JAKARTA, Beritalima.com– Kinerja pertanian dan pangan Indonesia tidak hanya terkendala anggaran tetapi juga regulasi. Karena itu, target kerja 2021 yang disampaikan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dalam Raker dengan Komisi IV DPR RI awal pekan lalu sebagai acuan guna mewujudkan sektor pertanian mandiri dan modern sulit tercapai.
Soalnya, kata anggota Komisi IV DPR RI dari Dapil IV Provinsi Jawa Tengah (Kabupaten Sragen, Karanganyar dan Wonogiri), Hamid Noor Yasin regulasi untuk kerja dan kinerja di lapangan dan keputusan-keputusan anggaran yang menyertainya, kerap tidak sesuai sehingga tahun ke tahun, semua tujuan sektor pangan dan pertanian hanya sekedar cita-cita.
“Bila di runut sejarah di parlemen, sudah begitu banyak produk kebijakan legislasi yang pro kepada sektor pertanian dan pangan seperti UU No: 18/2013 tentang Perliundungan dan Pemberdayaan Petani. Namun, sampai saat ini implementasinya tidak ada,” kata Hamid dalam keterangan tertulis melalui WhatsApp (WA) kepada Beritalima.com, Senin (29/6).
Ada juga UU No: 19/2021 tentang pangan yang disusun penuh perdebatan sana-sini untuk menyusun kebijakan yang mendekati ideal. Tapi kenyataan hingga sekarang, impor pangan masih marak. Padahal amanat UU tersebut meningkatkan produksi pangan, keanekaragaman, memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi buat konsumsi masyarakat.
Selain itu, tujuan UU ini untuk mewujudkan tingkat kecukupan pangan, terutama pangan pokok dengan harga wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat, mempermudah akses terutama masyarakat rawan pangan dan gizi, meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas pangan, meningkatkan kesejahteraan petani, nelayan, pembudi daya ikan dan pelaku usaha pangan, melindungi dan mengembangkan kekayaan sumber daya pangan nasional.
Untuk persoalan legislasi, kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, harus konsisten agar tujuan pemulihan dan pembangunan sektor pertanian maju, mandiri dan modern dapat di realisasikan. “Belum lagi persoalan anggaran untuk pangan yang tidak memihak,” ungkap Hamid.
Hamid yang juga anggota Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI ini mencontohkan kebijakan cetak sawah yang berubah-ubah hingga menjadi nol Rupiah. Begitu juga kebijakan pangan yang mengalami depresiasi aloksi dari APBN dari Rp 21 triliun menjadi sekitar Rp 14 triliun. Meski tahun depan ada rencana kenaikan, tetapi ujian wabah corona ini masih membayangi untuk menjadikan kita tetap waspada.
“Karena itu, saya mengingatkan Pemerintah agar lebih ketat dalam implementasi aturan yang disepakati dan efisien, efektif dalam pengelolaan anggaran sehingga cita-cita bersama membangun sektor pertanian yang unggul dapat segera terwujud. Semua pihak mendukung manakala sektor kerakyatan untuk kepentingan masyarakat Indonesia dapat terpenuhi,” demikian Hamid Noor Yasin. (akhir)