Sekjen HAKKI, Panani Kesai, menegaskan itu di sela acara Deklarasi dan Peresmian DPD HAKKI Provinsi Jawa Timur, di Hotel Java Paragon Surabaya, Rabu (20/7/2016).
Menurutnya, sekitar 70% konstruksi di dalam negeri dikerjakan kontraktor kita sendiri. Tapi, makin lama sumber dana dari luar masuk, sehingga mau tidak mau investor dari luar akan membawa tenaga ahli konstruksi dan ahli hukumnya.
“Karena itu kita akan memperkut posisi agar tidak kalah dengan ahli konstruksi dan ahli hukum dari luar,” tandasnya.
Dikemukakan, saat ini HAKKI terus meningkatkan kemampuan dan sedang menyiapkan diri menutup kelemahan. Dan, secara teknik HAKKI tidak kalah dengan ahli konstruksi dari luar negeri.
Panani juga menyebutkan, dari tahun ke tahun jumlah kontrak makin lama makin banyak. Namun, persoalannya juga makin bertambah.
“Supaya pembangunan tetap jalan dan permasalahan tidak menghambat pembangunan, kita masih memerlukan ahli kontrak konsrtruksi,” ujarnya.
Keberadaan tenaga ahli kontrak konstruksi, diakui Panani belum ideal. “Makanya kita perluas HAKKI sampai ke daerah-daerah termasuk Jatim,” tambahnya.
Sementara itu Legal DPP HAKKI, Firman Wijaya, mengatakan, Instruksi Presiden Joko Widodo untuk tidak mengkriminalisasi kontrak konstruksi merupakan imbauan kepada penegak hukum agar program pemerintah dalam bidang konstruksi dikawal, bukan dikriminalisasi.
“Melalui HAKKI kami merespon bagaimana pembangunan itu berjalan. Dan para pengak hukum justru mengawal program pembangunan ini. Ini yang penting,” kata Firman di samping Kesai.
Firman berharap kriminalisasi terhadap kontrak konstruksi ini bisa diakhiri, Karena masih banyak cara-cara hukum yang lain untuk menyelesaikan persoalan kontrak konstruksi demi kompetisi yang begitu kompleks.
Selain itu, peradilan baru perlu diupayakan keberadaannya. Hukum seharusnya bukan hambatan pembangunan, justru alat pengawal pembangunan. Sehingga pembangunan tidak mengalami hambatan.
“Tentu HAKKI akan mendorong program yang memungkinkan bagaimana pemerintah lebih lentur lagi terhadap regulasi, dan regulasi kemudian membuat sektor konstruksi, bukan menjadi ruang kriminalisasi,” katanya.
Firman juga menyampaikan bagaimana ahli konstruksi itu ditingkatkan keahliannya. Karena bagaimanapun persaingan sudah tak terelakkan lagi.
“Kita tidak mungkin menjawab pembangunan hanya semata-mata dari sisi kriminalisasi. Ini tidak menghasilkan jalan yang produktif, tapi justru menimbulkan efek yang negatif. Justru negatif ini jangan muncul dalam upaya pembangunan, karena ini jalan satu-satunya meminimalkan kriminalisasi terhadap pembangunan,” kata Firman. (Ganefo)
Teks Foto: Sekjen HAKKI, Panani Kesai (kiri) dan Legal DPP HAKKI, Firman Wijaya.