SURABAYA – beritalima.com, Pertanyaan apakah status strata title bisa diterapkan di Pasar Turi akhirnya terjawab. Budi Susanto, pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang dihadirkan sebagai saksi menyebut bahwa strata title bisa diterapkan di pasar yang menjadi ikon Kota Surabaya itu.
Budi diperiksa sebagai saksi pada sidang kasus Pasar Turi terkait statusnya yang saat itu pernah menjabat sebagai pegawai BPN Surabaya II. “Sebelumnya saya di BPN Surabaya II, kemudian sejak 6 Juli 2017 saya dimutasi ke BPN Gresik,” katanya pada sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (4/4/2018).
Pada keterangannya, Budi menyebut bahwa status strata title bisa diterapkan pada Pasar Turi. Hal itu diungkapkan Budi saat menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Harwiadi. “Strata title itu hanya istilah atas satuan rumah susun. Aturan di pertanahan yang bisa diberikan hak satuan rumah susun yaitu untuk penghuni dan non rumah tinggal (non penghuni),” terangnya.
Akan tetapi sebelum status strata title diberikan pada kios-kios, hak guna bangunan induknya harus jadi dulu. Setelah hak guna bangunan induknya jadi, baru bisa diberikan hak guna bangunan atas bagian-bagian. “Untuk bisa diberikan hak guna bangunan tentunya harus ada HPL (Hak Pengelolaan) dulu,” ungkapnya.
Namun menurutnya, sebelum terbit HPL wajib harus ada perjanjian kerjasama antara pemegang HPL dengan pihak penerima HPL. Pada perjanjian kerjasama tersebut berisi hak dan kewajiban para pihak. “Kemudian HPL dimohonkan dan diproses ke BPN. Setelah surat keputusan Kementerian Agraria terbit, kemudian bisa diterbitkan HGB di atas HPL. Setelah itu baru jika pihak penerima HGB mau kerjasama dengan pihak ketiga (pedagang) ya silahkan. Terus baru kemudian diterbitkan bagian-bagian (kios) HGB di atas HGB induk tadi ,” jelas Budi.
Budi juga menyebut saat ini di Kota Surabaya sudah ada beberapa pasar yang mengadopsi status strata title pada stannya dan menjual ke para pedagang. “Status strata title sudah digunakan, salah satu contohnya yaitu PGS (Pusat Grosir Surabaya),” bebernya dihadapan majelis hakim yang diketuai Rochmad.
Saat hakim Rochmad mengungkapkan bahwa HPL atas tanah Pasar Turi telah terbit pada 2017, Agus mengaku baru mengetahuinya saat ini. “Saat saya diperiksa penyidik Polda saya bilang bahwa Pemkot Surabaya belum mengajukan HPL. Kalau sekarang sudah terbit saya tidak tahu,” katanya.
Hakim Rochmad kemudian menerangkan bahwa HPL tersebut diketahui telah terbit terungkap dari keterangan Kabid Bagian hukum Pemkot Surabaya yang diperiksa sebagai saksi pada sidang sebelumnya. “Dari keterangan saksi orang Pemkot, katanya HPL sudah terbit sejak 2017 lalu,” katanya kepada Budi.
Budi juga sempat memberikan solusi atas permasalahan Pasar Turi tersebut. Ia menjelaskan, jika memang ada yang salah dalam perjanjian kerjasama antara Pemkot Surabaya dengan PT Gala Bumi Perkasa terkait Pasar Turi, maka bisa diajukan adendum. “Pada saat pembuatan kerjasama, BPN tidak pernah dilibatkan. Seharusnya Pemkot berkonsultasi dulu ke BPN sebelum membuat perjanjian kerjasama. Jika memang ada masalah, solusinya ya ajukan adendum,” kata Budi.
Dalam kesaksianya, Budi juga menegaskan bahwa selama ini hak pakai stan tidak dikenal dalam pertanahan. “Di BPN tidak dikenal hak pakai stan,” kata Budi.
Henry J Gunawan juga sempat melontarkan pertanyaan terkait kewenangan mengeluarkan hak pakai stan. Pertanyaan ini disampaikan Henry karena ada klausul dalam adendum yang menyebutkan bahwa Pemkot Surabaya meminta pihak PT Gala Bumi Perkasa (GBP) yang mengeluarkan hak pakai stan.
Atas pertanyaan ini, Budi dengan tegas menjawab bahwa yang berwenang untuk mengeluarkan hak pakai stan adalah BPN dan bukan PT GBP atau Pemkot Surabaya. “Tidak bisa. Yang bisa mengeluarkan hak seratus persen hanya BPN. Swasta tidak berwenang,” tegas Budi.
Sementara itu usai sidang, Agus Dwi Warsono, kuasa hukum Henry mengatakan, Pemkot Surabaya sengaja menggantungkan perjanjian yang dibuatnya dengan PT GBP. “Saat saksi ditanya majelis hakim soal apakah saksi punya pemahanan yang sama bahwa perjanjian kerjasama ini digantungkan pada syarat? Saksi tidak mau menjawab,” katanya.
Saat ditanya terkait tawaran solusi yang diberikan Budi perihal adendum perjanjian kerjasama, Agus mengaku tidak masalah. “Kami tidak masalah dilakukan adendum. Intinya bagi kami yang kami utamakan juga pedagang. Adendum kan untuk kepentingan semua pihak. Namun jangan sampai dilakukan adendum, tapi beban hukum masih dibebankan kepada PT GBP. Kalau seperti itu tidak bisa,” pungkas Agus. (Han)