Jakarta –Perajin tahu dan tempe di pulau Jawa kompak akan mogok produksi yang rencananya dilakukan selama 3 hari dari 21-23 Februari 2022 mendatang, sebagai bentuk aksi protes atas naiknya harga kedelai yang mencapai Rp. 11.000 per kilogram saat ini.
Menanggapi hal tersebut, Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah RI Sultan B Najamudin meminta pemerintah melalui Kementerian terkait untuk segera melakukan langkah-langkah persuasif sebagai upaya pencegahan terjadinya kekosongan suplay tempe dan tahu di pasaran.
“Pengusaha pengolahan tempe dan tahu adalah kelompok Usaha mikro dan kecil yang sangat rentan jika terjadi kenaikan harga bahan baku. Mereka harus dilindungi dan diapresiasi dengan insentif fiskal jika pemerintah tidak bisa memberikan pilihan bahan baku yang lebih murah”, ujar mantan ketua HIPMI bengkulu itu.
Menurut Sultan, tempe dan tahu adalah bahan pangan andalan masyarakat yang signifikan mempengaruhi inflasi. Saya kira mereka yang kecil-kecil para pelaku UMK itu hanya membutuhkan keberpihakan atas ketidakadilan kebijakan ekonomi nasional.
“Dengan memberikan Keringanan pajak dan kemudahan akses modal tanpa bunga,.saya kira akan sangat membantu para pelaku IMK pengolahan tempe dan tahu dalam menjaga keberlangsungan produksi dan memastikan suplay di pasaran”, usulnya.
Fenomena kenaikan harga kedelai ini melengkapi anomali harga bahan pangan yang terjadi saat ini setelah kenaikan harga minyak goreng dan lain-lain. Publik tentu berhak untuk menyatakan sikap protesnya terhadap kinerja pemerintah”, tegas Sultan.
DPD RI sejak awal telah mewanti-wanti pemerintah untuk memperkuat sistem ketahanan dan kemandirian pangan nasional. Ketergantungan terhadap bahan pangan impor akan sangat rentan terhadap suplay dan harga di pasaran.
“Menurut beberapa sumber, pada tahun lalu kedelai yang dihasilkan dari dalam negeri mencapai 613,3 ribu ton, turun 3,01% dari tahun lalu yang mencapai 632,3 ribu ton. Produksi kedelai Indonesia diperkirakan kembali turun 3,05% menjadi 594,6 ribu ton pada 2022″, ungkapnya.
Sementara itu, Data dari Kementerian Pertanian (2018) menunjukan adanya tren peningkatan konsumsi kedelai perkapita/tahun, yaitu pada tahun 2017 di angka 8,776 Kg/kapita/tahun menjadi 8,857 Kg/kapita/tahun di tahun 2018. Dengan peningkatan kebutuhan kedelai sebagai bahan baku langsung produk pangan maupun bahan baku berbagai produk pangan ikutan maka ketergantungan pada kedelai semakin membesar pula.
Hal inilah yang menyebabkan perkiraan impor kedelai sepanjang 2021 totalnya sebesar 2,6 juta ton. Karena Kita hanya mampu memproduksi sekitar 20 persennya bahkan lebih rendah lagi”, kata Sultan.
Oleh karena itu, kami mendorong pemerintah untuk melakukan revitalisasi pengembangan produksi tanaman palawija khususnya kedelai melalui serangkaian aksi Ekstensifikaai dan intensikasi dalam rangka meningkatkan produktivitas kedelai. Baik dengan program upaya khusus maupun strategi produksi lainnya. (ar)