Gus Ipul dan Musibah Politik

  • Whatsapp

    Edukasi Pilkada Jatim


Oleh Yusron Aminulloh


Beritalima.com – Dengan wajah tegang, raut wajah kecapaian, Gus Ipul Senin (8/1) malam, keluar dari rumah Megawati di Jl. Teuku Umar Jakarta. Banyak kalimat yang ia sampaikan, tetapi satu kalimat menarik yang penulis bahas.

“Ini musibah politik,” tegas Gus Ipul. Sebuah kalimat pendek yang menggambarkan, betapa beratnya ditinggal Azwar Anas. Pasangan ideal ini sudah jalan tiga bulan. Menata ritme, berbagi tugas, saling mengisi dan saling melengkapi sudah mereka lakukan.

Apalagi elektabilitas Gus Ipul naik juga karena posisi Anas. Dalam survey terakhir, Anas adalah calon Wagub Jatim yang menduduki posisi teratas. Maka, begitu digabung keduanya, posisi pasangan ini jadi paling atas diatas calon-calon lain.

Begitu Azwar Anas “kena musibah” dan kemudian memilih mundur, maka kesimpulan Gus Ipul sebagai musibah politik adalah sesuatu yang nyata.

Karena bagi Gus Ipul, membangun tim bersama Anas, bukanlah kerja sehari. Berbulan-bulan sejumlah kendala psikologis sudah mampu mereka lewati. Frekwensi mereka berdua sudah hampir menemukan puncaknya.

Kerja sistematis dengan terstruktur dilini 38 Kab Kota, bukanlah pekerjaan ringan. Ribuan baliho mudah dibongkar dan diganti, tapi ribuan orang yang sudah dekat hati dan pikirannya dengan Anas, tidaklah mudah pindah kelain hati seperti semudah mengganti baliho. Berganti ke hati lain, itu butuh waktu dan energi yang tidak sederhana.

Ibarat perlombaan, pasangan ini sudah berlatih matang selama 3 bulan. Tinggal menunggu waktu tanding. Sejumlah strategi sudah tersusun bahkan diujicobakan ke lapangan. Kalau ibarat mereka pemain ganda Bulutangkis, kelincahannya teruji. Tidak akan mungkin mereka berebut smash atau bertabrakan raketnya.

Betapa indanya permainan mereka. Betapa indahnya penonton melihat penampilan permainan mereka. Itu setelah pasangan ini memahami strategi permainan. Kapan maju, kapan mundur, kapan menyamping kiri kapan ke kanan, semua terpadu indah.

Yang juga tidak mudah adalah menjaga kekompakan berdua, Ada saling berperan tetapi tidak berebut peran. Ada juga saling mengalah bukan untuk kalah, tapi demi kekompakan dan kemenangan.

Pilihan Manis Atau Pahit

Dalam setiap menghadapi musibah. Kadang orang tidak mendapatkan kesempatan memilih. Mau manis atau pahit pilihan itu, harus diambil demi keselamatan nahkoda yang sedang berjalan.

Maka, ketenangan menghadapi musibah adalah modal utama. Dengan tenang akan lahirkan ide, masukan, yang kemudian disaring dengan kejernihan.

Tapi teori “turbulence” menyebut, kematangan seseorang sangat menentukan langkah yang akan diambil. Mengelola emosi yang bergejolak salah satu sumber penguatnya adalah kedekatan dia sama sang Khaloliq. Lihatlah pilot yang berhasil lolos dari musibah rata-rata adalah pribadi yang taat beribadah.

Gus Ipul kayaknya punya modal tenang. Apalagi dibelakangnya banyak Kyai sepuh yang menguatkan dirinya. Cuma modal itu saja tidak cukup. Masih dibutuhkan kejernihan. Itulah satu kata kunci lain yang menjadi penguat.

Maka, semalam dia juga menyebut, sudah menyampaikan masukan dari para Kyai Sepuh Jatim kepada Bu Megawati. Kalimat ini mengandung dua makna.

Pertama, betapa Gus Ipul belum mempunyai kekuatan personal yang kuat pada Megawati. Itu terlihat menunggu nama, bukan membawa nama tertentu kemudian mengharap Megawati menyetujuinya.

Kedua, dengan membawa usulan Kyai kepada Megawati, maka Gus Ipul tidak akan menyesal kalau dikemudian hari, pilihan Kyai tidak sesuai dengan pilihan Megawati. Karena warning sudah ia sampaikan sambil “menumpang” nama kyai.

Ketiga, Gus Ipul memang menyebut Koalisi PKB dan PDIP tetap solid. Namun dikalimat berikutnya masih menyebut bekerjasama dengan Partai lain juga sangat mungkin.

Ini artinya, Gus Ipul pasti berani lepas dari PDIP apabila usulan nama pengganti Azwar Anas dari para Kyai ditolak Megawati. Meski itu bukan sikap mudah.

Yang menjadi persoalan, panikkah Megawati menghadapi situasi ini ? Mampukah Mega meletakkan ego dirinya untuk kepentingan lebih luas ? Kita bisa baca keputusan PDIP memilih Djarot di Sumut dan TB Hasanuddin di Pilkada Jabar adalah gambaran emosi kepartaian lebih dominan dibanding rasionalitas yang mengacu pada teori popularitas dan elektabilitas.

Semoga untuk Jawa Timur, baik Megawati maupun Gus Ipul bertemu dalam satu titik kompromi ideal. Dan kalau kemudian akhirnya tidak ada titik temu, Gus Ipul berani ambil langkah elegan dengan ketegasan personal dan bertumpu pada keinginan para kyai Jawa Timur.

Surabaya, 9 Januari 2018

Penulis adalah Peneliti Sosial, Founder MEP Institute.

beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *