SURAABAYA – beritalima.com, Drs. Ec Mulyanto Wijaya, pemohon upaya banding di Pengadilan Tinggi Jawa Timur. Dia tahu betul, jika Pengadilan Tinggi Jawa Timur akan lebih jeli dan cermat dalam memeriksa perkarannya dengan Hairandha Suryadinata yang pernah diputus Obscuur Libel oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
“Banyak sekali kejanggalan-kejanggalan yang di putus majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara perdata ini, hakim bahkan mengesampingkan bukti yang menyatakan bahwa perkara pidana ini sudah Inkrach dan Hairandah telah terbukti bersalah melakukan penipuan,” kata Mulyanto. Minggu (6/1/2019).
Waktu itu, dijelaskan Mulyanto, dalam putusannya hakim Jihad mengabaikan Putusaan Pengadilan Negeri Surabaya No :3121/Pid .b/2014/PN SBY, JO Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur No .611/Pidt/2015/PT.Sby, JO Putusan Makamah Agung Agung RI Nomer 619 K /Pid/2016.
“Yang menyatakan bahwa Hairandha terbukti bersalah melakukan penipuan dan dihukum 2 tahun sehingga sampai saat ini berstatus Narapidana Rutan Medaeng,” jelasnya.
Mulyanto juga menyatakan, bahwa majelis hakim PN Surabaya yang memeriksa perkara perdata tersebut dalam pertimbangannya berasumsi, bahwa gugatan tidak jelas dasar hukumnya dan tidak di buatkan secara rinci terhadap kontrakdisi antara Posita dan Petitum tidak relevan.
Bahwa Pengugat dalam surat gugatannya mendalilkan hubungan hukum antara Pengugat dengan para tergugat diawali dengan hubungan hukum pemberi kuasa oleh para tergugat baik tergugat 1dan tergugat 2 sebagai Advokat untuk menangani kasus Pengugat di Polrestabes Surabaya.
Dalam Pertimbangan hukumnya, majelis hakim berpendapat bahwa Gugatan Pengugat adalah kabur/tidak jelas,
karena mencampur adukan Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum, yang mana dalam positanya pengugat mendalikan hubungan hukum antara Pengugat dengan tergugat 1 didasarkan dengan surat kuasa, yang mana tergugat 1 tidak melaksanakan kesepakatan sebagaimana dalam surat kuasa, tetapi di sisi lain tergugat 1 melanggar hukum,
“Surat kuasa yang di tandatangani pada tanggal 13 Maret 2013 tersebut, sebenarnya sudah di periksa dan di uji di perkara pidana melalui kebenaran materiil. Akhirnya diputus oleh majelis hakim perkara pidana oleh Pengadilan Negeri Surabaya No :3121/Pid .b/2014/PN SBY Halaman 6 paragraf 2, JO Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur No .611/Pid/2015/PT.Sby,Jo Putusan Makamah Agung Agung RI Nomer 619 K /Pid/2016 telah mempunyai kekuatan hukum tetap,” kata Mul lagi.
Akhirnya, masih kata Mulyanto, Tergugat 1 mengajukan Upaya hukum Peninjauan Kembali perkara pidana di Mahkamah Agung RI Perkara no ; 40PK /PID /2018 dan telah di putus pada tanggal 14 Agustus 2018 bahwa Peninjauan Kembali ditolak, padahal tergugat 1 berstatus sebagai Narapidana.
Sedangkan pertimbangan hukum Majelis Hakim yang memeriksa perkara Perdata tidak mempertimbangkan surat kuasa khusus pada tanggal 13 Maret 2013 yang telah cacat hukum, karena tergugat 1pada saat menandatangani surat kuasa telah berprofesi Notaris bukan Berprofesi Advokat.
“Diawali dari profesi tergugat 1yang bukan Advokat hal ini terbukti ada maksud dan atau itikad tidak baik dari tergugat 1, dengan demikian hubungan hukum diawali dengan surat kuasa khusus menjadi gugur seolah olah perbuatan tergugat 1 seolah olah menjalankan kewajiban untuk mengupayakan terdakwa/pengugat namun perbuatan tergugat 1 telah melakukan Penipuan dengan dalil pemberian Surat Pemberhentian Penghentian Penyidikan (SP3), adalah tidak benar. Sehingga pengugat menderita kerugian sebesar Rp 165 juta,” tutur Drs Ec.Mulyanto Wijaya AK.
