JAKARTA, Beritalima.com– Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Muhammad Anis Matta mengatakan, persoalan paling besar yang dihadapi bangsa Indonesia di masa pandemi ini adalah ketidapastian informasi tentang Covid-19 yang simpang siur, ketimbang penyakit itu.
“Kondisi ini membuat pasien menghadapi psikologis yang sangat akut, dokter menghadapi persoalan tingkat keyakinan dalam memberikan rekomendasi bagi pasiennya,” kata Anis saat memberikan pengantar diskusi Gelora Talk5 dengan tema “Covid-19 Mengganas: Siapkah Sistem Kesehatan Nasional Menghadapinya?”, Kamis (1/7).
Menurut Anis, hal itu terjadi akibat banyaknya informasi saintifik bercampur informasi hoax yang begitu cepat menyebar di masyarakat, disamping itu pengetahuan dokter saat ini tentang masalah Covid-19 juga masih terbatas.
“Walhasil ada serangan besar terhadap optimisme kita, dan persoalan ini saya anggap penting dalam pendekatan keagamaan, karena agama adalah sumber optimisme bukan sumber fatalisme,” kata Wakil Ketua DPR RI Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) ini.
Agama, ungkap politisi kelahiran Waledo, Bone, Sulawesi Selatan, 7 Desember 1968, menjadi langkah awal untuk memahami persoalan Covid-19 dan dapat menjauhkan diri dari sikap fatalis. “Agama harus jadi sumber optimisme dan otorisasi sains jadi referensi utama menghindarkan disinformasi publik,” jelas dia.
Anis mengutip dalil yang menyebutkan, Allah tidak pernah menurunkan suatu penyakit, melainkan juga bersamanya diturunkan obatnya. Agama menyuruh manusia bergantung kepada sang Pencipta, termasuk mencari kesembuhan dan obat dari penyakit Covid-19 ini.
Kemudian mengikuti seluruh rekomendasi dokter dan para saintis yang berhubungan dengan penyakit itu. “Jadi makna tawakal tak boleh jadi sumber fatalisme, tapi agama justru menjadi sumber optimisme. Disinilah kita melangkah untuk menghadapi persoalan ini,” kata politisi senior ini.
Persoalan paling besar yang kita hadapi pada dasarnya, bukan sekedar pada penyakit baru yang namanya Covid-19, tapi karena tingkat ketidakpastian akibat begitu banyaknya informasi yang simpang siur.
Hal senada disampaikan Ketua Majalis Ulama Indonesia (MUI), KH Kholil Nafis. Ia mengatakan, banyak informasi tentang Covid-19 yang beredar, telah membuat kepanikan di masyarakat. Kepanikan itu juga sempat melanda dirinya saat terjangkit Covid-19 beberapa waktu lalu.
Ternyata berita itu, kata dia, membuat kita panik, asam lambung saya malah naik dan menjadi tidak nyaman. Orang ketika divonis kena Covid-19, kita tidak bisa tidur dan masuk rumah sakit, ditinggal keluarganya. “Kemudian dikasih berita tentang kematian, dan bagaimana cara dikuburkan, ini yang membuat orang panik,” kata dia.
Kholil berharap agar tempat-tempat ibadah tidak ditutup dalam masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Mikro Darurat. Masyarakat bisa beribadah mendekat diri dengan sang Pencipta, termasuk dekat dengan para ulama agar mendapatkan siraman ruhani.
“Saya hampir tiap hari diminta ceramah dan mendoakan yang kena Covid-19. Karana itu, rumah ibadah jangan ditutup, tapi bisa jadi sentra komunikasi penyadaran kepada masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan,” kata dia.
Gelora Talk5 dengan tema “Covid-19 Mengganas: Siapkah Sistem Kesehatan Nasional Menghadapinya?” ini juga menghadirikan narasumber, Satgas Nasional Penanganan Covid-19, Brigjen (Purn) TNI Dr Alexander K Ginting, Dosen Psikologi Universitas Indonesia Prof Dr Hamdi Muluk, Menteri Kesehatan 2004-2009 Dr Siti Fadhilah Supari, Ketua Bidang Kesehatan DPN Partai Gelora Indonesia dr Zicky Yombana dan Drs Oman Fathurahman dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (akhir)