berbagai konsolidasi kebangsaan baik secara ideologis, pemikiran maupun gerakan. Hal ini untuk menghindari adanya potensi kristalisasi politik identitas di kalangan generasi muda yang beresiko terhadap munculnya pemimpin yang eksklusif. Menurutnya, hal inilah yang dapat menyebabkan tumbuhnya embrio disharmoni dan kecenderungannya makin menguat di kalangan pemuda khususnya para siswa dan mahasiswa.
“Data ini diperkuat berdasarkan survey dari UIN Syarif Hidayatullah yang menunjukkan pengaruh intoleransi dan radikalisme mulai menjalar ke banyak sekolah dan universitas di Indonesia serta survei LIPI terkait kecenderungan politik identitas terutama di kalangan berpendidikan tinggi,” ungkap Khofifah sapaan akrab Gubernur Jatim saat menjadi pembicara pada acara Halaqoh Kyai-Santri Tentang Pencegahan Radikalisme dan Terorisme di Jawa Tengah, di Hotel Grand Wahid, Kota Salatiga, Sabtu(14/9).
Khofifah menambahkan, berdasarkan survey tersebut juga bisa disimpulkan bahwa guru dan dosen juga memiliki potensi tumbuhnya disharmoni dan intoleransi. Oleh sebab itu, para guru maupun dosen juga harus mulai membuka kembali sejarah bagaimana para founding fathers memikirkan berdirinya negara ini, dasar negara serta menjaga keseimbangan antar elemen masyarakat yang berbeda suku, agama dan bahasa agar tetap bersatu.
Dicontohkan, salah satunya yaitu tentang referensi penting dalam kehidupan persaudaraan kebangsaan oleh Presiden Pertama RI Soekarno maupun oleh Presiden RI ke-4 KH. Abdurrahman Wahid atau yang lekat disapa Gus Dur. Selain itu, terhadap sejarah Pancasila dimana semua perdebatan anggota BPUPKI dalam merumuskan falsafah dasar negara terekam dalam sebuah dokumen yang menandakan kebesaran jiwa dan kearifan para pendiri bangsa.
“Sejarah kebangsaan ini harus kita sebarluaskan dan disosialisasikan kepada guru-guru di tiap sekolah. Sejarah ini juga bisa menjadi referensi penting bahwa dasar ontologis Pancasila bisa menjadi titik tumpu, titik temu dan titik tuju dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” urai gubernur perempuan pertama di Jatim ini dihadapan peserta halaqoh yang berasal dari berbagai pesantren di wilayah Jateng.
Selain adanya kristalisasi politik identitas, konflik yang berakar pada aspek sosial budaya juga tetap berpotensi muncul akibat dinamika ideologi , politik, ekonomi , sosial , budaya dan hankam diantara keberagaman warga bangsa. Karenanya berbagai ikhtiar harus terus dilakukan untuk membangun kehidupan yang penuh harmoni.
“Survey kedua lembaga tadi menunjukkan bahwa sebagian generasi kita pola pikir dan gerakannya relatif eksklusif bukan inklusif, oleh sebab itu Jatim dan Jateng harus sering bertemu untuk membahas masalah ini dan selalu waspada karena embrionya sudah nampak,” terang Mantan Menteri Sosial ini.
Untuk menumbuhkan optimisme, Khofifah juga menegaskan pada semua yang hadir bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia terus membaik. Hal ini ditunjang data dari Price waterhouse Coopers (PWC) yang mengungkapkan pada tahun 2050 ekonomi Indonesia akan menduduki peringkat ke-4 terbesar di dunia. Sementara Mc Kinsey memprediksi tahun 2030 Indonesia merupakan negara dengan skala ekonomi terbesar ke enam di dunia.
“Banyak orang yang memberikan perspektif negatif yang mengakibatkan kita menjadi pesimis, oleh sebab itu saya ingin mengajak kita semua untuk terus optimis dengan kerja keras dan bersinergi serta do’a para Ulama semua karena masa depan Indonesia begitu cerah,” pungkas Khofifah sembari mengimbuhkan bahwa pertemuan ini merupakan momentum penting untuk saling bertukar informasi mengenai perkembangan bangsa dan posisi dimana kita perlu waspada dan hati- hati.
Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyampaikan, bahwa Indonesia memiliki beragam dan kaya akan budaya dan hal ini akan menjadi kekuatan bangsa terbesar. Akan tetapi, hal ini harus terus dikawal oleh semua pihak atau civil society dan bukan hanya pemerintah saja.
“Pertemuan kita siang hari ini menjadi inspirasi, agar semua juga perduli pada kebhinekaan Indonesia. Mari kita rapatkan barisan dan berikan nyawa kita jika ini menyangkut negara,” tegas gubernur yang akrab disapa Ganjar ini sembari berharap bahwa halaqoh tersebut tidak hanya berhenti pada tahap ini.
Senada dengan Gubernur Khofifah, pihaknya juga mengindikasi adanya pengaruh intoleransi dan radikalisme di sekolah-sekolah. Bahkan, dirinya juga melakukan pengecekan langsung di sekolah-sekolah di bawah pengelolaan Pemprov Jateng. Dari hasil survei tersebut diketahui bahwa terdapat beberapa sekolah yang terindikasi adanya radikalisme.
“Terkait hal ini saya mulai membuat sistematika, siapa yang bisa menjelaskan ke anak-anak tentang nilai kesejarahan. Karenanya, peran ponpes sangat penting untuk ikut membangun nilai-nilai kebangsaan dan mengajarkan Hubbul Wathan Minal Iman pada mereka,” tukas Ganjar. ( rr)