Diketahui, Putusan Gugatan Mulyanto dinyatakan kabur karena sudah masuk ke pokok perkara dengan pertimbangan ;
Menimbang bahwa berdasarkan bukti T.1-8 yaitu tentang surat pernyataan dari Mardian Nusatio juga sebagai Pemberi Kuasa pada Angka Dua dan Tiga yang pokoknya berisi Pembayaran Fee Lawyer dibayar oleh Empat Orang sebagaimana tersebut diatas bahwa pertimbangan hukum Majelis Hakim mengunakan dasar pernyataan Mardian Nusatio adalah tidak benar dan menyesatkan karena bukti T-1.8 surat pernyataan dari Mardian Nusatio oleh Penggugat sudah dilaporkan oleh Polrestabes Surabaya bukti P 27 dengan laporan polisi ; STTLP /K/2009/2/SPKT /Jatim.Restabes.Sby tanggal 11 Februari 2015, nama pelapor Drs.C Mulyanto Wijaya nama terlampor Mardian Nusatio, melaporkan dugaan kejahatan tindak pidana surat yang isinya palsu pasal 263 Kuhp jo bukti P28 SP2hp Polrestabes Surabaya No : B /1775/SP2HP -5/LP. 209.2/VI/2016/
Satreskrim, tanggal 21 Juni 2016 tersangkanya Mardian Nusatio, Hariandha Suryadinata, (tergugat 1) dan Agus Hariyanto (tergugat 2), dengan dugaan pasal 263 JO pasal 55 KUHP, surat pernyataan tersebut sudah masuk ke ranah perkara pidana ,maka di jadikan pertimbangan oleh Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara perdata bahkan pertimbangan Hakim tersebut sama sekali tidak masuk akal.
Kejanggalannnya versi Mulyanto ; bahwa surat pernyataan yang dibuat oleh Mardian Nusatio tanggal 14 April 2014, sedangkan surat pernyataan tersebut digunakan sebagai bukti tertulis tergugat 1 dalam sidang perkara perdata tanggal 7 Mei 2018, apakah dimungkinkan bukti tertulis tergugat 1 (surat pernyataan) berlaku surut atau mundur? Apakah tidak ada dugaan rekayasa bukti tertulis dari tergugat 1? Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah sebelum sidang sudah ada pernyataan surat? Sepengetahuan penggugat bahwa surat pernyataan tersebut bukan sebagai akte otentik/akte yang sah secara hukum artinya bahwa akte otentik adalah akte yang dibuat oleh notaris atau pejabat publik, sedangkan surat pernyataan dibawah tangan tersebut perlu dibuktikan terlebih dahulu dalam persidangan perkara perdata, namun saat pembuktian si pembuat surat pernyataan Mardian Nusatio tidak pernah di panggil/atau dihadirkan dalam persidangan perkara perdata sebagai saksi tergugat 1 maupun pembuktian bukti tertulis surat pernyataan tidak pernah dilakukan dan di uji dan di periksa oleh Majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara perdata.
Berdasarkan bukti tertulis pengugat:
P-1 foto kantor Notaris dan Advokat, P2 Surat kuasa pemberi kuasa kepada penerima kuasa,tanggal 13 Maret 2013.
P-18 Surat informasi dari kementrian hukum dan Ham Republik Indonesia
tanggal 17 maret 2015, bahwa notaris Hairandha Suryadinata sebagai Notaris di Surabaya sejak 2002.
P-17 Putusan dewan kehormatan Peradi Pusat,No; 11/dkp/Peradi /1V/2014 J.O NO; 44/PERADI/DK-Jatim/2013,tanggal 3 Mei 2016, menjatuhkan sanksi Hairandha Suryadinata SH (tergugat 1)
Pemberhentian tetap dari profesi Advokat pertimbangan hukum, Larangan rangkap jabatan notaris dan advokat.
P-21 Putusan majelis pemeriksa pusat notaris Republik Indonesia,
N0;15/B/MPPN/XII/2017, tanggal :21 Desember 2017 menjatuhkan sanksi memberhentikan dengan tidak hormat Hairandha Suryadinata SH (tergugat 1) sebagai notaris di kota Surabaya, pertimbangan hukum larangan rangkap jabatan notaris dan Advokat dari kelima bukti terlilis tersebut diatas, menunjukan bahwa Hairandha Suryadinata SH mempunyai profesi ganda, yaitu Advokat dan notaris, bertentangan dengan perundang undangan notaris dan Advokat, rofesi ganda tersebut berdampak illegal profesi, dengan melakukan praktik profesi ganda maka penerimaan honor/lawyer fee tidak diperkenankan oleh undang undang notaris dan advokat, Penerimaan uang tersebut sama diduga ada indikasi Penipuan yang berkedok profesi.
Jadi, pertimbangan hukum majelis hakim tersebut adalah cacat hukum sehingga berdampak penyelundupan hukum.
Apakah di perbolehkan Pertimbangan Hukum Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus Perkara perdata bertentangan dengan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang sudah Inkracht ?
Apakah diperkenankan pertimbangan hukum Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara Perdata bertentangan dengan Undang Undang Notaris dan Advokat ?
Apakah ada Undang undang khusus yang mengatur bahwa kewenangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang melebihi kewenangan majelis Hakim yang memutus perkara di Mahkamah Agung RI yang sudah Inkracht ?
Padahal Putusan Mahkamah Agung yang sudah Inkracht,seharusnya aparat penegak hukum termasuk Kepolisian ,Kejaksaan ,Pengacara maupun Hakim Pengadilan Negeri Surabaya harus tunduk patuh atas Putusan Mahkamah Agung RI.
Apakah di perkenankan pertimbangan hukum yang memeriksa dan memutus perkara perdata di luar fakta hukum persidangan ? (Han)