Hari Bhayangkara 1 Juli 1946 Bukan Hari Lahir Kepolisian RI

  • Whatsapp

Catatan: Yousri Nur Raja Agam

TANGGAL 1 Juli, diperingati dan dirayakan sebagai Hari Bhayangkara. Jadi, memang Hari Bhayangkara itu bukan hari lahir dan bukan pula Hari Ulang Tahun (HUT) Kepolisian Negara Republik Indonesia atau disingkat: Polri.

Sebelum Hari Bhayangkara, yang dinyatakan mulai 1 Juli 1946, Kepolisian Republik Indonesia itu sudah ada. Salah satu bukti sejarah, adalah adanya Proklamasi Polisi tanggal 21 Agustus 1945 di Surabaya.

Sebenarnya, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sudah mengukir sejarah di Kota Pahlawan, Surabaya. Peristiwa ini “sangat layak”, dinyatakan sebagai ”hari lahir” Polri. Sebab  pada tanggal 21 Agustus itulah, berlangsung “Proklamasi Kepolisian Republik Indonesia”.

Namun, peristiwa sejarah yang terjadi empat hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di Jakarta itu, “hanya dicatat” sebagai peristiwa lokal di Kota Surabaya. Padahal, kegiatan itu merupakan sejarah yang “heroik”.

Dalam buku Sejarah Kepolisian di Indonesia yang diterbitkan oleh Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia  tahun 1999, Halaman 46, dengan jelas ditulis:
Proklamasi Polisi sebagai Polri, 21 Agustus 1945.
Proklamasi Polisi itu merupakan suatu tekad anggota polisi untuk berjuang melawan tentara Jepang yang masih bersenjata lengkap, walaupun sudah menyerah. Jika dikaitkan peristiwa Proklamasi Polisi, 21 Agustus 1945, dengan Proklamasi Kemerdekaan RI, maka terlihat nyata, bahwa Kepolisian berperan aktif dalam perjuangan kemerdekaan RI.

Proklamasi Polisi itu tertulis dalam ejaan lama, seperti berikut:

Proklamasi Polisi

“Oentoek bersatoe dengan rakjat dalam perdjoeangan mempertahankan Proklamasi 17 Agoestoes 1945, dengan ini menjatakan Polisi sebagai Polisi Repoeblik Indonesia”.

Soerabaja, 21 Agoestoes 1945.

 Atas Nama Seloeroeh Warga Polisi:

Moehammad Jasin
Inspektoer Polisi Kelas I.

Pada awal kemerdekaan, sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan tanggal 22 Agustus 1945, juga membentuk BKR (Badan Keamanan Rakyat). Setelah BKR dibentuk maka organisasi lain, seperti Heiho, Laskar Rakyat, dan PETA dibubarkan.

Nah, saat BKR itu dibentuk, arahnya adalah pembentukan organisasi pertahanan atau kemeliteran. Sedangkan bidang kepolisian sesungguhnya, sudah ada.

BKR kemudian diubah menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat), maka fungsi “Keamanan” berada di dalam organisasi TKR. Di dalam tubuh TKR itu bergabung fungsi kemiliteran (tentara) yang merupakan suatu lembaga pertahanan. Sedangkan keamanan adalah bagian dari kehidupan masyarakat non militer atau sipil.

Berdasarkan pertimbangan itulah, kemudian TKR mengubah nama menjadi TRI (Tentara Republik Indonesia). TRI sebagai lembaga pertahanan negara (tentara atau militer) yang berasal dari rakyat Indonesia.

Pada masa selanjutnya, TRI hingga sekarang sudah berganti nama menjadi TNI (Tentara Nasional Indonesia).
Kesatuan tentara ini membagi tugas di darat, laut dan udara. Sehingga ada TNI-AD (Angkatan Darat), TNI-AU (Angkatan Laut) dan TNI-AU (Angkatan Udara).

Setelah TKR berubah nama menjadi TRI, pada tanggal 23 Januari 1946, bidang keamanan yang merupakan tugas utama kepolisian, lepas dari TRI. Sebab TRI sudah menjadi lembaga pertahanan negara.

Terjadi masa transisi, sejak TKR menjadi TRI. Otomatis urusan keamanan sepenuhnya sudah berada di badan kepolisian secara utuh. Sehingga badan Kepolisian yang sudah resmi sejak Proklamasi Polisi, 21 Agustus 1945, memerlukan “Payung Hukum”.

Payung hukum yang dirindukan polisi, sebagai bukti “perpisahan” dengan TRI, tanggal 21 Januari 1946, akhirnya turun pada tanggal 1 Juli 1946.

Presiden Sukarno, mengeluarkan Penetapan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 1946, tertanggal 1 Juli 1946.
Di dalam PP No.11/1946 itulah termaktub peralihan status kepolisian negara, menjadi Jawatan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) yang kedudukannya langsung di bawah Perdana Menteri.

Waktu itu, Pemerintahan kita berbentuk RIS (Republik Indonesia Serikat), yang kepala pemerintahannya dijabat oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir.

Peralihan status itu menjadikan kedudukan Polri setingkat dengan Departemen. Dan Kepala Kepolisian Negara (KKN) setingkat dengan Menteri. Kemudian struktur organisasi Kepolisian pun tersusun dari tingkat pusat sampai daerah.

Nah, perubahan status itu, diwujudkan menjadi Hari Bhayangkara. Jadi, memang Hari Bhayangkara itu “bukan hari lahir” Kepolisian Republik Indonesia (Polri), karena sesungguhnya sosok polisi itu sudah ada sebelumnya.

Jadi, kalau kita jujur menyimak sejarah lahirnya Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), maka Proklamasi Polisi, 21 Agustus 1945 itulah yang layak disebut sebagai Hari lahirnya POLRI. Tanggal itulah yang layak dijadikan peringatan HUT setiap tahun.

Sedangkan Hari Bhayangkara, tetap diperingati sebagai Hari bersejarah, sebagai resminya POLRI mempunyai “Payung Hukum”. Yaitu PP Nomor 11 Tahun 1946, tertanggal 1 Juli 1946.
Di dalam PP No.11/1946 itulah, termaktub peralihan status kepolisian negara.

Kepolisian menjadi Jawatan Kepolisian Negara di bawah Perdana Menteri. Sehingga Jawatan Kepolisian sejajar dengan Kementerian atau Departemen dan jabatan Kepala Kepolisian setingkat dengan menteri.
Demikian kisahnya, mengapa tanggal 1 Juli diperingati sebagai Hari Bhayangkara. Sebab, memang Hari Bhayangkara, bukan hari lahir POLRI.. (*)

*) Yousri Nur Raja Agam MH —
Wartawan Senior — Mitra Polri.

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait