JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Dr H Mulyanto mengatakan, politik inovasi dan teknologi dibawah Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak jelas alias amburadul terutama terkait dengan aspek kelembagaan dan kebijakan.
Hal itu diungkapkan politisi senior tersebut kepada Beritalima.com di Jakarta, Selasa (10/9) sore, terkait dengan Peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) yang diperingati 10 Agustus setiap tahunnya.
Doktor nuklir lulusan Tokyo Institute of Technology (Tokodai), Jepang, 1995 terseebut, melihat sedikitnya ada tiga hal yang menjadi indikator ketidakjelasan politik inovasi teknologi Pemerintahan Jokowi ini.
Pertama soal pembubaran Kementerian Riset dan Teknologi. Kedua soal peleburan Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK) ristek seperti Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) yang diubah menjadi Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Dan, ketiga terkait aturan secara ex-officio, Ketua Dewan Pengarah BRIN dijabat Anggota Dewan Pengarah BPIP.
Ketiga hal itu, ungkap wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten tersebut terkesan dipaksakan dan kurang didukung kajian akademik yang matang.
Sikap seperti itu mencerminkan ketidakpedulian Pemerintah terhadap masa depan riset dan inovasi nasional.
Sekarang tidak jelas lembaga mana yang mempunyai kewenangan mengkoordinasikan, merumuskan dan menetapkan kebijakan riset dan teknologi nasional. Kemendikbud-Ristek atau BRIN?
“Dalam UU No: 11/2019 tentang Sistem Nasional Iptek juga tak disebutkan secara definitif kementerian yang bertanggung-jawab terhadap urusan Iptek ini,” kata Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI bidang Industri dan Pembangunan tersebut.
Perpres No: 33/2021 tentang BRIN menyebutkan, BRIN memiliki fungsi melaksanakan, mengkoordinasikan serta merumuskan dan menetapkan kebijakan riset dan teknologi.
Sementara Kemendikbud-Ristek sesuai dengan Perpres No: 31/2021 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kemendikbud Ristek dan Kementerian Investasi/BKPM, khususnya Pasal 1 hurup b menegaskan Mendikbud-Ristek memimpin dan mengoordinasikan: penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang Iptek yang dilaksanakan Kemenristek, sebagaimana dimaksud dalam Perpres No. 50/2020 tentang Kemenristek.
Fungsi Kemenristek sebelumnya, sebagai Kementerian kelas C, adalah mengkoordinasikan serta merumuskan dan menetapkan kebijakan iptek. Kalau kita mengikuti logika ini, maka seharusnya Mendikbud-Ristek mengkoordinasikan BRIN.
“Inikan seperti ada dua matahari kembar yang fungsinya tumpang-tindih di bagian hulu bidang ristek. Bedanya Kepala BRIN bukan anggota kabinet, seperti Mendikbud-Ristek, sehingga tidak duduk satu meja dengan menteri-menteri lainnya. Bisa dibayangkan bagaimana kerumitan BRIN dalam berkoordinasi dengan kementerian lain,” jelas dia.
Mulyanto memaparkan secara umum fungsi Badan dalam Pemerintahan adalah sebagai agen khusus (special agency) yang fokus menjalankan fungsi ‘pelaksanaan’. Badan ini tidak memiliki fungsi koordinasi apalagi perumusan dan penetapan kebijakan (policy).
Itu sebabnya BRIN bukanlah lembaga politik yang kepalanya menjadi anggota kabinet.
Kementerianlah yang punya amanah politik untuk menjalankan fungsi koordinasi dan perumusan serta penetapan kebijakan (policy).
“Jadi, agar tidak sekedar basa-basi dan menimbulkan kerumitan baru, sebaiknya Pemerintah menata ulang soal ini secara hati-hati. Atau sekalian saja frasa Ristek dalam Kemendikbud-Ristek dihapus, agar masyarakat menjadi terang akan lemahnya komitmen politik inovasi Pemerintah,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)