JAKARTA,beritaLima.com || Peringati Hari Kartini 2024, Perempuan Progresif Indonesia Timur (Preposisi), menggelar webinar yang menarik perhatian banyak pihak. Webinar ini mengusung tema yang tak kalah pentingnya yaitu “Investasi Pemberdayaan Perempuan di Indonesia Timur”. Ini Bertujuan untuk mengevaluasi kemajuan pembangunan manusia berbasis kesetaraan gender, di daerah-daerah yang masih terpinggirkan.
Dalam sambutan pembukaannya, pendiri Preposisi, Natalia Mahudin, menyoroti potensi besar yang dimiliki oleh Indonesia Timur, dalam hal sumber daya alam. Dia menekankan pentingnya pemberdayaan perempuan, sebagai bagian tidak terpisahkan dalam memanfaatkan kekayaan alam tersebut.
“Pemberdayaan perempuan tidak hanya mengurangi kesenjangan gender, tetapi juga meningkatkan produktivitas dan daya saing wilayah tersebut, serta membangun ekonomi yang berkelanjutan,” kata Mahudin saat membuka webinar dari Jakarta, Sabtu (27/04/2024).
Dalam rangka mencapai visi Indonesia Emas 2045, dia menekankan perlunya upaya bersama untuk mengejar ketertinggalan, memperbaiki sistem pendidikan, dan mempertajam agenda pembangunan sumber daya manusia.
Mahudin juga menyoroti, upaya ini harus diprioritaskan oleh pemerintah terutama di kawasan Indonesia Timur yang membutuhkan pendekatan pembangunan yang lebih khusus.
Lebih lanjut Natalia menambahkan, jika bersama berkolaborasi akan lebih banyak perempuan yang percaya akan masa depan lebih baik. Hal ini sesuai dengan motto dan nilai yang dipercaya oleh Preposisi, yaitu bersama-sama saling mendorong, berjejaring, saling membesarkan, saling memberdayakan kita semua berjalan menuju kemajuan perempuan Indonesia.
“Jika bersama lebih baik, lebih kuat mengapa kita harus berjalan sendiri- sendiri,” tandasnya.
Asisten Deputi Pengarusutamaan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Dr. Iip Ilham Firman dalam sambutannya mengatakan bahwa investasi pemberdayaan Perempuan perlu dilakukan secara kolaboratif antara pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Swasta, NGO dan publik.
“Artinya kerja sama seluruh pihak dan juga upaya pemberdayaan perempuan yang diletakkan dalam konteks kesetaraan gender perlu memperhatikan indeks-indeks utama dalam pengukuran kesetaraan gender,” kata Firman.
Pemateri yang juga anggota DPR RI, Irine Yusiana Roba Putri mengapresiasi diberikan kesempatan bicara tentang Investasi pemberdayaan Perempuan yang memiliki peran strategis didalam negara.
Menurut dia, beban pengurusan rumah tangga selalu dibebankan kepada perempuan sehingga kehadiran perempuan di ranah publik masih sangat sedikit
Dalam paparannya yang antusias, Irine menekankan perlunya memberikan akses dan kesempatan yang setara bagi perempuan dalam berbagai aspek kehidupan.
“Semua perempuan harus diberikan akses seluas-luasnya untuk pendidikan dan kesempatan untuk mengembangkan dirinya. Perempuan juga harus diberikan akses dan kesempatan dalam pendidikan, pelatihan hingga kebijakan dan program dari negara,” ucap Irine.
Namun, masih banyak tantangan yang harus dihadapi, terutama terkait dengan pengabaian terhadap kepentingan perempuan dalam berbagai kebijakan. Komisioner Komisi Perlindungan Anak Republik Indonesia, Pdt Sylvana Apituley, menyoroti situasi di Papua, dimana perempuan seringkali mengalami beban berlapis mulai dari pemiskinan secara struktural, hingga peminggiran dalam berbagai keputusan.
“Terkait isu HAM di tanah Papua juga sangat bias laki-laki, dimana segala sesuatu ditentukan oleh laki-laki,” ungkap Apituley.
Mantan Runner Up Putri Indonesia Tahun 2020, dr Yoan, juga memberikan pesan inspiratif tentang pentingnya menerima diri sendiri bagi perempuan. Dia menekankan bahwa setiap perempuan harus merasa berharga dan berani menjadi dirinya sendiri.
“Seumpama mutiara dari timur hal-hal yang bisa dimulai oleh perempuan dengan be empowered, be ready, be yourself, and be yoUnique,” kata Yoan
Perempuan dari timur, tambah Yoan, harus belajar menerima diri meskipun secara fisiologis tidak memenuhi standar kecantikan yang telah ditetapkan. Untuk itu memberdayakan diri menjadi penting untuk perempuan Indonesia timur dengan mulai dari proses penerimaan diri.
Webinar ini berhasil menarik perhatian peserta dari berbagai latar belakang, termasuk mahasiswa, organisasi, dan aktivis perempuan. Paparan materi yang luar biasa telah memberikan wawasan baru dan mengubah perspektif terhadap perempuan. (**/ln)