JATIM, beritalima.com – Wakil Gubernur Jawa Timur Drs. H. Saifullah Yusuf meminta kepada kiai, ulama hingga santri maupun masyarakat untuk terus memperkuat Ukhuwah Islamiyah atau hubungan silaturahmi antar sesama.
Permintaan tersebut disampaikannya secara langsung dihadapan ribuan jamaah Mujahadah Kubro, di Pondok Pesantren Kedunglo Al Munadharoh, Kota Kediri, Minggu (1/5) malam.
Ia mengatakan, dengan memperkuat Ukhuwah Islamiyah ini akan terjalin hubungan kebersamaan yang kuat. Ukhuwah islamiyah juga akan memperkuat rasa solidaritas antar ummat. “Hubungan antara kiai dan santri harus diperkuat agar ilmu yang di dapat akan terus mengalir menjadi suatu kebaikan dan keberkahan,” ungkapnya.
Gus Ipul mencontohkan, negara di Timur Tengah yang sedang berkonflik diyakini tidak memiliki rasa persaudaraan yang baik. Ukhuwah islamiyahnya telah hilang di negara negara timur tengah. Hubungan antara kiai dan santrinya tidak berjalan harmonis. Kondisi tersebut menyebabkan perpecahan yang berujung kepada perang antar saudara.
Majelis Mujahadah Kubro ini, tambah Gus Ipul akan menumbuhkan rasa persaudaraan, kebersamaan dan solidaritas antar ummat untuk saling menghormati dan menghargai. “Kita bisa lihat disini antara si kaya dan si miskin berkumpul, antara orang yang memiliki ilmu dan yang dangkal ilmunya bersatu untuk ber mujahadah meminta syafaat dan pertolongan kepada Rasulullah SAW,” ujarnya.
Indonesia dan Jatim, patut bersyukur karena masyarakatnya guyub dan rukun terus menjaga NKRI melalui majelis majelis mujahadah seperti ini. Inilah majelis silaturahmi yang luar biasa. Semua di doakan mulai dari masyarakat kecil hingga pejabat dan pimpinan negara. “Semoga melalui majelis ini hubungan antar ummat bisa terus terjalin dengan baik,” imbuhnya.
Selain memperkuat Ukhuwah Islamiyah, Gus Ipul juga menekankan bahwa majelis mujahadah kubro ini merupakan majelis untuk membangun akhlak, moral dan pendidikan karakter.
Majelis seperti ini memiliki kandungan makna dan penanaman akhlak dan moral yang kuat. Mulai dari generasi muda hingga tua saling menghargai dan menghormati. Semua saling tunduk kepada kiai, ulama dan guru-guru di pondok. Pendidikan akhlak dan moral hingga karakter ini yang tidak bisa dijumpai di sekolah. (**)