SURABAYA — Kelompok milenial kerap dianggap sebagai generasi yang sulit dipahami. Tak banyak yang bisa masuk ke kalangan mereka karena perbedaan cara pandang. Namun, bakal calon gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf alias Gus Ipul justru diundang para pengusaha dari kalangan milenial di Gedung Srijaya, Surabaya, Rabu, 8 Februari.
Dalam acara bertajuk Kopi Darat Bareng Gus Ipul, Harmoni dalam Keberagaman, ketua Pengurus Besar (PB) Nahdlatul Ulama (NU) tersebut didaulat menjadi pembicara utama dalam acara yang digelar oleh Junior Chamber International (JCI) East Java.
JCI adalah organisasi nasional yang beranggotakan 3.000 para milenial yang sebagian besar berprofesi sebagai pengusaha. Di Jawa Timur saja, dari 150 anggota aktif, 75 persen lebih adalah para pengusaha muda yang usianya di kisaran 20 hingga awal 30-an tahun. Mereka bergerak di berbagai sektor mulai properti hingga industri kreatif.
“Semuanya masih sangat muda. Tapi kami ingin berkontribusi pada pemerintahan. Kami tawarkan kepada Gus Ipul. Apa yang bisa kami bantu untuk memajukan Jawa Timur?” kata Ariel Wibisono, Local President JCI East Java.
Ariel mengatakan, anggota JCI cukup banyak dan bergerak di berbagai sektor bisnis. Namun, di antara kesibukan menjalankan roda usaha tersebut, mereka ingin berkontribusi secara sosial. Termasuk membantu menyelesaikan persoalan di Jawa Timur seperti kemiskinan, pengangguran, dan menggenjot pertumbuhan ekonomi.
“Kita ingin sinergikan program kita dengan pemerintah provinsi. Karena kami merasa ikut menanggung beban persoalan di Jawa Timur. Kami sebagai pengusaha muda tidak bisa berdiam diri,” katanya.
Ariel menambahkan, JCI memilih Gus Ipul sebagai pembicara utama karena sosoknya yang ramah dan sangat terbuka. Dia termasuk pemimpin yang mau mendengar rakyatnya. “Gus Ipul sangat positif dengan rencana dan gagasan kami. Ini yang membuat kami merasa begitu dekat dengan beliau,” katanya.
Gus Ipul sebagai pembicara utama mengatakan bahwa Jawa Timur memiliki potensi yang besar. Provinsi ini tak hanya menanggung beban pertumbuhan ekonomi dari warga Jatim sendiri. Tapi juga Indonesia timur. Sebab, perdagangan di kawasan tersebut menggantungkan diri pada performa ekonomi Jawa Timur.
Tak hanya itu, Jawa Timur juga ikut menanggung suplai komoditas pertanian nasional. Mulai dari garam, gula, beras, daging, hingga susu. Hampir sekitar 40 persen kebutuhan nasional disuplai dari Jawa Timur.
“Di tengah upaya kita mempertahankan produktivitas, lahan semakin susut. Di sinilah kita perlu inovasi yang melibatkan teknologi informasi. Bagaimana bisnis berbasis agro bisa berkembang pesat di Jawa Timur tapi juga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi bersama,” katanya.
Karena itu, salah satu pekerjaan rumah (PR) para pengusaha milenial tersebut adalah mencari terobosan-terobosan kekinian. Mencari jalan keluar dari kebuntuan masalah-masalah kemiskinan dan pengangguran di Jawa Timur.
Gus Ipul mengakui, awalnya pemerintah gagap merespons perkembangan bisnis start up. Beberapa start up memang sukses tanpa dukungan pemerintah seperti Bukalapak dan Traveloka.
“Tapi, mereka kan sudah besar. Ini yang kecil-kecil perlu difasilitasi dan didukung. Termasuk fasilitas pembiayaan. Juga perlu dirangsang dengan kantor bersama semacam co-working space. Ini lagi dirancang. Satu kantor yang memberikan kesempatan kepada siapapun untuk duduk. Dicarikan pakar dan anak-anak milenial ini dipancing terus kreativitasnya,” katanya.