SURABAYA, beritalima.com | Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memprediksi ada potensi kenaikan harga komoditas bawang putih pada akhir Maret atau awal April 2021, jika tidak ada penambahan pasokan komoditas tersebut pada awal tahun ini. Potensi tersebut disebabkan oleh kemungkinan habisnya stok bawang putih pada akhir Maret 2021.
Sebagaimana yang dirilis KPPU, selama ini bawang putih merupakan salah satu komoditas yang ketersediannya dipenuhi melalui impor. Impornya sampai kurang lebih antara 80 hingga 90% dari total kebutuhan.
Gejolak harga bawang putih selama 4 tahun terakhir selalu terjadi pada semester pertama, utamanya pada bulan Februari hingga Mei. Pada tahun 2020, harga rata-rata bawang putih mengalami puncaknya di harga Rp 48.170,-/kg di bulan Februari, bahkan pernah mencapai Rp 52.397,-/kg pada Mei 2017.
Stok akhir bawang putih pada tahun 2020 sekitar 150 ribu ton. Dengan skenario konsumsi normal bulanan bawang putih yang berkisar 40 ribu hingga 48 ribu ton per bulan, stok akhir 2020 hanya bisa memenuhi konsumsi bawang putih hingga akhir Maret 2021, tidak cukup memenuhi kebutuhan bulanan bawang putih pada April 2021.
Kekurangan stok tersebut, jika tidak dipenuhi dengan penambahan pasokan, misalnya melalui realisasi impor, tentu akan menciptakan potensi kenaikan harga bawang putih menjelang habisnya stok. Pola gejolak harga bawang putih tahunan dapat kembali terjadi.
Untuk itu, KPPU meminta Pemerintah untuk bersikap antisipatif dengan segera mengambil langkah-langkah pengamanan stok, agar gejolak harga bawang putih tidak terjadi dan persaingan antar pelaku usaha tetap terjaga.
Sebagaimana diketahui, bawang putih tidak masuk dalam kategori bahan komoditi pokok. Hal ini mengacu Peraturan Presiden No.71 Tahun 2015 tentang Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, yang kemudian diubah melalui Peraturan Presiden No.59 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting.
Kondisi tersebut berimplikasi pada tidak diperlukan adanya intervensi yang ketat dari Pemerintah, khususnya berupa tata niaga importasi untuk komoditi Bawang Putih. Potensi masalahnya adalah prosedur importasi saat ini mengacu pada pasal 88 UU No.13 Tahun 2010 tentang Hortikultura (menggunakan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura dan Surat Persetujuan Impor), yang telah disederhanakan oleh pasal 33 ayat 15 UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadi perijinan berusaha dari Pemerintah Pusat, yang pengaturan teknisnya dibuat dalam Peraturan Pemerintah.
Saat ini belum terdapat Rancangan Peraturan Pemerintah atas perubahan tersebut. Kondisi ini turut dapat berpengaruh pada upaya pemenuhan pasokan melalui proses importasi bawang putih. (Ganefo)