SURABAYA, beritalima.com | Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa meminta seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur memperkuat kesiapsiagaan dan mitigasi bencana guna menghadapi ancaman hidrometeorologi dan La Nina. Fenomena La Nina diprediksi akan melanda Indonesia terhitung mulai Oktober 2021 hingga Februari 2022 dan dapat memicu bencana hidrometeorologi.
“Meski BMKG menyebut fenomena La Nina lemah, namun mitigasi dari hulu ke hilir oleh Forkopimda Jatim dan Kabupaten/ kota harus tetap dilakukan. Jangan sampai sudah kejadian, baru kebingungan,” ungkap Khofifah saat memimpin Apel Gelar Pasukan dan Peralatan Penanggulangan Bencana Alam tahun 2021, di Lapangan Makodam V/Brawijaya, Surabaya, Senin (25/10).
Turut hadir dalam apel tersebut, Pangdam V Brawijaya Mayjen TNI Suharyanto, Kapolda Jatim Irjen Pol Nico Afinta, Pangkoarmada II Laksda TNI Iwan Isnurwanto, Plh Sekdaprov Jatim Heru Tjahjono, Kalaksa BPBD Jatim Budi Santoso, serta pejabat eselon III dan IV di lingkungan BPBD Jatim.
Sebagai informasi, fenomena La Nina terjadi karena pendinginan suhu muka laut (SML) di Samudra Pasifik bagian tengah hingga di bawah suhu normal. Pendinginan suhu muka laut itu berpotensi mengurangi pertumbuhan awan di Samudra Pasifik tengah. Selain itu, angin pasat (trade winds) berembus lebih kuat dari biasanya di sepanjang Samudra Pasifik dari Amerika Selatan ke Indonesia.
Kondisi itu menyebabkan massa air hangat terbawa ke arah Pasifik Barat. Oleh sebab itu, air yang lebih dingin di bawah laut Pasifik naik ke permukaan untuk mengganti massa air hangat yang berpindah. Fenomena yang disebut upwelling ini membuat SML turun. Dengan demikian, selain angin muson, La Nina menjadi salah satu faktor yang menyebabkan curah hujan meningkat di Indonesia.
Hasil kajian BMKG menyebutkan bahwa curah hujan di sejumlah wilayah Indonesia meningkat pada bulan November, Desember, dan Januari. Beberapa daerah bahkan mengalami peningkatan curah hujan berkisar 20 hingga 70 persen di atas normal, seperti Sumatera bagian Selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan bagian Selatan, dan Sulawesi bagian Selatan.
“Efek fenomena ini ditandai dengan peningkatan curah hujan secara drastis dan diikuti dengan bencana seperti banjir, angin kencang, puting beliung, tanah longsor, dan lain sebagainya. Untuk daerah-daerah rawan bencana tersebut tolong segera lakukan langkah antisipasi,” imbuhnya.
Khofifah mengatakan, Pemerintah Daerah secara rutin harus melakukan update data dan informasi perihal cuaca dan iklim yang dikeluarkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Setiap peringatan dini yang dikeluarkan BMKG terkait cuaca dan iklim, kata Khofifah, harus secepatnya direspon dan disebarluaskan apabila menyangkut kedaruratan diwilayah masing-masing.
Sedangkan masyarakat, kata Khofifah, juga harus diberi pemahaman menyeluruh guna meningkatkan kesiap-siagaan dan kewaspadaan. Dengan demikian, masyarakat bisa melakukan langkah-langkah penyelamatan atau evakuasi jika sewaktu-waktu terjadi bencana akibat fenomena La Nina ini.
Dalam Apel Gelar Pasukan dan Peralatan Penanggulangan Bencana Alam tahun 2021 tersebut sedikitnya ada 8 poin arahan yang disampaikan yaitu pertama adalah peningkatan sinergitas antar stakeholder, baik di tingkat Provinsi maupun Kab/Kota. Ini lalu dilanjutkan dengan penyiapan rencana kontijensi oleh setiap kepala daerah yang disesuaikan dengan tata kelola prokes dan kesiapan semua lini.
Poin ketiga, Gubernur Khofifah meminta adanya penyiapan lokasi pengungsian dan jalur evakuasi yang sudah sesuai dengan Prokes guna mencegah penyebaran Covid-19. Selanjutnya, poin keempat, Khofifah juga meminta dilakukan pendekatan secara Pre-Emptif kepada masyarakat terkait peran serta masyarakat dalam menghadapi bencana alam.
Lalu poin kelima dan keenam, berkaitan dengan kesiapan para satuan tugas (Satgas), Khofifah meminta agar semua Satgas dapat menyiapkan mental dan fisik prima, serta berkomitmen penuh melakukan pelatihan secara intens dan terpadu terhadap setiap personil.
Ketujuh, Khofifah mengharapkan agar selalu ada pengecekan intens dan berkala terhadap seluruh peralatan SAR yang dimiliki. Hal ini tak lain untuk menjaga kesiapsiagaan saat dibutuhkan dalam penanganan bencana alam. Dan, terakhir kedelapan yang menjadi poin terpenting adalah menjaga kesehatan semua personil dengan selalu berpegang pada Protokol Kesehatan yang ketat.
“Semua poin tersebut jika tidak dibarengi dengan kesehatan semua personil akan menjadi hal yang sia-sia. Saya berharap, delapan poin tersebut mampu diterapkan di semua lini masyarakat dan pemerintahan. Apalagi, bencana alam nyatanya berdampak pada meningkatnya kemiskinan bahkan hingga 80% karena bisa berimbas pada rusaknya infrastruktur dan tempat tinggal, baik karena longsor, puting beliung, atau sebab lainnya,” ujarnya.
“Bencana tidak bisa ditolak, tapi dampak dan akibatnya bisa diminimalisir dengan kesiapsiagaan dan mitigasi yang kuat,” tambah Khofifah. (*)