BANYUWANGI,Beritalima.com – Angka kasus HIV/AIDS di Banyuwangi kembali menjadi sorotan. Data terbaru Dinas Kesehatan (Dinkes) Banyuwangi hingga Oktober 2025 mengungkap fakta mencengangkan, hampir separuh pengidap HIV/AIDS di kabupaten ujung timur Pulau Jawa ini berasal dari praktik prostitusi.
Plt Kepala Dinkes Banyuwangi, Amir Hidayat, menjelaskan bahwa kelompok terbesar penyumbang kasus berasal dari pelanggan pekerja seks (31,1 persen) dan wanita pekerja seks (15,1 persen).
“Jika digabungkan, artinya hampir separuh pengidap HIV/AIDS muncul dari kegiatan tersebut,” ujarnya.
Dari data Dinkes, tercatat 289 kasus HIV dan 95 kasus AIDS, dengan 95 kematian akibat penyakit tersebut sepanjang tahun ini.
Selain dari aktivitas prostitusi, penyumbang lain berasal dari lelaki suka lelaki (23,7 persen), pasangan berisiko tinggi (16,1 persen), dan pasangan ODHIV (10,8 persen). Sementara kelompok waria (2,2 persen) dan pengguna narkoba (1,1 persen) mencatat angka yang relatif kecil.
Amir menilai, lonjakan kasus di kalangan pekerja seks dan pelanggannya tak lepas dari mudahnya akses transaksi seksual di era digital. Banyak praktik prostitusi kini berpindah ke platform online.
“Sekarang mereka lebih berani menawarkan diri lewat media sosial, seperti Facebook dan aplikasi Michat,” ungkapnya.
Kasus Fluktuatif, Kematian Masih Tinggi
Dalam tiga tahun terakhir, tren kasus HIV/AIDS di Banyuwangi menunjukkan pola fluktuatif. Tahun 2023 mencatat 544 kasus HIV dan 184 kasus AIDS, namun hanya 14 kematian. Setahun kemudian, jumlah kasus baru menurun menjadi 463 HIV dan 43 AIDS, tapi angka kematian melonjak menjadi 56 orang.
Sementara pada 2025, hingga Oktober tercatat 289 kasus HIV, 95 AIDS, dan 95 kematian.
“Tahun 2023 paling tinggi kasus HIV, tapi kematian menurun karena pengobatan langsung kami berikan. Tahun 2024 menurun, tapi kematian naik karena banyak yang tidak patuh minum obat,” kata Amir.
Dinkes Terapkan Tiga Strategi Utama
Untuk menekan penyebaran dan angka kematian, Dinkes Banyuwangi kini menerapkan tiga strategi utama:
1. Deteksi dini (tracing) melalui tes HIV di puskesmas, rumah sakit, klinik, hingga lembaga pemasyarakatan.
2. Same-Day ART, yakni pasien langsung mendapat terapi ARV di hari hasil tes keluar.
3. Pemantauan rutin, meliputi pemeriksaan viral load serta penanganan infeksi penyerta seperti tuberkulosis.
Selain itu, Dinkes membentuk tim pelacak pasien putus obat agar mereka kembali menjalani pengobatan. Edukasi pencegahan juga terus digencarkan melalui langkah ABCDE. Abstinence (tidak melakukan seks berisiko), Be Faithful (setia pada pasangan), Condom, Drug No, dan Education.
“Edukasi ke kelompok berisiko akan terus dimasifkan, sementara penanganan medis kami intensifkan,” tegas Amir.
Dinkes Banyuwangi mengimbau masyarakat agar lebih waspada terhadap bahaya penularan HIV/AIDS, terutama di kalangan muda yang aktif di dunia digital.
“Pencegahan dimulai dari kesadaran. Jangan mudah tergiur praktik seks bebas atau layanan online yang berisiko tinggi,” pungkas Amir.(Red//B5)

