Jawa Timur, beritalima.com – Kualitas dan kuantitas garam yang berasal dari Jawa Timur harus ditingkatkan. Selama ini kualitas garam hasil produksi petani garam masih berkualitas kurang bagus yakni kw3. Sedangkan permintaan dari perusahaan pengolah garam adalah kualitas yang terbaik.
Demikian disampaikan Wakil Gubernur Jawa Timur, Drs. H. Saifullah Yusuf pada Rapat Koordinasi Nasional Asosiasi Petambak Garam Nusantara (ASPEGNU) Membangun Tata Kelola Garam Nusantara Di Hotel Fortune, Surabaya, Jumat(13/5).
Oleh sebab itu, agar garam lokal bisa dilirik perusahaan kualitas dan kuantitasnya harus ditingkatkan. Salah satunya adalah dengan memberikan pelatihan khusus bagi petani , penerapan teknologi yang lebih bagus dan juga didukung infrastruktur yang memadai.”Sebenarnya, petani garam kita bisa memproduksi garam berkualitas bagus. Akan tetapi belum adanya kepastian pembeli yakni perusahaan-perusahaan besar maka petani garam enggan untuk memproduksi garam dengan kualitas bagus. Sehingga petani garam memproduksi garam Kw3 yang sudah pasti pembelinya,” jelas Gus Ipul sapaan akrabnya.
Menurutnya, dampak lain apabila tingkat produktifitas garam semakin naik dan kualitas serta kuantitasnya diperbaiki maka serbuan garam impor yang masuk Indonesia bisa dikurangi. Menurut data dari petani, kebutuhan garam Indonesia sebanyak 4,5 juta ton/tahun, sedangkan petani garam Indonesia hanya mampu memenuhi 1,8 juta ton/tahun sisanya masih disuplai pasokan impor.”Pemerintah berusaha agar pasokan impor tersebut bisa dicukupi oleh petani garam lokal. Hal utama yang harus dilakukan saat ini adalah petani garam harus mau merubah pola pikir. Dimana paradigma dan visi petani tambak yang dahulu hanya bussines as usual dirubah menjadi meningkatkan kualitasnya,” ucapnya.
Selain itu, Gus Ipul menjelaskan faktor lain yang membuat petani garam kurang berkembang adalah adanya peraturan Menteri Perdagangan yakni Nomor 125/M-DAG/PER/12/2015. Didalamnya dijelaskan pemerintah menghapus harga patokan garam, pembatasan waktu impor, dan kewajiban importir garam untuk menyerap garam. Dampaknya bisa mematikan usaha garam rakyat. Pemerintah harus bisa menyerap garam rakyat oleh pasar meskipun kualitasnya hingga kini masih kalah dengan garam impor. “Pemprov Jawa Timur tetap mengusulkan Permendag tersebut dirubah agar lebih pro rakyat. Bisa dibayangkan sebelum adanya Permendag apabila ada impor garam 100 ton, garam petani lokal yang terserap sebanyak 50 ton. Dengan adanya Permendag yang baru tidak terserap sama sekali setiap adanya impor dengan alas an kualitas Kw3,” ujarnya.(**)