SURABAYA, beritalima.com | Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya hari Kamis (1/8/2019) ini akan melakukan pengecekan kondisi ratusan rumah retak di Perumahan Dhamahusada Mas, di Jalan Mulyosari 366 Surabaya. Retaknya ratusan rumah penduduk ini diduga dampak dari pembangunan Apartemen Grand Dharmahusada Lagoon.
“Kemarin saya baru tau kalau ada masalah. Makanya kita cek saja ke lapangan, setelah itu kita rapatkan dengan tenaga ahli,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya, Eko Agus Supiandi, Rabu (31/7/2019).
Diutarakan, meski belum ada surat maupun laporan dari warga terkait masalah itu ke pihaknya, namun pihaknya tetap akan menurunkan tim ke lapangan.
“Rencana besok (hari ini – maksudnya) tim akan ke lapangan menanggapi keluhan warga pada media massa,” tandasnya.
Anggota Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Surabaya, Vinsensius Awey, sebelumnya mengatakan, pada saat sidak pihaknya melihat kondisi ratusan rumah mewah itu retak akibat penurunan tanah.
Menurut dia, penurunan tanah itu sangat terlihat karena terjadi cekungan sekitar 10 cm, dan akibatnya cukup fatal terhadap ratusan rumah di Dharmahusada Mas.
Hasil penelusuran Awey, ternyata proyek pembangunan apartemen Grand Dharmahusada Lagoon tersebut akan membangun basement 3 lantai (ke bawah).
Politikus Partai NasDem ini meminta pada manajemen proyek pembangunan apartemen untuk bertanggung jawab secara penuh atas kerusakan yang ditimbulkan dengan cara mengembalikan seperti semula.
“Warga sempat diminta untuk membuat rincian biaya kerusakan semacam Rencana Anggaran Biaya (RAB), tetapi setelah dibuat oleh warga hanya disetujui 30 persen. Padahal seharusnya tidak ada tawar menawar, harus 100 persen diganti,” katanya.
Dia menambahkan, izin mendirikan bangunan (IMB) apartemen tersebut bisa dipersoalkan, bahkan bisa dicabut jika tidak mengikuti tahapan dan aturan yang sudah tercantum dalam peraturan daerah.
Menurut Ketua Kamar Dagang Dan Industri (KADIN) Kota Surabaya, Dr Ir Jamhadi MBA, perihal ganti rugi dampak dari pembangunan itu sudah diatur dalam kontrak konstruksi kontraktor. Ada atau tidaknya tanggung jawab disitu disebutkan secara jelas,” ujar Jamhadi.
Jamhadi mengatakan, dalam menyelesaikan dampak pembangunan yang merugikan lingkungan termasuk yang merugikan warga, kontraktor harus menyelesaikan secepatnya, karena itu sudah diatur dalam Undang Undang (UU) Jasa Konstruksi.
“Tapi jangan dipolitisir. Kuncinya dalam implementasi tahap kerja, masing-masing pihak memenuhi kaidah-kaidah yang ada dalam setiap butir ketentuan dalam Undang Undang dan kontrak. Itu sebagai business solution bagi setiap permasalahan. Baik antisipasi maupun atas masalah yang sudah terjadi,” tegas Jamhadi.
Untuk diketahui, kawasan Perumahan Dharmahusada Mas, Mulyosari, Kota Surabaya, ambles atau mengalami penurunan permukaan tanah. Akibatnya, sekitar 200 rumah warga di permukiman ini mengalami kerusakan.
Disinyalir, kerusakan itu sebagai dampak pembangunan basement apartemen Dharmahusada Lagoon. Proyek Apartment Grand Dharmahusada Lagoon merupakan proyek superblok yang dikerjakan PT PP Properti Tbk di atas lahan 4,2 hektar. (Gan/rr)