MOJOKERTO, beritalima.com – Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak berpesan kepada para sarjana lulusan S1 agar tidak gengsi mengambil peluang pekerjaan atau kesempatan yang ada di depan. Caranya dengan tidak mengotakkan diri bahwa pekerjaannya harus sesuai dengan gelar yang ia peroleh.
“Langkah yang tepat untuk memulai hidup setelah memperoleh ijazah dari kampus ini, jangan mengkotakkan diri bahwa saya akan hidup 100% sesuai dengan gelar yang tertera di dalam ijazah. Proses pendidikan sarjana bukan untuk sekedar memperoleh keterampilan. Karena ilmu dan keterampilan akan terus berkembang setiap tahunnya. Akan ada teknologi baru, fenomena baru dan fakta baru,” kata Emil, sapaan lekatnya, saat menghadiri Wisuda Sarjana ke-18 Universitas Islam Majapahit (UNIM) Mojokerto Tahun Akademik 2020/2021 di kampus tersebut, Rabu (24/3).
Emil mengatakan, saat ini perubahan tengah terjadi di segala sektor kehidupan akibat transformasi digital. Artinya bahwa semua pekerjaan hari ini menuntut setiap orang untuk mau beradaptasi dengan tuntutan kompetensi yang juga meningkat. Untuk itu, ia juga meminta sarjana untuk tidak gengsi untuk berwirausaha atau berbisnis.
Selain itu, lanjutnya, para sarjana juga dituntut untuk tidak membedakan antara istilah pekerjaan white collar (berkerah putih) yang identik dengan pekerjaan kantoran yang lebih elit, dengan istilah blue collar (berkerah biru) yang contohnya adalah buruh pabrik. Apalagi hari ini pekerjaan ‘kerah putih’ itu sudah mulai banyak yang hilang akibat transformasi digital.
“Mari kita hilangkan istilah pekerjaan white collar dan blue collar. Bahwa setiap lulusan hari ini akan siap bekerja. Apa saja selama itu halal untuk bisa tentunya menjadi insan yang produktif di tengah masa perubahan ini. Jangan batasi diri dengan ijazah, jangan merasa terlalu gengsi untuk berkreasi, berbisnis, karena tidak ada ide yang buruk,” katanya.
“Jemput peluang apa pun yang ada disana. Laksanakan sebaik-baiknya. Insyaallah kalau kita profesional jalur kita akan selalu ke atas,” imbuhnya.
Menurutnya, saat ini para sarjana dituntut untuk mampu berpikir kritis dalam menganalisa sebuah permasalahan. Sehingga para sarjana harus siap belajar hal-hal baru yang belum tentu sesuai dengan gelar akademisnya.
Sehingga seorang sarjana harus punya pola pikir sangat relevan dalam mencerna berbagai persoalan. Apalagi hari ini ada artificial intelligence atau ada kecerdasan buatan. Maka satu skill yang tidak mungkin digantikan oleh teknologi adalah komunikasi interpersonal yakni empati dan kreativitas.
“Ya bukan berarti yang jurusan ekonomi tiba-tiba suruh jadi ilmuwan nuklir bukan sejauh itu. Tetapi misalnya dari ekonomi mungkin harus paham mengenai teknologi pertanian kalau dia akan bergerak di industri Agro misalnya atau agrobisnis,” katanya.
Di akhir, ia menyampaikan selamat kepada para wisudawan wisudawati yang telah menyelesaikan pendidikan sarjananya. Menurutnya saat ini adalah waktunya untuk berkiprah di tengah masyarakat. Dan saatnya untuk masuk ke dunia nyata memberikan sumbangsihnya kepada bangsa dan negara yang kita cintai.
“Selamat kepada segenap wisudawan-wisudawati, dan segenap orang tua, bahwa babak pertamanya sudah terlalui. Ibu bapak sudah mengantarkan putra-putrinya menempuh pendidikan tinggi karena hanya kurang lebih 30% dari lulusan SMA dan SMK yang memiliki keberuntungan untuk bisa menempuh pendidikan tinggi,” katanya.
“Bagaimanapun mereka perlu dukungan moril karena dunia memang sedang dalam perubahan dan jarang sekali bisnis sekali coba langsung berhasil maka berilah support kepada putra putrinya,” pungkasnya.
(red)