Jakarta, beritalima.com| – Di peringatan Hari AIDS Sedunia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menilai penguatan kepemimpinan daerah menjadi kunci dalam menekan angka HIV dan Tuberkulosis (TB) di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua DPD RI Bidang Otonomi Daerah, Politik, dan Hukum, Gusti Kanjeng Ratu/GKR Hemas, dalam acara Talkshow Demand Generation Campaign memperingati Hari AIDS Sedunia, bertajuk “Peningkatan Peran DPD RI dalam Optimalisasi Kepemimpinan Daerah termasuk Kebijakan dan Anggaran Penanggulangan HIV dan Tuberkulosis” di Jakarta (1/12).
Hemas soroti masih lemahnya implementasi penanggulangan HIV/TB di banyak daerah, meski keduanya merupakan pelayanan dasar wajib dalam kerangka otonomi daerah. Ia menyebut sejumlah persoalan yang kerap muncul, mulai dari keterbatasan anggaran, minimnya regulasi yang berpihak, hingga kurangnya tenaga kesehatan terlatih.
“Masih ada ratusan ribu warga yang belum mendapatkan layanan kesehatan yang layak. Ini bukan hanya persoalan medis, tetapi persoalan edukasi, perlindungan, dan tanggung jawab negara terhadap kelompok rentan,” ujar Hemas.
Lalu, Hemas menyampaikan dari estimasi orang dengan HIV/AIDS (ODHA) nasional, baru 63 persen terdeteksi. Ibu rumah tangga kini menjadi kelompok terbesar terinfeksi. Dari mereka yang sudah terdeteksi, hanya 71 persen memulai pengobatan, dan sekitar 56 persen yang berhasil menekan virus.
Sementara itu, penanganan TB dinilai masih menghadapi ketimpangan antarwilayah, baik dari sisi penemuan kasus maupun penyelesaian pengobatan. Kondisi ini menggambarkan masih lemahnya layanan dasar kesehatan di daerah, serta tingginya stigma sosial yang membuat banyak orang enggan mengakses layanan kesehatan.
Jadi, kata Hemas, DPD RI mengoptimalkan tiga peran strategisnya: mendorong regulasi daerah yang lebih kuat, memastikan alokasi anggaran memadai, dan menjadi jembatan antara pemerintah pusat dan daerah.
“Kebijakan pusat harus realistis dan sesuai kondisi daerah. Tanpa kepemimpinan daerah yang kuat, prioritas anggaran tidak akan tepat, dan stigma tidak akan hilang,” terang Hemas.
DPD RI mendorong pemerintah daerah untuk tidak bergantung pada pendanaan donor internasional, serta memastikan bahwa program pencegahan dan pengobatan HIV/TB terintegrasi dalam perencanaan daerah seperti RPJMD dan anggaran APBD.
Untuk meningkatnya kasus HIV di kalangan remaja, bagi Hemae karena minimnya edukasi kesehatan seksual, paparan risiko melalui media digital, serta ketakutan untuk mengakses layanan kesehatan disebut menjadi faktor utama.
“Banyak remaja tidak tahu harus bertanya ke mana atau takut menghadapi stigma. Ini bukti bahwa penanganan HIV adalah isu budaya, edukasi, dan perlindungan anak,” kisahnya.
Dalam forum tersebutz Hemas memberikan apresiasi kepada Yayasan Spiritia atas perannya sebagai Principal Recipient program The Global Fund 2024–2026. Ia menyebut kontribusi lembaga tersebut sebagai bagian penting upaya menuju paradigma sehat dalam visi Indonesia Emas 2045.
Jurnalis: rendy/abri
.







