Gus Ipul : Tahlilan Cerminkan Pancasila

  • Whatsapp

BANGKALAN, beritalima.com – Tradisi tahlilan yang sering dilakukan masyarakat, khususnya umat muslim untuk memperingati dan mendoakan orang yang telah meninggal, sejatinya mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Karena itu, tradisi ini terus bertahan dan mampu mempererat kerukunan bagi umat muslim di Indonesia.
“Jika ingin melihat pelaksanaan Pancasila yang benar, maka lihatlah saat orang menghadiri tahlilan” kata Wakil Gubernur Jawa Timur, Drs. H. Saifullah Yusuf atau yang akrab disapa Gus Ipul saat menghadiri Haul KH. Makki Sarbini di Pondok Pesantren As-Shomadiyah, Burneh, Kab. Bangkalan, Selasa (26/7) malam.
Gus Ipul mengatakan, sila pertama Pancasila yakni “Ketuhanan Yang Maha Esa” tercermin ketika orang yang ikut tahlilan pasti membaca surat Al-Ikhlas yang berbunyi “Qulhu Allahu ahad Allahus shomad”. “Itulah saat kita mengamalkan sila pertama Pancasila, karena di dalam tahlil orang pasti membaca surat itu. Yang artinya Tuhan itu satu” katanya.
Sila kedua, lanjut Gus Ipul, tercermin dimana ketika orang tahlilan, siapa pun boleh datang dan ikut, tidak membedakan suku, agama, dan ras. “Tahlilan tidak ada seleksi, tidak ada pertanyaan, “Anda bisa tahlil tidak? Bahkan non muslim pun boleh masuk Tidak ada yang dibeda-bedakan. Itulah kemanusiaan yang adil dan beradab” lanjutnya.
Kemudian sila ketiga, tercermin dalam pelaksanaan tahlilan dimana seluruh hadirin, mulai kiai, ulama, pejabat, polisi, TNI, santri dan orang biasa kompak duduknya bersila. “Semuanya duduk bersila, rata. Itulah amalan sila ketiga Pancasila yang berbunyi Persatuan Indonesia” ujarnya.
Setelah semuanya duduk bersila, menjelang tahlilan dimulai, para hadirin akan mencari pemimpin, mereka saling mempersilahkan satu sama lain untuk menjadi pemimpin. “Yang satu bilang njenengan saja yang memimpin, dan yang lainnya juga bilang njenengan yang lebih pantas,” ungkapnya.
Akhirnya terjadilah musyawarah untuk mencari seorang pemimpin tahlil. Kemudian terciptalah mufakat dan kesepakatan pemimpin tahlil. Tidak ada dalam sejarah tahlilan memilih pemimpin dengan jalan voting. “Itulah amalan sila keempat yang berbunyi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan” tambah Gus Ipul.
Dan yang terakhir, setelah tahlilan usai, seluruh hadirin akan mendapatkan pembagian berkat atau nasi kenduri. “Saat pembagian tersebut, tidak ada pembedaan isi pada berkat yang diberikan kepada seluruh hadirin, semuanya sama. Itulah wujud dari sila kelima Pancasila yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” kata Gus Ipul,
Masih menurut Gus Ipul, warisan peninggalan orang-orang sholeh seperti kiai dan ulama bukanlah berupa harta atau tahta, tapi warisannya adalah ilmu yang bermanfaat dan pondok pesantren. “Karena itu, mari kita jaga dan teruskan warisan ini agar semangat almarhum dalam menyebarluaskan agama dan mendidik generasi penerus bangsa tetap terjaga dan terpelihara hingga kelak kiamat tiba” pungkasnya. (RR)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *