Hari Kembali ke NKRI – 3 April 1950 Bubarnya Republik Indonesia Serikat

  • Whatsapp

Caratan Yousri Nur Raja Agam

JANGAN lupa, 3 April, Hari NKRI. Kalimat pendek itu adalah judul artikel yang ditulis oleh Ketua Umum DDII (Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia): Dr. Adian Husaini.
Ditegaskannya, “Jangan lupakan tanggal 3 April! Itulah tanggal bersejarah bagi bangsa Indonesia!”

Sebagai Bangsa dan Warga Negara Indonesia, memang kita layak membaca dan merenungkan sejarah bangsa kita yang fundamental ini. Ternyata ada hari bersejarah yang kadangkala kita abai. Justru, kita baru menyadari setelah ada yang mengingatkan.

Perlu kita menelusuri sejarah Indonesia, setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia,  17 Agustus 1945, para pendiri Indonesia sepakat membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mempersatukan seluruh rakyat Indonesia dari dengan pengesahan berdirinya delapan provinsi di Indonesia, tanggal 18 Agustus 1945.

Ke delapan provinsi itu adalah:
1. Provinsi Sumatera, ibukota Bukittinggi.
2. Provinsi Jawa Barat, ibukota Jakarta.
3. Provinsi Jawa Tengah,  ibukota Semarang.
4. Provinsi Jawa Timur,  ibukota Surabaya.
5. Provinsi Nusatenggara, ibukota Denpasar.
6. Provinsi Kalimantan, ibukota Banjarmasin.
7. Provinsi Sulawesi, ibukota Makassar.
8. Provinsi Maluku,  ibukota Ambon.
Namun bentuk NKRI itu, saat terjadinya agresi oleh pihak Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia dengan mengacak-acak persatuan bangsa Indonesia. Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohamad Hatta, beserta beberapa menteri ditawan dan diasingkan, ke Sumatera Utara dan Bangka. Belanda yang nembonceng Sekutu, menyatakan Pemerintahan Republik Indonesia sudah bubar.

Untunglah saat itu, 18 Desember 1948, Sjafruddin Prawiranegara yang sedang berada di Bukittinggi, berhasil mendirikan PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia). Sehingga dunia internasional mengakui Indonesia masih ada.

Berikutnya, Presiden Sukarno dan Wapres Moh. Hatta, beserta para pejabat Negara yang ditawan, akhirnya dibebaskan. Tetapi di saat itu Belanda sempat memecah belah NKRI, dengan membentuk RIS (Republik Indonesia Serikat). Presiden RIS, adalah Bung Karno, dengan ibukota Jakarta.

Pembentukan RIS itu dilakukan melalui Konferensiyang merupakan hasil konferensi Inter Indonesia – antara delegasi Republik Indonesia dan delegasi BFO – di Yogyakarta 19-22 Juli 1949.

Pembentukan RIS adalah upaya Belanda untuk ”mengepung” Republik Indonesia yang dipimpin Mr.Assaat sebagai Penjabat Presiden RI yang juga disebut Acting Presiden, beribukota di Jogjakarta.

Negara-negara RIS yang juga disebut Negara BFO (Bijeenkomst voor Federale Overleg) adalah sebuah komite yang didirikan oleh Belanda. Negara-befaea BFO itu adalah:
Negara Dayak Besar, Negara Indonesia Timur, Negara Borneo Tenggara, Negara Borneo Timur, Negara Borneo Barat, Negara Bengkulu, Negara Biliton, Negara Riau, Negara Sumatera Timur, Negara Banjar, Negara Madura, Negara Pasundan, Negara Sumatera Selatan, Negara Jawa Timur, dan Negara Jawa Tengah.

Mosi Integral

Pemerintahan RIS terus berjalan dengan lebih banyak berkoordinasi dengan BFO.
Sadar bahwa pemerintah RIS ini, merugikan Kesatuan dan Persatuan Indonesia merdeka, maka  pada 3 April 1950, Mohammad Natsir, ketua Fraksi Partai Masyumi mengajukan ”Mosi Integral” di Parlemen  RIS (Republik Indonesia Serikat).

Peristiwa itu dikenal sebagai pengajuan ”Mosi Integral Natsir”, yang memungkinkan bersatunya Negara-negara Bagian RIS ke dalam NKRI. 

Mosi Integral Natsir  pada 3 April 1950 itulah yang kemudian mengantarkan terbentuknya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Bung Hatta menyebutkan, bahwa Proklamasi Kedua secara resmi diumumkan pada 17 Agustus 1950. Proklamasi pertama, tanggal 17 Agustus 1945.

Dengan Mosi Integral Natsir itu, maka bubarlah Republik Indonesia Serikat (RIS),
yang merupakan hasil konferensi Inter Indonesia – antara delegasi Republik Indonesia dan delegasi BFO – di Jogjakarta 19-22 Juli 1949.

Pembentukan BFO adalah upaya Belanda untuk ”mengepung” Republik Indonesia. Negara-negara BFO adalah:

Negara Dayak Besar, Negara Indonesia Timur, Negara Borneo Tenggara, Negara Borneo Timur, Negara Borneo Barat, Negara Bengkulu, Negara Biliton, Negara Riau, Negara Sumatera Timur, Negara Banjar, Negara Madura, Negara Pasundan, Negara Sumatera Selatan, Negara Jawa Timur, dan Negara Jawa Tengah.

Dengan demikian, Belanda berhasil menunjukkan, bahwa wilayah negara Republik Indonesia hanyalah di sebagian Pulau Jawa, Madura, dan Sumatera.

(Lihat, Anwar Harjono dkk., Muhammad Natsir: 70 Tahun Kenang-kenangan Kehidupan dan Perjuangan, (Jakarta:  Pustaka Antara, 1978).

Prof. Dr. Din Syamsuddin menyatakan, bahwa Mosi Integral Mohammad Natsir merupakan tonggak sejarah penting dan menentukan dalam sejarah kehidupan bangsa.

Mosi Integral itu menyatukan dan menyelamatkan Indonesia dari upaya perpecahan. Mosi itu juga merupakan bukti komitmen tokoh-tokoh Islam terhadap NKRI.

(Lihat, buku Mosi Integral Natsir 1950, karya Ahmad Murjoko (Bandung: PersispRes, 2020).

Ketua MPR-RI (2004-2009) Dr. Hidayat Nurwahid menyampaikan bahwa Fraksi PKS DPR-RI beberapa kali menggelar peringatan Mosi Integral Natsir tersebut.

Ia pun sudah ikut menandatangani usulan agar tanggal 3 Arpil ditetapkan sebagai nasional, yaitu Hari NKRI.

Bung Hatta memang menyebut peringatan Proklamasi 17 Agustus 1950 merupakan Proklamasi Kedua.

”Bangsa dan Umat perlu diingatkan bahwa tanpa karunia Allah dan kenegarawanan M. Matsir dengan Mosi Integralnya itu, mungkin RIS (Republik Indonesia Serikat) akan berlanjut, dan kita tidak mengenal lagi NKRI yang sudah ”dikubur” oleh kolonialis Belanda melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) 27 Desember 1949,” tulis Hidayat Nurwahid dalam pengantarnya untuk buku karya Ahmad Murjoko.

Dr. Hidayat mengajak kaum muslim Indonesia tidak terpengaruh paham sekulerisme, Islamofobia, dan juga Indonesia-fobia.

Paham Sekulerisme menganggap bahwa keberadaan Islam di Indonesia dianggap sebagai biang masalah dan tidak ada jasanya bagi bangsa Indonesia.

Sebaliknya, Indonesia-fobia menganggap Indonesia sebagai negara kafir yang tidak ada kaitannya dengan Islam dan para ulama.

Itulah pentingnya memahami dan mengingat peristiwa Mosi Integral Natsir, pada 3 April 1950. 

Pemerintah RI pun telah mengakui jasa besar Mohammad Natsir untuk bangsa Indonesia. Pada tahun 2008, Mohammad Natsir, pendiri dan Ketua Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) yang pertama, mendapat penghargaan sebagai Pahlawan Nasional. 

Salah satu jasa besarnya adalah mengembalikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

***

Perjuangan Mohammad Natsir dalam menyelamatkan NKRI memang sangat fenomenal.

Natsir bukan hanya merumuskan gagasannya dengan cerdas, tetapi juga berhasil meyakinkan para tokoh Indonesia ketika itu yang berasal dari seluruh faksi dan aliran ideologis. Natsir memerlukan waktu dua setengah bulan untuk melakukan lobi.

Keberhasilan Mohammad Natsir dalam menggolkan ”Mosi Integral” itu menunjukkan kepiawaiannya dalam berpolitik.

Ia memiliki integritas pribadi yang tinggi, ilmu yang kuas, kemampuan komunikasi yang piawai, dan juga lobi. Dan tentu saja, Mohammad Natsir telah diberikan hikmah oleh Allah, sehingga bisa mengambil langkah yang tepat. 

Kepada Majalah Tempo (edisi 2 Desember 1989), Natsir menceritakan kisah perjuangan  Mosi Integral tersebut:

Meskipun Yogya menjadi negara bagian, sesudah KMB, kita bertekad mengembalikan RI seperti semula. Saya bicara dengan fraksi-fraksi. Dengan Kasimo dari Partai Katolik, dengan Tambunan dari Partai Kristen, dengan PKI, dan sebagainya.

Dari situ saya mendapat kesimpulan: mereka itu, negara-negara bagian itu, semuanya mau membubarkan diri untuk bersatu dengan Yogya, asal jangan disuruh bubar sendiri.

Dua bulan setengah saya melakukan lobby. Tidak mudah, lebih- lebih dengan negara-negara bagian di luar Jawa. Umpamanya negara bagian di Sumatra dan Madura.

Setelah selesai semua, lantas saya adakan “mosi integral” yang kabur-kabur. Ha-ha-ha… kabur, sebab kita menghadapi Belanda. Jangan sampai nanti Belanda bikin kacau lagi. Belanda tidak boleh tahu ke mana perginya rencana itu.

Sesudah itu saya perlu datang ke Yogya. Tapi Yogya tidak mau membubarkan diri. Lantas saya katakan: Kita punya program menyatukan kembali semuanya, jadi kita bayar ini dengan sama-sama membubarkan diri.

Walaupun beberapa pemimpin sudah setuju, masyarakatnya belum mau, karena harga dirinya tersinggung. Sampai pukul 3 dini hari kami membicarakan soal itu dengan jurnalis-jurnalis, orang-orang penting, dan pemimpin-pemimpin di Yogya.”

***

Bung Karno mengakui kehebatan perjuangan Mohammad Natsir dengan Mosi Integralnya. Setelah “Mosi Integral” berhasil, Natsir dipercaya Presiden Soekarno untuk menjadi Perdana Manteri.

Wartawan Harian Merdeka Asa Bafagih bertanya kepada Soekarno tentang siapa yang akan jadi perdana menteri setelah Indonesia kembali menjadi Negara Kesatuan, maka Soekarno menjawab, “Ya, siapa lagi kalau bukan Natsir dari Masyumi, mereka punya konsepsi untuk menyelamatkan Republik melalui konstitusi”.

Kepahlawanan Mohammad Natsir dengan Mosi Integralnya,  melanjutkan tradisi para tokoh Islam dalam menjaga dan mengokohkan NKRI.

Kini, setelah 76 tahun merdeka, tidak sedikit pihak yang mengkhawatirkan kondisi persatuan kita, sebagai satu bangsa. 

Aneka konflik horisontal mulai bermunculan. Era disrupsi semakin mempercepat penyebaran berita-berita yang memudarkan kohesivitas sosial kita.

Dalam situasi seperti ini,  bangsa Indonesia memerlukan tokoh-tokoh integratif dan solutif, seperti Soekarno-Hatta, HOS Tjokroaminoto, KH Hasyim Asy’ari, Ki Bagus Hadikoesoemo, Syafruddin Prawiranegara, Kasman Singodimedjo, Panglima Besar Soedirman, Mohammad Natsir, dan sebagainya. Semoga Allah SWT menyelamatkan dan menjayakan negeri kita. Aamiin. (DDII, 1 April 2021).

NB. Makalah singkat ini disampaikan dalam Webinar Nasional ”Sosialisasi 4 Pilar dan Memperingati Mosi Integral M. Natsir, yang diselenggarakan  MPR-RI dan FISIP UHAMKA, pada 1 April 2021.

Keterangan tambahan:

Buya DR. M. Natsir adalah pahlawan nasional asal ranah Minangkabau, ulama internasional (pemimpin Liga Muslim Dunia dan Dewan Masjid Dunia), pemegang 3 gelar Doktor (HC.), pemersatu NKRI melalui “Mosi Integral M. Natsir”, Perdana Menteri RI, kader Persis, pendiri DDII (1967) – ATM –

Demikian artikel yang saya kutip dengan menambah penjelasan di bagian awal tulisan Adian. (**)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait