Hakim PTUN Surabaya Gelar Sidang Pemeriksaan Setempat di Pasar Asem Payung

  • Whatsapp

SURABAYA, beritalima.com — Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya menggelar pemeriksaan setempat (PS) dalam perkara 106/G/2025/PTUN.SBY di kawasan Pasar Asem Payung, Jalan Gebang Lor 42, Kelurahan Gebang Putih, Kecamatan Sukolilo, Senin (1/12/2025). Sidang lapangan ini digelar untuk memeriksa langsung kebenaran objek sengketa berupa tanah seluas 1.720 M2 yang saat ini berstatus aset Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya berdasarkan Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 00011/Gebang Putih, terbit 16 Agustus 2023.

Para Penggugat Chafsah, Fachtul Adim, Fadillah Sahhilun, Asni Furoidah, dan Muchlisul Azmi meminta hakim menyatakan SHP tersebut batal atau tidak sah, serta mewajibkan BPN Surabaya II mencabutnya. Mereka mengaku memiliki dasar kepemilikan sah melalui akta jual beli tahun 1975.

Ketua majelis hakim, Yusuf Ngongi, menegaskan PS dilakukan untuk memverifikasi objek sengketa, bukan ruang debat.

“Kita datang untuk memastikan kebenaran objek sengketa. Jika ada perbedaan dalil, sampaikan di persidangan atau dituangkan dalam kesimpulan,” tegasnya.

Dalam pemeriksaan lapangan, Para Penggugat menunjukkan batas-batas tanah yang mereka klaim, disertai riwayat penggunaan lahan: awalnya sawah, kemudian diuruk pada 2006–2007, dipagari pada 2007, dan dipaving pada 2008. Wilayah tersebut sejak itu digunakan sebagai area berdagang dengan sistem sewa.

Mereka menegaskan PBB atas tanah tersebut dibayar hingga 2017, sebagai bukti penguasaan fisik.

Kuasa hukum Para Penggugat, Muhammad Suud, menambahkan sampai sekarang yang menguasai lahan ini adalah pihak Penggugat.

“Bangunan pedagang berdiri atas swadaya dan izin sewa dari klien kami,” jelasnya.

Pemkot Surabaya selaku Tergugat II Intervensi menyatakan penerbitan SHP 2023 dilakukan berdasarkan putusan berkekuatan hukum tetap serta eksekusi dari perkara sebelumnya. Mereka menegaskan tanah tersebut sudah tercatat sebagai aset Pemkot dalam buku desa sebelum sertifikat diterbitkan.

Namun, ketika hakim meminta penunjukan batas objek dan dasar yuridis pendukung, sejumlah data yang disampaikan Pemkot dipertanyakan oleh pihak Penggugat karena dianggap tidak sesuai kondisi lapangan.

BPN Surabaya II hadir dalam sidang lapangan, namun tidak membawa alat ukur, sehingga tidak dapat mengambil titik koordinat. Hakim Yusuf pun menegur tegas,

“Ambil titik koordinat, lakukan plotting dengan GPS, dan bawa narasinya pada persidangan berikut.” tegurnya

Ketidaksiapan tersebut dinilai penggugat sebagai kelemahan penting, mengingat BPN juga belum menyerahkan dokumen dasar terbitnya SHP.

Penggugat menilai proses penerbitan SHP 00011/2023 melanggar PP 18/2021, terutama karena: Tidak ada pengumuman hasil ukur. Proses ukur dilakukan 4 Agustus 2023, namun sertifikat terbit 12 hari kemudian. Ada selisih luas: klaim awal Pemkot sekitar 1.500 M2, tetapi SHP tercatat 1.720 M2 dan Penguasaan fisik masih berada di tangan penggugat

“Ini cacat prosedur. Terlalu cepat, tidak transparan, dan terindikasi manipulasi data,” tegas Suud.

Dalam sidang PS, muncul dugaan ketidaksesuaian antara persil desa dan gambar kerawangan. Lurah Gebang Putih sebelumnya menyatakan persil 41 S kelas 1 yang menjadi rujukan Penggugat tidak tercatat dalam buku desa, tetapi justru muncul di persil 40.

Majelis hakim meminta agar seluruh dokumen lama buku desa, kerawangan desa, serta bukti pembayaran pajak dan riwayat penguasaan fisik dibawa pada sidang berikutnya.

Majelis hakim menjadwalkan sidang lanjutan untuk pembuktian, serta mewajibkan Tergugat dan Tergugat II Intervensi membawa: Data yuridis batas tanah, Titik koordinat hasil ukur terbaru, Buku desa & kerawangan desa, Dasar penerbitan SHP 00011/2023 dan Bukti penguasaan fisik sebelum sertifikasi. (Han)

beritalima.com

Pos terkait