Hadi Dediyansyah Minta Jangan Campur Aduk Politik Dengan Agama

  • Whatsapp

SURABAYA, beritalima.com|
Aroma perhelatan Akbar yang sebentar lagi akan digelar di Indonesia, gaungnya sudah mulai membahana ke seantero negeri. Meskipun sebenarnya pesta demokrasi tersebut baru akan dilaksanakan Rabu, 14 Pebruari 2024. Banyaknya kompeteter yang saling menjatuhkan, dikhawatirkan akan memicu perpecahan yang memprihatinkan.

Menanggapi fenomena tersebut, anggota DPRD provinsi Jatim Hadi Dediyansyah SPd MHum mengungkapkan, bahwa pesta demokrasi merupakan acara 5 tahunan yang seharusnya mendapat apresiasi dari seluruh masyarakat Indonesia. Karena saat itulah bangsa Indonesia menentukan masa depan negara Indonesia.

“Sesuai dengan Pancasila terutama sila ke-4 kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, di sini dinamika politik Indonesia itu mengacu proses demokrasi Pancasila. Jadi tidak ada yang boleh mengedepankan persoalan agama dengan politik. Antara agama dan politik itu tidak boleh dicampur adukkan,” terang Anggota komisi E DPRD provinsi Jatim ini.

Wakil ketua DPD partai Gerindra Jatim ini menuturkan bahwa system pemerintahan berdasarkan satu agama, tidak berlaku di Indonesia. Indonesia berdiri dari berbagai suku bangsa yang berbeda-beda, baik dari sisi agama, kebudayaan, maupun bahasa. Bangsa Indonesia dipersatukan oleh Bhineka Tunggal Ika.

“Sehingga politik Indonesia itu beda dengan politik negara-negara lain. Kita masih menganut wawasan yang terkait dengan musyawarah mufakat. Jadi di sini tidak ada istilahnya partai pemenang mutlak, atau partai berkuasa. Indonesia itu guyub, Indonesia itu rukun, Indonesia itu harus Bhineka Tunggal Ika. Jadi perbedaan apapun akan menjadi kekuatan, yaitu satu kekuatan Indonesia yang lebih aman dan terkendali,” sambung Cak Dedy, panggilan akrab Hadi Dediyansyah.

Cak Dedy menambahkan, makanya kalau ada beberapa unsur atau beberapa pihak mengedepankan strategi pakai agama, ya lebih baik nggak usah hidup di Indonesia. Karena Indonesia adalah negara Pancasila, dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Istilahnya kalau negara lain kan demokrasi liberal, siapa yang menjadi pemenang Pemilu dialah penguasa. Kebijakan tersebut tidak berlaku di Indonesia. Di Indonesia adanya adalah kebersamaan, semua dilaksanakan secara kekeluargaan, untuk mencapai mufakat,” pungkasnya.(Yul)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait