JAKARTA, Beritalima.com | Akan melaksanakan gelar perkara tahap awal kasus penipuan, penggelapan, hingga Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang diduga dilakukan oleh Komisaris Utama PT Sinarmas Indra Wijaya dan Direktur Utama PT Sinarmas Securitas Kokarjadi Chandra.
Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan mengatakan gelar perkara rencananya akan dilaksanakan Kamis (18/3/2021) besok. Dalam gelar perkara, penyidik akan menghadirkan Andri Cahyadi selaku pihak pelapor yang merasa tertipu sebesar Rp15 triliun.
“Rencananya besok hari Kamis tanggal 18 Maret 2021 akan dilakukan gelar perkara awal dengan menghadirkan pelapor (Andri Cahyadi),” kata Ramadhan di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (17/3/2021).
Andri diketahui melaporkan Komut PT Sinarmas dan Dirut PT Sinarmas Sekuritas ke Bareskrim Polri pada 10 Maret 2021 pekan lalu. Laporan tersebut telah terdaftar dengan Nomor: STTL/94/III/2021/BARESKRIM.
Andri merupakan Komisaris Utama PT Exploitasi Energi Indonesia Tbk (PT EEI). Kasus ini bermula tatkala perusahaannya menjalin kerjasama dengan PT Sinarmas terkait suplai batu bara untuk PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Selama ini, kata Andri Cahyadi, PT EEI bergerak di bidang pertambangan dan perdagangan batu bara serta pengembangan dan pembagunan tenaga listrik dan pengoperasian pembangkit listrik tenaga uap.
“Sebelum itu, perusahaan saya sudah lebih dulu bekerja sama dengan PT PLN untuk suplai batu bara sejak 2012. Saya pemilik perusahaan dan memiliki 53 persen saham di PT EEI,” ungkap Andri kepada awak media di Solo, Jawa Tengah, Sabtu (13/3).
Seiring berjalannya waktu atau sekitar 2015, ungkap Andi, pihaknya berkolaborasi dengan PT Sinarmas untuk suplai kebutuhan batu bara yang lebih besar. Dalam kerjasama itu, PT Sinarmas menempatkan seseorang yang bernama Benny Wirawansah yang akhirnya menduduki posisi Direktur Utama PT EEI.
Ketika itu, Andri mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakberesan setelah kerjasama berjalan sekira 3 tahun. Selain tidak ada profit berdasarkan kerjasama awal, dirinya justru mendapati fakta jika perusahaanya dibebani hutang hingga mencapai Rp 4 triliun.
Utang-utang itu disebut Andri juga didapatkan dari perusahaan milik Grup Sinarmas. Tak hanya dibebani hutang, bahkan, lanjut Andri, saham yang dimilikinya dari 53 persen tinggal 9 persen.
“Jika dihitung kerugian dari hilangnya profit yang seharusnya saya dapatkan dari kerja sama itu mencapai Rp 15,3 triliun,” ucapnya.
Berdasarkan kejanggalan itu, Andri lantas mengambil tindakan dengan tidak menandatangani laporan keuangan pada 2018. Sekaligus, meminta audit menyeluruh hingga membawa ke ranah hukum.
“Harapan saya ini bisa membuka segala hal. Supaya tindakan-tindakan yang merugikan baik pemegang saham hingga potensi merugikan negara bisa ditindak pihak berwajib,” katanya.
“Semua berkas-berkas dan bukti-bukti juga sudah saya serahkan ke penyidik Bareskrim Polri,” imbuh Andri.
Fredi/Redian, Beritalima.com