Jakarta, beritalima.com| – Adanya sejumlah kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri media Tanah Air belakangan ini, mengundang perhatian anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI), yang menilainya ini sebagai indikasi ancaman demokrasi. Mengapa?
Karena menurut Anggota DPD RI asal Daerah Istimewa Yogyakarta, Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A, “ketika pekerja media kehilangan ruang dan kesempatan, sesungguhnya ini alarm bagi demokrasi kita. Ketika media tumbang, ruang publik kehilangan suara yang independent. Maka yang terancam bukan hanya kehidupan mereka, tapi juga hak masyarakat atas informasi yang objektif dan berkualitas.”
Hilmy prihatian dan menilai kondisi ini bukan hanya soal ketenagakerjaan, melainkan ancaman nyata bagi keberlanjutan demokrasi di Indonesia. “Media ini pilar demokrasi. Kalau sektor ini terpuruk, demokrasi pun bisa pincang. Ekonomi kita memang belum membaik, tapi demokrasi jangan menjadi korban. Maka menurut kami, harus ada sikap dari Pemerintah untuk bertanggung jawab,” ujar anggota Komite II DPD yang akrab disapa Gus Hilmy.
Pria yang juga Katib Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama tersebut (PBNU) ini mengingatkan, selain menjaga stabilitas ekonomi, pemerintah juga memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan ruang informasi publik tetap sehat dan berimbang. Oleh sebab itu, diperlukan langkah strategis berupa perlindungan dan insentif khusus untuk menjaga keberlanjutan media.
“Mereka butuh perlindungan, bukan hanya secara ekonomi, tetapi juga secara moral dan sosial. Negara dan masyarakat wajib hadir di tengah situasi sulit ini dan menyiapkan skema stimulus khusus, seperti keringanan pajak, insentif iklan layanan masyarakat atau program pendampingan digitalisasi media kecil-menengah agar bisa bersaing di era platform digital global,” terang Gus Hilmy.
Anggota MUI Pusat tersebut juga mengajak para pelaku media untuk tidak sepenuhnya bergantung pada iklan, melainkan menggali peluang usaha serta memperbanyak kolaborasi. “Media harus mulai membangun diversifikasi usaha, berkolaborasi dengan berbagai komunitas, kampus, pesantren, bahkan pelaku UMKM untuk menciptakan ekosistem konten yang edukatif dan produktif,” ajaknya.
Gus Hilmy mengingatkan pentingnya menjaga independensi media di tahun-tahun politik. Media harus tetap menjadi ruang penyampai informasi yang jujur, bukan sekadar corong kekuasaan atau alat propaganda.
“Kami mendorong pers hari ini untuk lebih berdaya, lebih mencerdaskan. Pers jangan hanya menjadi tukang stempel, dan tidak memberi peluang bagi lahirnya pikiran-pikiran yang berbeda dengan mainstream. Misalnya, pers semestinya punya keberanian terhadap isu-isu macam UU TNI, pembukaan lahan baru untuk food estate maupun soal Danantara. Ini akan dapat menumbuhkan apresiasi bagi para pelaku media dari masyarakat,” ungkap Gus Hilmy.
Jurnalis: Rendy/Abri







